Tanggapi Skandal Menantu Mertua, Begini Hubungan Keduanya dalam Kajian Fiqih
Ahad, 1 Januari 2023 | 09:00 WIB
Ikatan perkawinan juga membuat orang tersambung dalam hubungan menantu dan mertua. (Ilustrasi: NU Online/freepik)
M. Tatam Wijaya
Kolomnis
Mencuatnya kasus hubungan di luar batas antara seorang pria dengan ibu mertuanya kiranya cukup menarik bagi kita untuk melihat kembali bagaimana syariat menetapkan hubungan keduanya. Seberapa dekat hubungan mereka? Apa saja konsekuensi dari hubungan itu? Dan bisakah hubungan mereka berakhir seiring dengan berakhirnya perkawinan?
Allah telah berfirman dalam Al-Quran:
ŁŁŁŁŁŁ Ų§ŁŁŁŲ°ŁŁ Ų®ŁŁŁŁŁ Ł
ŁŁŁ Ų§ŁŁŁ
Ų§Ų”Ł ŲØŁŲ“ŁŲ±Ų§Ł ŁŁŲ¬ŁŲ¹ŁŁŁŁŁ ŁŁŲ³ŁŲØŲ§Ł ŁŁŲµŁŁŁŲ±Ų§Ł ŁŁŁŲ§ŁŁ Ų±ŁŲØŁŁŁŁ ŁŁŲÆŁŁŲ±Ų§Ł
Artinya, āDialah (Allah) yang menciptakan manusia dari air (mani). Lalu, Dia menjadikannya mempunyai Ā nasab (hubungan darah) dan shihr (hubungan perkawinan),ā (QS. al-Furqan [26]: 54).
Menurut al-Mawardi, makna asal dari shihr adalah āpercampuranā sehingga perkawinan juga disebut shihr karena adanya percampuran atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan sekaligus melahirkan hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. (Lihat: Tafsir al-Mawardi, jilid IV, halaman 151).
Selanjutnya, menurut Ibnu Qutaibah, shihr juga berarti kerabat karena perkawinan, sedangkan nasab berarti kerabat karena hubungan darah atau keturunan. Dengan kata lain, seperti yang ditegaskan oleh al-Kalabi, nasab adalah orang-orang yang haram dinikahi karena hubungan kerabat, sedangkan shihr adalah orang-orang yang haram dinikah karena hubungan kerabat dan selain hubungan kerabat. (Lihat: Jamaluddin Abul-Faraj, Zadul Masir fi āIlmit Tafsir, jilid III, halaman 325).
Dari hubungan shihr atau perkawinan ini lahir dua bentuk mahram, yaitu mahram muabbad (permanen) dan mahram muaqqat (sementara). Mahram muabbad terdiri dari ibu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu tiri. Sedangkan mahram muaqqatnya adalah saudara perempuan dan bibi dari perempuan yang dinikahi, yaitu ipar dan bibinya.
Dengan demikian, hubungan seorang laki-laki dan ibu mertuanya adalah hubungan mushaharah. Syariat menetapkan, ketika seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, maka ibu kandung dan nenek perempuan tersebut langsung menjadi mahram muabbad-nya.Ā
ŁŲŖŲŲ±Ł
Ų¹ŁŁŁ Ł
Ł Ų¬ŁŲ© Ų§ŁŁ
ŲµŲ§ŁŲ±Ų© Ų£Ł
Ų§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© ŲÆŲ®Ł ŲØŁŲ§ Ų£Ł ŁŁ
ŁŲÆŲ®ŁŲ ŁŁŁŁŁ ŲŖŲ¹Ų§ŁŁ (ŁŲ£Ł
ŁŲ§ŲŖ ŁŲ³Ų§Ų¦ŁŁ
) ŁŁŲŲ±Ł
Ų¹ŁŁŁ ŁŁ Ł
Ł ŁŲÆŁŁ Ų„ŁŁ Ų„Ł
Ų±Ų£ŲŖŁ ŲØŲ§ŁŲ§Ł
ŁŁ
Ų© Ł
Ł Ų§ŁŲ¬ŲÆŲ§ŲŖ Ł
Ł Ų§ŁŲ§ŲØ ŁŲ§ŁŲ§Ł
Artinya: āKarena sebab mushaharah (perkawinan), ibu si perempuan yang dinikahi menjadi mahram bagi si laki-laki, baik sudah digauli ataupun belum, berdasarkan ayat: '(Diharamkan bagi kalian) para ibu dari istri-istri kalian,' (QS. an-Nisaā [4]: 23). Demikian pula menjadi mahram semua perempuan yang memiliki hubungan keibuan dengan perempuan tersebut, yaitu nenek-neneknya, baik nenek dari ayah maupun nenek dari ibu,ā (Lihat: al-Imam an-Nawawi, [Majmuā Syarh al-Muhadzab], jilid XVI, halaman 216).
Berdasarkan petikan di atas, walaupun baru sekadar akad dan belum berhubungan suami-istri, seorang laki-laki langsung memiliki hubungan mahram muabbad dengan ibu perempuan yang dinikahinya (mertua).
Konsekuensi mahram muabbad adalah mahram selamanya. Artinya, tidak ada bekas mertua walaupun si laki-laki tadi sudah bercerai dengan istrinya. Konsekuensi lainnya adalah si laki-laki tidak batal wudhu jika bersentuhan dengan ibu mertuanya. Di sisi lain, Ā si ibu mertua juga memiliki batasan aurat yang lebih longgar layaknya batas aurat seorang perempuan di hadapan mahramnya, yaitu antara pusar dan lutut selama terhindar dari fitnah.
