Bogor, NU Online
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menggelar Workshop RUU Pesantren; Arah, Tantangan, dan Impikasi. Kegiatan yang diikuti para pengasuh pesantren berlangsung di Hotel Sahira Butik Hotel, Bogor, Jawa Barat.
Dibuka Selasa (2/7) sore, Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Amsal Bakhtiar mengatakan RUU Pesantren merupakan gagasan yang disepakati oleh komisi VIII DPR, di mana hasilnya disepakati RUU yang dilanjutkan pembahasannya oleh DPR dan kemudian disahkan oleh pemerintah di awal tahun.
Para peserta diundang dalam workshop karena diperlukan kontribusi positif bagi RUU. "Karena jika disahkan oleh DPR maka itu akan menjadi the poin of no return (tidak bisa kembali). Karena itu, workshop RUU ini harus dicermati dengan baik, agar hasil dari kegiatan ini merupakan sesuatu yang baik dan memajukkan bagi pesantren," kata Amsal.
Menurutnya tidak ada niat dibuatkannya RUU tersebut untuk mengucilkan pesantren, karena kontribusi pesantren sudah ratusan tahun bagi bangsa Indonesia yang beradab, berpendidikan, dan cerdas. RUU ini dibuat sebagai penghargaan bagi pesantren yang telah ikut berjuang memerdekakan Indonesia.
Selain itu, pesantren merupakan garda terdepan (back up) yang mempertahankan NKRI dari tangan Komunis di tahun 1965. Juga, pada masa transisi dari Orde Baru ke era Reformasi, pesantren telah mempengaruhi. "Oleh karena itu, kita ingin memposisikan pesantren yang sangat strategis, di tahun ke 74 kemerdekaan indonesia," lanjutnya.
Amsal mengatakan adanya tantangan pesantren sekarang adalah bagaimana menghadapi revolusi industri 4.0. Revolusi Industri 4.0 adalah perkembangan industri IT yang terjadi karena suatu goncangan yang hebat (distruption), banyak yang kemudian usaha-usaha yang mati total karena tidak mengikuti perkembangan IT.
Â
"Goncangan inilah yang kemudian akan menghinggapi dunia pesantren. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana cara pesantren menghadapi era distruption tersebut, karena jikat tidak dilakukan pembenahan melalui IT, pesantren akan semakin tertinggal dengan dunia pendidikan lain," paparnya.
Adanya workshop ini, ungkap Amsal, juga menjadi salah satu wadah diskusi bagaimana kasus di atas dapat dihadapi oleh pesantren, yang kemudian nantinya dibuatkan rekomendasi untuk rapat Pleno DPR sebelum disahkan menjadi UU Pesantren.
Sementara itu, Kepala Bidang Litbang Pendidikan Keagamaan M Murtadho menambahkan posisi forum ini merupakan halaqoh yang diwakili oleh wilayah, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.
Murtadho menyebutkan tantangan yang juga berdampak ke dunia pesantren, adalah bonus demografi 2030. Di mana Indonesia berada di titik puncak. "Jika santri tidak mempunyai kompetensi maka pesantren akan tertinggal," katanya.Â
Selama ini banyak yang mengasumsikan pesantren sebagai tempat kumuh dan belum maju. "Harapannya dengan UU Pesantren, pemerintah dapat membantu persoalan tersebut," pungkasnya. (Kendi Setiawan)