Nasional NU PEDULI SULTENG

Waspadai Banjir Debris di Pengungsian Terdampak Gempa Sulteng

Sen, 15 Oktober 2018 | 12:15 WIB

Waspadai Banjir Debris di Pengungsian Terdampak Gempa Sulteng

Perbukitan di Sigi longsor akibat gempa.

Palu, NU Online
Memerhatikan intensitas hujan yang mulai terjadi di Sulawesi Tengah, Ketua GP Ansor Sulteng meminta masyarakat mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir debris.

“Kalau melihat karakter pegunungan dan tanah di Sulawesi Tengah seperti di Kecamatan Dolo Selatan, itu potensi banjir debrisnya tinggi,” kata Alamsyah di Pos NU Peduli Sulteng, Tavanjuka, Ahad (14/10) malam.

Karakter yang dimaksud Alamsyah dapat dilihat dari aliran sungai yang kering dan berisi pasir jika lama tidak turun hujan. Namun, jika terjadi hujan beberapa jam saja, aliaran air langsung membludak.

Debris atau banjir bandang adalah keadaan di mana luapan air sungai yang terjadi secara mendadak. Banjir debris tidak hanya membawa air, namun bisa batu, pasir dan lumpur.

“Beberapa tahun lalu pernah terjadi banjir debris dengan membawa batu ukuran tiga meter. Banjir menghancurkan lima belas rumah,” kata pria yang juga dosen Prodi Teknik Sipil Universitas Tadulako, Palu.

Alamsyah mengkhawatirkan jika banjir debris terjadi di pengungsian, bakal menambah duka dan kerugian ketika akibat gempa dan tsunami juga masih harus diselesaikan.

Menurut Alamsyah, sebelum bicara bagaimana penanganan akibat banjir debris, masyarakat termasuk relawan harus diberi kesadaran bagaimana mencegah kerugian akibat banjir debris. Warga dan relawan harus memahami daerah atau kondisi tanah yang dijadikan lokasi pengungsian.

“Jangan asal karena tanah lapang, daerah ketinggian dan jauh dari pantai, masyarakat lalu mendirikan tenda pengungsian,” tegas peraih master pada bidang Teknik Sipil ini.

Beberapa hal yang bisa dipertimbangkan untuk terhindar dari kemungkinan banjir debris adalah wilayah tersebut bisa menahan serapan air atau tidak. Alamsyah menggambarkan, timbulnya banjir debris sama seperti ketika kita menyiram tumpukan pasir.

“Kalau air kita siramkan ke pasir, ada bagian yang dapat menahan resapan air. Lalu kalau sudah penuh kandungan airnya dan tidak kuat lagi menahan air, pasir tersebut akan mengalir ke satu arah,” terang Alamsyah.

Potensi debris juga dapat dilihat dari runtuhnya tanah di beberapa perbukitan akibat gempa. Reruntuhan itu juga harus diwaspadai karena jika sewaktu-waktu terjadi hujan dalam durasi yang lama, reruntuhan tanah akan tergerus air dan menimpa perdesaan.

“Kita lihat di Sibalaya misalnya ada beberapa bukit yang runtuh. Memang kelihatannya jauh, padahal jaraknya lima ratus atau satu kilometer (dari permukiman). Itu kalau tiba-tiba hujan besar, lalu longsor, bisa membahayakan juga,” katanya.

Mengingat besarnya potensi bahaya banjir debris dan tanah longsor, Alamsyah mengatakan pihaknya menjadikan situasi tersebut dalam rekomendasi asesmen penanganan kebencanaan terutama di Sulawesi Tengah saat ini. (Kendi Setiawan)