Nasional

Tata Cara Shalat Hajat dan Doa untuk Minta Jalan Keluar atau Punya Keinginan Khusus

Sel, 13 Juni 2023 | 18:00 WIB

Tata Cara Shalat Hajat dan Doa untuk Minta Jalan Keluar atau Punya Keinginan Khusus

Ilustrasi berdoa setelah shalat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Shalat hajat bisa menjadi salah satu pilihan langkah bagi umat Islam saat dirundung kesusahan ataupun tengah memiliki kepentingan tertentu. Syekh Nawawi Banten dalam kitab Nihayatuz Zain menegaskan bahwa orang sedang mengalami kesempitan, berhajat untuk membuat mashlahat agama dan dunianya, dan merasakan kesulitan karenanya, hendaklah melakukan shalat. Hal ini sebagaimana dikutip dari Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam artikel NU Online berjudul Tata Cara Shalat Hajat.

 

Ustadz Alhafiz menjelaskan bahwa Mazhab Syafi'i memasukkan shalat hajat ini sebagai salah satu shalat sunnah yang dikerjakan ketika seseorang sedang memiliki hajat tertentu, baik hajat yang berkaitan dengan kemaslahatan agama, maupun duniawinya. Sebab, shalat hajat ini merupakan salah satu bentuk munajat seorang hamba kepada Allah.

 

Shalat hajat ini dilaksanakan 12 rakaat. Sebab, dijelaskan dalam kitab yang sama, Syekh Nawawi mengutip riwayat dari Wahib bin Al-Warad yang menyebutkan bahwa doa yang makbul itu diawali dengan shalat sunnah sebanyak 12 rakaat.

 

Namun, shalat hajat ini juga dianggap sudah cukup memadai dengan hanya dua rakaat saja. Bahkan, dijelaskan bahwa dua rakaat shalat hajat ini tidak mesti dilakukan secara khusus dalam arti dengan niat shalat hajat. Namun, dua rakaat shalat hajat ini juga sudah terbilang memadai dengan mengerjakan shalat fardhu atau shalat sunnah tahiyyatul masjid, atau shalat sunnah lainnya. Namun, meskipun demikian, alangkah baiknya shalat hajat ini dikerjakan secara khusus.

 

Pada setiap rakaat shalat hajat ini, disunnahkan untuk membaca Surat Al-Fatihah, Ayat Kursi, dan Surat Al-Ikhlas. 

 

Selesai shalat, dianjurkan untuk membaca shalawat dan diikuti dengan membaca doa berikut.

 

سُبْحَانَ الَّذِي لَبِسَ العِزَّ وَقَالَ بِهِ، سُبْحَانَ الَّذِي تَعَطَّفَ بِالمَجْدِ وَتَكَرَّمَ بِهَ، سُبْحَانَ ذِي العِزِّ وَالكَرَمِ، سُبْحَانَ ذِي الطَوْلِ أَسْأَلُكَ بِمَعَاقِدِ العِزِّ مِنْ عَرْشِكَ وَمُنْتَهَى الرَّحْمَةِ مِنْ كِتَابِكَ وَبِاسْمِكَ الأَعْظَمِ وَجَدِّكَ الأَعْلَى وَكَلِمَاتِكَ التَّامَّاتِ العَامَّاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بِرٌّ وَلَا فَاجِرٌ أَنْ تُصَلِّيَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ 

 

Artinya, “Mahasuci Zat yang mengenakan keagungan dan berkata dengannya. Mahasuci Zat yang menaruh iba dan menjadi mulia karenanya. Mahasuci Zat pemilik keagungan dan kemuliaan. Mahasuci Zat pemilik karunia. Aku memohon kepada-Mu agar bershalawat untuk Sayyidina Muhammad dan keluarganya dengan garis-garis luar mulia Arasy-Mu, puncak rahmat kitab-Mu, dan dengan nama-Mu yang sangat agung, kemuliaan-Mu yang tinggi, kalimat-kalimat-Mu yang sempurna dan umum yang tidak dapat dilampaui oleh hamba yang taat dan durjana,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 103-104).

 

Setelah itu, dianjurkan juga untuk membaca doa Rasulullah saw sebagaimana riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.   

 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الحَلِيمُ الكَرِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ العَلِيُّ العَظِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ العَرْشِ العَظِيْمِ والحَمْدُ لِلهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ   

 

Artinya, “Tiada Tuhan selain Allah yang santun dan pemurah. Tiada Tuhan selain Allah yang maha tinggi dan agung. Mahasuci Allah, Tuhan Arasy yang megah. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 104). 

 

Setelah itu, orang yang sedang memiliki hajat tertentu melanjutkan bacaan doa Rasulullah saw riwayat Imam At-Tirmidzi berikut ini.

 

   اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِيْ ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضىً إِلَّا قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

 

Artinya, “Tiada Tuhan selain Allah yang maha lembut dan maha mulia. Maha suci Allah, penjaga Arasy yang agung. Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Aku mohon kepada-Mu bimbingan amal sesuai rahmat-Mu, ketetapan ampunan-Mu, kesempatan meraih sebanyak kebaikan, dan perlindungan dari segala dosa. Janganlah Kau biarkan satu dosa tersisa padaku, tetapi ampunilah. Jangan juga Kau tinggalkanku dalam keadaan bimbang, karenanya bebaskanlah. Jangan pula Kau telantarkanku yang sedang berhajat sesuai ridha-Mu karena itu penuhilah hajatku. Hai Tuhan yang maha pengasih,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 104). 

 

Setelah itu, barulah orang yang punya kepentingan khusus itu dapat memanjatkan doa sesuai dengan hajat khususnya masing-masing. 

 

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa shalat hajat bisa dilakukan sebagai berikut:

 
  1. Shalat dua rakaat (atau 12 rakaat).
  2. Dianjurkan membaca Surat Al-Fatihah, Ayat Kursi, dan Al-Ikhlas (atau Surat Al-Fatihah dan surat pendek lainnya).
  3. Membaca shalawat.
  4. Doa yang warid, doa hajat.
  5. Doa kepada Allah menyatakan hajat pribadinya.
 

Pewarta: Syakir NF
Editor: Aiz Luthfi