Nasional

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 161: Korupsi di Zaman Rasulullah

Sab, 9 Desember 2023 | 19:00 WIB

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 161: Korupsi di Zaman Rasulullah

Stop korupsi. (Foto: NU Online)

Korupsi termasuk kejahatan yang sangat tua di Islam. Dalam sejarah, korupsi telah terjadi sejak zaman Nabi Muhammad saw, bahkan sejak awal terbentuknya masyarakat Islam di Madinah. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi bukanlah fenomena baru, melainkan telah ada sejak zaman dahulu kala.


Pada zaman Nabi, terdapat beberapa kasus korupsi yang terjadi. Istilah ghulul, suht atau risywah, dan hadaya al-'ummal dikenal pada periode awal Islam, yaitu pada masa pemerintahan Rasulullah. Istilah-istilah ini dikenal berdasarkan beberapa kejadian korupsi yang terjadi pada masa itu.


Salah satu korupsi termaktub dalam Q.S Ali Imran [3] ayat 161. Ayat ini menjelaskan terjadi korupsi pada masa Rasulullah. Berikut ini ayat, transliterasi, terjemah dan ragam tafsir Q.S Ali Imran [3] ayat 161:


وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّغُلَّ ۗوَمَنْ يَّغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ


Wa mā kāna linabiyyin ay yagull(a), wa may yaglul ya'ti bimā galla yaumal-qiyāmah(ti), ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamūn(a).


Artinya: "Tidak layak seorang nabi menyelewengkan (harta rampasan perang). Siapa yang menyelewengkan (-nya), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang diselewengkannya itu. Kemudian, setiap orang akan diberi balasan secara sempurna sesuai apa yang mereka lakukan dan mereka tidak dizalimi."


Ragam Tafsir Surah Ali Imran [3] ayat 161

Pertama, ayat ini turun di Madinah, setelah Rasulullah saw dan para sahabatnya berhasil memenangkan Perang Badar. Pada saat itu, ada sebagian orang yang menuduh Rasulullah dan para sahabatnya akan melakukan korupsi dalam pembagian harta rampasan perang. 


Dalam Tafsirnya, Abu Ja'far Ibnu Jarir at-Thabari, di Tafsir Jami' al-Bayan, Jilid 7, [Mekkah; Dar Tarbiyah wa At-Turats, tt], halaman 350, bahwa ghulul muncul pada peristiwa Perang Badar sekitar tahun 2 H, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas mengenai hilangnya sehelai beludru merah yang merupakan bagian dari harta rampasan perang Badar yang diperoleh dari kaum musyrikin.


Peristiwa ini terjadi setelah peperangan selesai. Para sahabat berkumpul untuk menghitung dan membagi-bagikan harta rampasan perang. Namun, ketika menghitung, mereka mendapati bahwa sehelai beludru merah yang bernilai tinggi tidak ada.


Para sahabat pun menjadi curiga. Mereka khawatir bahwa beludru merah tersebut telah diambil oleh salah seorang dari mereka. Di antara mereka ada yang mencurigai Rasulullah. Mereka beranggapan bahwa Rasulullah telah mengambil beludru merah tersebut untuk kepentingan pribadi.


Rasulullah pun mengetahui hal ini. Beliau pun segera membela diri. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak mungkin mengambil beludru merah tersebut. Beliau adalah seorang nabi, dan nabi tidak mungkin melakukan ghulul. Imam Ja'far at-Thabari berkata;


عن ابن عباس، قال = كانت قطيفة فقدت يوم بدر، فقالوا: أخذها رسول الله صلى الله عليه وسلم"! قال: فأنزل الله هذه الآية:"وما كان لنبي أن يغل


Artinya: "Dari Ibnu Abbas, ia berkata, "Suatu kali, ada sebuah kain beludru [baju kebesaran] yang hilang pada hari Pertempuran Badar. Orang-orang berkata, 'Rasulullah saw mengambilnya!' Maka Allah menurunkan ayat ini, 'Dan tidaklah pantas bagi seorang Nabi menyelewengkan [korupsi] harta rampasan perang."


Kedua, Syamsuddin Al-Qurthubi, dalam Tafsir Jami' Li Ahkami al-Qur'an, Jilid 4, [Kairo; Dar Kutub Al Misriyah, 1964] halaman 256 bahwa tafsir Ali Imran [2] ayat 161 diturunkan tentang korupsi beludru pada perang Badar. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbas, 'Ikrimah dan Ibnu Jubair; 

 
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ أيضا وعكرمة وابن جبير وغيرهم: نَزَلَتْ بِسَبَبِ قَطِيفَةٍ حَمْرَاءَ فُقِدَتْ فِي الْمَغَانِمِ يَوْمَ بَدْرٍ


Artinya: "Dan berkata Ibnu Abbas, dan juga Ikrimah dan Ibnu Jubair dan selain mereka, bahwa turunnya ayat tersebut disebabkan oleh hilangnya sehelai kain merah dalam harta rampasan perang pada Perang Badar."


Ketiga, Tafsir Ali Imran [161] ini menjelaskan tentang peristiwa di Perang Uhud, ketika para pemanah meninggalkan pos mereka karena takut tidak akan kebagian harta rampasan. Akibatnya, kaum Muslimin mengalami kewalahan dan banyak sahabat yang terbunuh. 


