Nasional

Wali Songo Jadikan Wayang di Nusantara Identik dengan Ajaran Islam

Sab, 19 Februari 2022 | 09:00 WIB

Wali Songo Jadikan Wayang di Nusantara Identik dengan Ajaran Islam

Ilustrasi: Kisah-kisah pewayangan berasal dari wiracarita atau karya sastra tradisional dari India seperti Mahabharata dan Ramayana. Ketika sudah masuk ke Nusantara, lakon pewayangan diubah oleh para Wali Songo yang sangat lekat kaitannya dengan ajaran-ajaran Islam. 

Jakarta, NU Online
Dalang asal Malang, Jawa Timur, Ki Ardhi Poerboantoro menjelaskan bahwa para Wali Songo telah menjadikan wayang di Nusantara identik dengan ajaran Islam. Ki Ardhi mengatakan, wayang berasal dari India yang sarat dengan ajaran Hindu. 

 

Ketika tiba di Nusantara, wayang dijadikan sebagai media dakwah Wali Songo. Wayang kemudian mengalami perubahan-perubahan, baik secara bentuk maupun isi dalam pertunjukannya. 

 

"Wayang itu diciptakan melalui proses perenungan panjang. Bahkan, Kanjeng Sunan Kalijaga harus duduk sampai mendapatkan sapaan dari Nabi Khidir untuk bisa menggambar wayang," jelas Ki Ardhi dalam Mimbar Kebudayaan yang digelar secara daring oleh Himpunan Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam (Hima SPI) Fakultas Islam Nusantara (FIN) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta, Jumat (18/2/2022).

 

Ia menyebutkan, kisah-kisah pewayangan itu berasal dari wiracarita atau karya sastra tradisional dari India seperti Mahabharata dan Ramayana. Hanya saja, ketika sudah masuk ke Nusantara, lakon pewayangan sudah diubah oleh para Wali Songo yang sangat lekat kaitannya dengan ajaran-ajaran Islam. 

 

Ki Ardhi menerangkan bahwa terdapat banyak ajaran Islam yang telah dimasukkan ke dalam kisah pewayangan. Sebelum Islam berkembang, masyarakat Nusantara mempercayai dewa-dewa sebagai kekuatan utama dalam kehidupan. 

 

Tetapi, ketika Wali Songo datang, dewa-dewa bukanlah menjadi yang utama tetapi justru menjadi sahabat manusia. Sebab dalam Serat Pustakaraja disebutkan, puncak dari para dewa adalah Nabi Adam. 

 

"Sehingga dewa itu bukanlah sesuatu yang adikodrati (supernatural)," terang seorang dalang yang aktif berkegiatan di Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU itu. 

 

Bahkan, lanjutnya, sosok Bathara Guru yang memiliki tangan empat dan dalam ajaran Hindu dipercaya sebagai penguasa tiga dunia (Mayapada, Madyapada, Arcapada) telah mengalami perubahan ketika berada di tangan Wali Songo. 

 

"Bathara Guru yang tangannya empat itu diceritakan sebagai sifat-sifat nabi yakni shiddiq (jujur), tabligh (penyampai pesan), fathonah (cerdas), dan amanah (terpercaya)," jelas Ki Ardhi.

 

Ia pun membuat gambaran sketsa yang berbeda dari sosok dewa Bathara Guru itu. Bathara Guru yang dimiliki Ki Ardhi itu pun digambar seperti kiai dengan berserban dan tangannya sedang memegang tasbih. Bahkan, keempat tangan Bathara Guru bisa digerak-gerakkan agar memudahkan dalam menyampaikan pesan moral. 
 

"Jadi kalau bercerita tentang wayang versi para wali juga sudah sangat identik dengan nilai-nilai keislaman," jelasnya. 

 

Begitu pula mengenai kayon wayang, yakni gunungan yang memiliki ajaran kebijaksanaan sangat tinggi. Kayon merupakan sesuatu yang wajib dibawa dan digunakan oleh dalang dalam setiap pagelaran. 

 

Ki Ardhi membuat kayon yang menggambarkan kehidupan nafsu manusia. Di dalam gunungan yang dimiliki Ki Ardhi itu terdapat gambar banteng, harimau, ular, dan merak. 

 

"Ini lengkap. Menggambarkan nafsu manusia. Manusia kalau hidup tanpa nafsu itu hidupnya tidak akan sempurna," jelasnya.

 

Sementara itu, pada Mimbar Kebudayaan ini dihadirkan pula Budayawan NU Abdullah Wong. Ia menjelaskan tentang ajaran tasawuf yang terdapat dalam wayang. 

 

Menurut Wong, sebagaimana ajaran tasawuf, wayang dan semua benda yang ada di dunia hendaklah dijadikan sebagai sarana atau media untuk mengantarkan diri kepada Allah. Hal itulah yang dilakukan Wali Songo. Lakon wayang akan menjadi haram ketika wayang dimainkan untuk mengajak manusia menyekutukan Allah. 

 

"Saya setuju kalau wayang haram ketika kontennya mengandung kemusyrikan. Ini artinya semua wahana, termasuk wayang, yang berpeluang untuk sampai pada kemusyrikan, maka haram hukumnya," tegas Wong. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan