Nasional

Tolak Kekerasan Seksual, Rumah Inklusif Kebumen Gelar Aksi Keprihatinan dan Doa Lintas Agama

Sel, 28 Desember 2021 | 06:30 WIB

Tolak Kekerasan Seksual, Rumah Inklusif Kebumen Gelar Aksi Keprihatinan dan Doa Lintas Agama

Doa bersama lintas agama di Rumah Joglo Inklusif Kebumen, pada Ahad (26/12/2021). (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Rumah Inklusif, sebuah komunitas keluarga kaum difabel di Kebumen, Jawa Tengah, menggelar aksi keprihatinan dan doa bersama lintas agama, di Rumah Joglo Inklusif Kebumen, pada Ahad (26/12/2021).

 

Aksi tersebut diadakan sebagai respons Rumah Inklusif untuk menolak berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, akhir-akhir ini. Ketua Rumah

 

Inklusif Kebumen, Nyai Muinatul Khoiriyah menyebutkan bahwa terdapat banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi sepanjang 2021. Kasus yang paling menghebohkan masyarakat Indonesia terjadi di Bandung, Jawa Barat.

 

"Seorang yang disebut-sebut seorang guru ngaji memperkosa para santriwatinya, hingga puluhan mereka mengandung dan melahirkan anak," kata Nyai Iin, sapaan akrabnya, kepada NU Online, Senin (27/12/2021).

 

Menurutnya, kasus kekerasan seksual yang terjadi di Bandung itu hanya salah satu kasus yang mencuat di media. Ia yakin bahwa di luar sana, masih banyak kasus serupa yang hanya jadi berita kecil dan tidak viral. Bahkan malah tidak ada beritanya sama sekali. 

 

"Berkait dengan kasus kekerasan seksual seperti itu, kita semua orang-orang yang masih waras, tentu prihatin. Memang, ada banyak faktor yang memungkinkan kejadian itu. Tetapi apa pun faktornya kejadian semacam itu tidak bisa dibenarkan secara moral dan agama," tegasnya.

 

Nyai Iin menegaskan bahwa secara moral, perbuatan memperkosa adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Sementara dari perspektif agama, tindakan pemerkosaan jelas dihitung sebagai perbuatan dosa. 

 

"Rumah Inklusif sebagai sebuah komunitas keluarga disabilitas di Kebumen, merasa terpanggil untuk ikut menyuarakan penolakan kekerasan seksual yang terjadi di mana pun. Tidak saja untuk hari ini tetapi juga untuk di masa depan," ungkap Nyai Iin.

 

Menurutnya, kekerasan seksual telah melanggar hak orang lain, terutama perempuan yang menjadi korbannya. Terlebih apabila korban dari kekerasan seksual adalah seseorang dengan kebutuhan khusus atau difabel.

 

Gelaran aksi keprihatinan dan doa yang dilakukan Rumah Inklusif bertujuan untuk menolak segala macam praktik kekerasan seksual di seluruh Indonesia.  "Sekaligus untuk mendoakan para korban (kekerasan seksual) untuk memberi dukungan moral," katanya.  

 

Nyai Iin menyebutkan, aksi keprihatinan dan doa itu dihadiri para keluarga difabel Rumah Inklusif, kaum difabel dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) dan Bina Akses Kebumen. Selain itu, acara ini dihadiri oleh para mahasiswa dan peserta umum. Sekitar 60 orang hadir dan memadati Joglo Rumah Inklusif Kebumen.

 

Agenda aksi keprihatinan itu juga diisi dengan berbagai rangkaian acara. Di antaranya pembacaan puisi oleh seorang difabel yang berisi tentang penolakan kekerasan terhadap perempuan. Ada pula pembacaan buku harian seorang difabel yang berkisah tentang pengalaman mereka selama sepuluh tahun mengalami kekerasan. 

 

"Juga ada kesaksian oleh seorang perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena si ibu itu memiliki anak disabilitas," jelas Nyai Iin.


Aksi keprihatinan juga diisi peragaan busana (fashion show) Batik Pegon. Nyai Iin menjelaskan bahwa Batik Pegon merupakan karya dari anak-anak difabel dan keluarganya di Rumah Inklusif Kebumen.

 

Batik Pegon mempunyai banyak edisi dan setiap edisi coraknya merupakan cerita tentang pengalaman kehidupan para difabel. Peragaan busana itu menampilkan Batik Pegon Edisi Anti-Kekerasan yang bernama Edisi Pangastuti.

 

"Batik Pegon Edisi Pangastuti dibuat di awal masa pandemi Covid-19 pada 2019. Kemunculan edisi itu sebagai respons atas tindakan pembulian dan kekerasan yang dialami difabel dari lingkungan sekitarnya," kata Nyai Iin. 

 

Melalui peragaan busana Batik Pegon Edisi Pangastuti itu, Nyai Iin dan Rumah Inklusif menyerukan agar tindakan kekerasan, terutama kepada perempuan, anak-anak, dan kaum difabel, segera diakhiri. 


"Dunia tidak akan pernah damai manakala aksi kekerasan masih saja terjadi," tegasnya.

 

Aksi Keprihatinan ini ditutup dengan doa bersama lintas agama. Doa dari Muslim diwakili oleh Agus Salim Chamidi dari Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Kebumen. Sementara doa dari kalangan non-Muslim dilakukan oleh Pendeta Dewi Ratna dari Gereka Persekutuan Kristen Jawa Kebumen. 

 

"Doa bersama itu untuk meminta kepada Tuhan yang Maha Esa agar kekerasan seksual tidak lagi terjadi di masa depan," harap Nyai Iin.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan