Umat Beragama Perlu Jihad Prestasi, Bukan Perang
NU Online · Ahad, 14 Juni 2015 | 01:08 WIB
Semarang, NU Online
Umat beragama perlu melakukan jihad prestasi (fight for achievement). Yaitu berjuang sepenuh kekuatan untuk menciptakan kemakmuran, peradaban. Bukan jihad keras seperti ketika melawan penjajah.
<>
Hal itu disampaikan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Komaruddin Hidayat dalam forum diskusi di Konferensi Nasional I Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Hotel Pandanaran Semarang, Sabtu, (13/6).
Ia menjelaskan, saat ini yang diperlukan adalah fight for, bukan fight against. Yaitu semangat membangun prestasi kebaikan kemanusiaan, bukan semangat memerangi penjajahan. Apabila di masa damai usai merdeka begini masih memakai pola fight against, maka yang muncul adalah tindakan merusak (destruktif) seperti terorisme.
“Saat ini kita perlu jihad prestasi membangun peradaban dalam rumah bangsa yang sudah merdeka. Tidak lagi jihad memerangi penjajah seperti dulu,” paparnya.
Lebih lanjut Komaruddin menyampaikan, agama selelu mendukung lahirnya peradaban unggul dan mengangkat derajat sebuah bangsa, dalam perjalanannya sering tersudutkan sebagai pesakitan akibat terjadinya politisasi atau manupulasi agama. Maka muncullah citra agama sebagai sumber legitimasi penguasa.
“Agama jadi berwajah ganda. Di satu sisi dipuji, dipertahakan dan dikeramatkan sebagai jalan suci. Pada sisi lain lalu dicurigai dan dianggap sebagai penghancur peradaban. Sehingga menjadi paradoks,” pungkasnya.
FKUB Seksi di Mata Politisi
Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Agama RI Prof Dr Ahmad Gunaryo yang berbicara dalam sesion berikutnya mengatakan, FKUB mengatur ketat pengisian kepengurusannya. Tidak sembarang tokoh agama bisa menjadi pengurus FKUB. Hanya tokoh agama yang tidak berkecimpung di politik yang bisa menjadi pengurus FKUB.
Namun menurut temuannya, FKUB selalu dipandang seksi para politisi. Sehingga mantan bupati, mantan gubernur atau wakil gubernut, mantan bupati/walikota atau mantan anggota DPRD berusaha masuk menjadi pengurus FKUB.
Itu karena FKUB memiliki potensi politik besar, mengingat berisi para tokoh agama yang punya pengikut sangat banyak. “Mengendalikan” FKUB bisa diartikan mengendalikan dukungan umat seluruh agama di daerah.
“Posisi organisasi FKUB sangat strategis dipandang dari isi politik praktis. Jadi seksi di mata politisi,” kata guru bersar IAIN Walisongo Semarang ini.
Gunaryo mengajak seluruh pengurus FKUB meneguhkan prinsip yang kuat untuk tidak mudah terpengaruh politik. Upaya masuknya mantan kepala daerah atau mantan anggota dewan, itu ujian bagi FKUB apakah bisa menjaga independensi dan kepercayaan umat atau tidak.
“Ujian bagi FKUB adalah pengaruh politik. Bisa juga kepala daerah aktif berusaha memanfaatkan FKUB untuk kepentingan politiknya. Saya percaya FKUB tidak akan terseret politik,” tandasnya.
Para pemimpin agama, kata dia, adalah orang yang selalu diminta nasehatnya. Posisinya adalah imam yang membimbing dan menasehati. Maka menurutnya, dalam struktur kepengurusan FKUB tidak perlu ada penasehat. Apalagi jika penasehatnya itu adalah gubernur atau bupati. Sedangkan gubernur atau bupati itu justru yang harus dinasehati para ulama atau pempimpin agama di daerahnya.
“Jangan ada penasehat di struktur organisasi FKUB. Karena ininya para pemimpin agama semua yang posisinya adalah menasehati. Lebih tidak boleh lagi kalau yang jadi penasehat adalah kepala daerah. Itu nanti jadi kebalik, yang harusnya dinasehati kok malah menasehati,” pungkasnya.
Di sesi yang sama, mantan Kepala Balitbang Kemenag RI Prof Dr Atho´ Mudzhar menerangkan, sejak dikeluarkannya Peraturan Bersama Menteri (PBM), yaitu Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 9 dan 8 tahun 2008, hingga kini telah terbentuk FKUB di seluruh 33 propinsi. Serta telah ada di 241 kabupaten dan 65 kota di Indonesia.
Ia jelaskan, dukungan Pemda sudah baik dan perlu ditingkatkan terus. Termasuk dalam penganggaran untuk FKUB. Menurutnya perhatian Pemda sangat diperlukan karena FKUB menjadi penopang kerukunan beragama di daerah.
“Menjaga kerukunan itu sulit, berat. Maka perlu dukungan Pemda. Anggaran untuk FKUB perlu ditingkatkan,” paparnya.
Konfernas I FKUB yang diinisiasi FKUB Jawa Tengah ini berlangsung sejak Jum’at hingga Minggu, (12-14/6/2015). Dihadiri 24 pengurus FKUB propinsi se-Indonesia dengan tema “Mendesain Kedewasaan dan Pendewasaan Beragama dalam Masyarakat Plural”.
Sejumlah narasumber mengisi Konfernas ini, yakni Dr H. Lukman Hakim Saefudin (Menteri Agama RI), H. Ganjar Pranowo, SH (Gubernur Jawa Tengah), Prof. Dr. H. Komaruddin Hidayat, Romo Benny Susetyo, Prof. Dr. John Titaley, MA, KH. Masdar F. Mas’udi, MA, Prof. Dr. Atho’ Mudzhar, MA, Dr. Hastaning Sakti, M.Kes, dan Prof. Dr. Ahmad Gunaryo, M.Soc.Sc.
Konfernas ini dibuka dengan pagelaran wayang kulit empat jam oleh Ki Dalang Yazid Jamil dan kolaborasi musikal dengan sinden (asal) Jepang Hiromi Kano. (Ichwan/Mahbib)
Terpopuler
1
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
2
Asyura, Tragedi Karbala, dan Sentimen Umayyah terhadap Ahlul Bait
3
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
4
Rais Aam PBNU: Para Ulama Tarekat di NU Ada di JATMAN
5
Gencatan Senjata Israel-Hamas
6
Gus Yahya: NU Berpegang dengan Dua Tradisi Tarekat dan Syariat
Terkini
Lihat Semua