Sebagai tambahan, selain melahirkan hubungan mahram muabbad dengan ibu mertua, hubungan mushaharah seorang laki-laki juga melahirkan hubungan mahram muabbad dengan anak tiri perempuannya (jika ada) setelah adanya pergaulan suami-istri, serta melahirkan hubungan mahram muaqqat dengan saudari iparnya atau bibi istrinya.
ŁŁŲŲ±Ł
Ų¹ŁŁŁ Ų§ŲØŁŲ© Ų§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© ŲØŁŁŲ³ Ų§ŁŲ¹ŁŲÆ ŲŖŲŲ±ŁŁ
Ų¬Ł
Ų¹Ų ŁŲ§ŁŁ Ų„Ų°Ų§ ŲŲ±Ł
Ų¹ŁŁŁ Ų§ŁŲ¬Ł
Ų¹ ŲØŁŁ Ų§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© ŁŲ£Ų®ŲŖŁŲ§Ų ŁŁŲ£Ł ŁŲŲ±Ł
Ų§ŁŲ¬Ł
Ų¹ ŲØŁŁ Ų§ŁŁ
Ų±Ų£Ų© ŁŲ§ŲØŁŲŖŁŲ§ Ų£ŁŁŁ
Arinya: āJuga haram bagi (si laki-laki) menikahi anak perempaun istrinya (anak tiri) dalam satu akad (bersamaan) karena haram menggabungkan. Logikanya, ketika haram menggabungkan seorang perempuan dengan saudarinya, maka lebih haram lagi menggabungkan antara seorang perempuan dengan anaknya. (Lihat: An-Nawawi: XVI/216).
Walhasil, setelah menikahi seorang perempuan, maka diharamkan secara permanen menikahi ibu dan anak perempuannya sekaligus, baik dalam waktu bersamaan maupun dalam waktu terpisah. Meski demikian, menikahi anak tirinya masih dimungkinkan selama telah bercerai dengan ibunya dan belum berhubungan badan dengan ibunya. Sementara menikahi adik ipar atau bibinya diperbolehkan selama tidak dalam waktu bersamaan.
Dari uraian di atas, hubungan seorang laki-laki dengan ibu mertua dapat disimpulkan sebagai berikut:
ā¢ Allah menciptakan manusia sekaligus menjadikannya memiliki hubungan nasab dan perkawinan.
ā¢ Hubungan seorang laki-laki dengan ibu mertuanya termasuk hubungan mushaharah atau perkawinan, dimana syariat menetapkan adanya hubungan mahram muabbad di antara keduanya. Karena permanen, maka hubungan tersebut tidak ada batas akhirnya.
ā¢ Syariat mengajarkan, sikap, penghormatan, perlakuan, dan kedekatan seorang laki-laki terhadap ibu mertuanya layaknya sikap, penghormatan, perlakuan, dan kedekatannya terhadap ibunya sendiri. Hal itu harus ditunjukkan sejak berlangsungnya akad pernikahan yang sah, bukan sejak pergaulan suami-istri, sebagaimana terbentuknya hubungan tersebut sejak selesainya akad atau ijab-kabul.
ā¢ Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka ia langsung memiliki hubungan mahram muabbad dengan ibu mertuanya walaupun baru sekadar akad dan belum bergaul suami istri.
ā¢ Akibat hubungan mushaharah atau perkawinan, seorang laki-laki haram menikah dengan ibu mertuanya, baik baik dalam waktu bersamaan maupun waktu yang berbeda.
ā¢ Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka ia juga memiliki hubungan mahram muabbad dengan anak tiri perempuannya manakala telah bergaul suami-istri dengan ibunya. Artinya, jika belum pernah bergaul dengan istrinya, maka ia boleh menikahi anak tirinya. Namun, pelaksanaannya harus sudah bercerai dengan ibunya dan bukan dalam waktu yang bersamaan.
ā¢ Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka ia memiliki hubungan mahram muaqqat dengan saudara perempuan dan bibi perempuan tersebut. Artinya, ia boleh menikahi adik ipar atau bibi istrinya tetapi bukan dalam waktu yang bersamaan.
ā¢ Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka ia tidak batal wudhu jika bersentuhan kulit dengan ibu mertuanya.
ā¢ Ketika seorang laki-laki menikahi seorang perempuan, maka aurat ibu mertuanya menjadi longgar di hadapannya, layaknya aurat seorang perempuan dengan laki-laki yang menjadi mahramnya. Dengan catatan, hal itu aman dari fitnah. Artinya, jika tidak aman dari fitnah, maka si ibu mertua harus menjaga pergaulan dengan menantu laki-lakinya. Wallahu āalam.
Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim āSyubbanul Muttaqinā Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Terpopuler
1
Gus Kikin Tegaskan NU Mengutamakan Keilmuan
2
Salim Said Tokoh Pers dan Perfilman Nasional Meninggal Dunia, Ini Profilnya
3
Pergunu dan Universitas KH Abdul Chalim Buka Beasiswa S1-S3, Cek Persyaratannya di Sini
4
Bolehkah Berkurban sebelum Aqiqah? Perhatikan Hukumnya Agar Sah
5
Sosok Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Wafat dalam Insiden Helikopter
6
Kisah 3 Pemuda Banggakan Nasabnya saat Latihan Memanah
Terkini
Lihat Semua