Nasional

Surabaya, Tempat Bersejarah NU

Sel, 5 Februari 2019 | 22:00 WIB

Selama 4 hari saya berada di Surabaya untuk sebuah acara. Sebenarnya saya butuh waktu sebentar saja untuk menyelesaikan rangkaian acara yang menurut saya tidak terlalu penting. Setiap kali pergi ke Surabaya saya pastikan untuk menjadwal diri ke Makam Sunan Ampel. Saya teringat dawuh Kiai As'ad yang menceritakan mimpi Sunan Ampel didatangi Rasulullah SAW. Dalam mimpi itu, Rasulullah menyampaikan kepada Sunan Ampel agar Islam dibawa ke Indonesia karena di negara kelahirannya sudah tidak mampu melaksanakan ajaran islam seperti yang diharapkan.

Mendatangi makam Sunan Ampel, saya diantar teman yang asli orang Surabaya. Dia teman saya dulu di Pesantren Sukorejo. Jadi setiap ke Surabaya, saya pastikan reunian dengan teman-teman disana. 4 hari di Surabaya, membuat saya lebih banyak waktu mendatangi tempat-tempat dan makam-makam bersejarah Sebenarnya ada keinginan kuat dari dulu hingga kini untuk mendatangi kantor PWNU Jawa Timur dan Museum NU. Tapi waktu tidak cukup saat itu karena banyak dihabiskan di Masjid Akbar Surabaya.

Sementara teman sudah menunggu. Dalam perjalanan ke Sunan Ampel, sepasang mata saya jelalatan memandang kiri kanan jalan menikmati keindahan dan bangunan cagar budaya yang ada di Surabaya. Saya mengajak teman ke tugu pahlawan. Awalnya kami hanya ada di luar pintu masuk karena ditutup.

Setelah mencari celah, kami akhirnya menemukan sesuatu yang bisa kami nikmati untuk mengabadikan gambar yaitu di dinding yang berisi relief keadaan masyarakat masa silam di Surabaya. Saya berlama-lama menyimaknya. Hal itu membuka ikatan pada rentetan sejarah bangsa ini. Kemudian saya bergegas mengunjungi tugu Patung Soekarno dan Hatta yang sedang membaca teks proklamasi dengan latar puing-puing bangunan.

Di hadapannya saya menatap tajam dan teman saya bertugas mengabadikan gambar. Tak begitu lama saya menuju lapangan gelap untuk menyaksikan tugu pahlawan. lampu warna warni seperti sedang berkejar-kejaran menampilkan nilai estetis di pusat kota Surabaya. Akan tetapi, kalau merenungi sejarah yang menggenang di dalamnya ada semacam keperihan mendalam menyelinap dalam batin. Tugu itu seperti mengabadikan kegetiran perjuangan arek-arek Surabaya melawan penjajah. Keringat, air mata dan darah para pejuang seperti masih segar mengalir.

Tak lupa saya mengunjungi tempat bersejarah di alan Bubutan VI Nomor 2 Surabaya yaitu Kantor PCNU Surabaya. Bangunan itu termasuk cagar budaya sesuai SK Wali Kota188.45/502/436.1.2/2013 . Konstruk bangunan kantor itu lama seperti rumah kuno dengan cat perpaduan warna hijau dan putih. Terlihat suasana sangat sepi malam itu kecuali kendaraan berlalu lalang.

Sebelum memasuki ruangan, saya memilih melihat monumen Resolusi Jihad yang ada di depan bangunan tersebut. Hal itu semakin memperkuat kesadaran saya sebagai warga NU membaca rekam jejak para ulama pendahulu terutama berkaitan dengan semangat cinta tanah air yang menggelora sebagai tanda kesempurnaan Iman.

Butir-butir Resolusi tertera di monumen yang diresmikan ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Di samping kanan kiri terdapat bendera merah putih dan NU. Kantor itu menjadi saksi sejarah dicetuskannya fatwa Resolusi Jihad NU pada tanggal 22 Oktober 1945. Konon kantor pertamakali NU juga bertempat disana. Saat itu masih disebut HBNO (Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama). Walaupun ada yang menyebutkan HBNO bukan di sana tapi di dekat Masjid Sunan Ampel. Baca di website no.or.id terkait riwayat kantor PBNU dari masa ke masa. Kenyataan itu bisa benar karena dalam SK cagar budaya kantor itu adalah kantor GP Ansor dan dicetuskannya Resolusi Jihad

Bersama teman saya memasuki kantor itu. Sepertinya di dalam ada orang yang sedang piket menjaga. Saya mengucapkan salam dan dijawab oleh seorang penjaga kantor tersebut. Kami dibukakan pintu dan dipersilahkan masuk. Memasuki kantor itu, sepasang mata saya melihat dinding kantor yang dipasang bener Muktamar NU dari masa ke masa, gambar-gambar tokoh-tokoh maupun ulama NU.

Saya pun sempat mengambil gambar sekaligus memperkenalkan diri kepada penjaga kantor itu. Ia pun menyampaikan bahwa di lantai dua ada tempat bersejarah yang biasa dipakai rapat-rapat penting NU menghadapi dinamika yang ada. Sekitar 30 menit saya menatap sekeliling ruangan. Ada juga kepengurusan PCNU Surabaya dari masa ke masa.

Sebelum pamit pulang, saya menyempatkan melihat koleksi yang ada di ruang depan. Ada gambar logo NU pertama hasil karya KH Mujib Ridwan. Ada tulisan berisi pesan KH Hasyim Asy’ari kepada KH Ridwan Abdullah “Membuat symbol NU tidak boleh meniru simbol-simbol lain dan simbol itu harus Haibah tidak membosankan sampai kapanpun.

Selain itu ada tulisan tangan berisi fatwa Jihad KH Hasyim Asy’ari 11 September 1945 yaitu (1) Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan adalah fardu ain bagi orang yang mungkin meskipun orang kafir. (2) Hukumnya orang yang meninggal dalam peperangan melawan Nica dan komplotannya adalah mati syahid. (3) Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini wajib dibunuh.

Tak lupa saya mengabadikan gambar-gambar penting bagi saya pribadi sebagai warga NU. Setelah dirasa selesai, saya pamit pulang seperti ada kerinduan pada para pendiri NU. (Muhammad Nur Taufiq Mu'thi‎)


#NU93Berkhidmah.