Akhirnya, Allah swt kemudian menurunkan ayat tersebut, yang menjelaskan bahwa Nabi Muhammad tidak curang dalam pembagian rampasan perang, sehingga tidak pantas bagi kaum Muslimin untuk menuduhnya. Ini sebagaimana dijelaskan oleh Syamsuddin Al-Qurthubi, dalam Tafsir Jami' Li Ahkami al-Qur'an, Jilid 4, [Kairo; Dar Kutub Al Misriyah, 1964] halaman 254;


الْأُولَى- لَمَّا أَخَلَّ الرُّمَاةُ يَوْمَ أُحُدٍ بِمَرَاكِزِهِمْ- عَلَى مَا تَقَدَّمَ- خَوْفًا مِنْ أَنْ يَسْتَوْلِيَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى الْغَنِيمَةِ فلا يصرف إليهم شي، بَيَّنَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَجُورُ فِي الْقِسْمَةِ، فَمَا كَانَ مِنْ حَقِّكُمْ أَنْ تَتَّهِمُوهُ. وَقَالَ الضَّحَّاكُ: بَلِ السَّبَبُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ طَلَائِعَ فِي بَعْضِ غَزَوَاتِهِ ثُمَّ غَنِمَ قَبْلَ مَجِيئِهِمْ، فَقَسَمَ لِلنَّاسِ وَلَمْ يَقْسِمْ لِلطَّلَائِعِ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ عِتَابًا:" وَما كانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ" أَيْ يَقْسِمُ لِبَعْضٍ وَيَتْرُكُ بَعْضًا.


Artinya: "Pertama; Pada hari Uhud, ketika para pemanah meninggalkan pos mereka, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, karena takut jika kaum muslimin akan merebut rampasan perang dan tidak akan memberikan apa pun kepada mereka, Allah Yang Mahasuci menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak berbuat curang dalam pembagian rampasan perang, sehingga tidak pantas bagi mereka untuk menuduhnya."


Dhahhak berkata: Akan tetapi, penyebabnya adalah bahwa Rasulullah pernah mengutus pasukan pelopor dalam beberapa peperangannya, kemudian mendapatkan rampasan perang sebelum kedatangan mereka. Beliau membagi rampasan perang itu kepada orang-orang, tetapi tidak membaginya kepada pasukan pelopor. Maka Allah menurunkan teguran kepadanya, "Dan tidak patut bagi seorang nabi berkhianat, dan siapa yang berkhianat." Yaitu, membagi kepada sebagian dan meninggalkan sebagian."


Keempat, Abu Muhammad al-Baghawi, Ma'alim at-Tanzil fi Tafsir al-Qur'an, Jilid I, [Beirut; Dar Ihya at Turats, 1420] halaman 528, bahwa ayat ini ditujukan kepada para pemanah yang meninggalkan pos mereka untuk mengejar harta rampasan. Para pemanah meninggalkan pos karena khawatir bahwa Nabi Muhammad SAW mengambil sesuatu. Akibatnya, kaum Muslimin mengalami kekalahan dan banyak sahabat yang syahid, termasuk Hamzah bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW;


وَقَالَ الْكَلْبِيُّ وَمُقَاتِلٌ: نَزَلَتْ فِي غَنَائِمِ أُحُدٍ حِينَ تَرَكَ الرُّمَاةُ الْمَرْكَزَ لِلْغَنِيمَةِ، وَقَالُوا: نَخْشَى أَنْ يَقُولَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَخَذَ شَيْئًا فَهُوَ لَهُ وَأَنْ لَا يَقْسِمَ الْغَنَائِمَ كَمَا لَمْ يَقْسِمْ [١] يَوْمَ بَدْرٍ، فَتَرَكُوا الْمَرْكَزَ وَوَقَعُوا فِي الْغَنَائِمِ،


Artinya: "Al-Kalbi dan Muqathtil berkata: Ayat ini turun pada peristiwa pembagian harta rampasan perang Uhud, ketika para pemanah meninggalkan pos mereka untuk mengejar harta rampasan. Mereka berkata, "Kami khawatir bahwa Nabi Muhammad saw. akan bersabda, 'Siapa pun yang mengambil sesuatu, maka itu miliknya,' dan bahwa beliau tidak akan membagikan harta rampasan sebagaimana beliau tidak membagikannya pada hari Badar." Maka mereka meninggalkan pos mereka dan jatuh ke dalam harta rampasan"


Kelima, Sementara menurut Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, bahwa tafsir ini sebagaimana diriwayatkan dikeluarkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun karena ketika terjadi Peperangan Badar setelah harta rampasan dikumpulkan, ternyata hilang sehelai khathifah, yaitu sehelai selendang bulu (wol) berwarna merah yang bisa dipergunakan penutup kepala pada musim dingin. 


Akan tetapi, pada sisi lain, tafsir ayat ini tentang perang Uhud. Pasalnya, pemanah-pemanah dalam perang Uhud meninggalkan posnya itu, menyangka bahwa harta rampasan tidak akan dibagikan kepada mereka, sebagaimana di Badar. Dan mendengar perkataan mereka itu, berkatalah Nabi SAW, “Apakah kamu sangka kami akan berbuat curang dan tidak akan membaginya kepada kamu?" Karena itu, turunlah ayat ini.


Demikian tafsir dari surah Ali Imran [2] ayat 161. Semoga bermanfaat.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian keislaman, tinggal di Ciputat