Opini

Gus Dur dan Cerita Hizib Shofi

Sel, 2 Januari 2018 | 01:55 WIB

Oleh Nur Khalik Ridwan

Di Jawa Tengah bagian barat, terdapat seorang Kiai. Saya menyebutnya, Kiai KUA, karena pekerjaan sehari harinya di Kantor Urusan Agama di sebuah kecamatan, dan sudah pensiun.

Kiai KUA berguru salah satunya kepada seorang kiai dari Buntet. Namanya Kiai Akyas. Kiai KUA, mengambil ilmu Kiai Akyas, salah satunya ijazah wirid Hizib Mubarok. Pengamalannya dibaca setiap ba'da maktubah atau setelah sholat 5 waktu. Ijazah diperoleh pada tahun 70-an.

Salah satu anak dari Kiai KUA, ikut mengamalkan Hizib Mubarok, atas dawuh dari ayahya itu. Namanya saya sebut Kang Saleh.

Kiai KUA yang sangat menghormati Gus Dur, pada suatu malam mengalami mimpi. Dia didatangi Gus Dur, dan berkata: "Aku telah memberi anakmu sebuah buku." Pada besuk paginya, Kiai KUA, memanggil anaknya dan meminta keterangan.

Kang Saleh, anak Kyai KUA, adalah seorang guru agama. Dia berdasarkan dawuh dari ayahnya, mengamalkan Hizib Mubarok dan mudawamah sholat tahajud. Suatu ketika setelah sholat tahajud ia mendengar suara yg sangat jelas dalam pendengaran batinnya, berbunyi: "Shodaqta". Lalu, setelah itu ada suara berbunyi "Kuat..!" Tidak lama setelah itu, Kang Saleh mendengar suara gemercik air masuk ke telinganya seraya memasukkan lafadz Hizib Shofi.

Setelah mendapat Hizib Shofi tersebut ia mendadak lupa dengan lafadz Hizib Mubarok yg sudah didawamkan selama 8 tahun. Pada peristiwa "masuknya" Hizib Shofi itu ia juga melihat salah seorang kiai ternama dari Cirebon.

Hizib Shofi, menurut Kang Saleh, sebagaimana suara yg terdengar saat itu berfungsi: 1. Untuk memohon kebaikan diri pribadi; 2. memohon kebaikan utk masyarakat luas; dan 3. memohon kebaikan utk bangsa dan negara Republik Indonesia.

Bersamaan dengan diterimanya Hizib Shofi, Kang Saleh juga diberi wirid untuk dimudawamahkan, yaitu:

١. لاحول ولا قوۃ الا بالله العلي العظيم ١۰۰ x
٢. سورۃ الفاتحۃ ١۰۰ x
٣. استغفرالله العظيم ١۰۰ x

Bersamaan dengan itu pula, Kang Saleh diminta agar selalu nderes Al-Qur'an dan mencatat ayat-ayat penting dalam buku catatan.

Cerita inilah yang diceritakan Kang Saleh kepada ayahnya. Dan, Kyai KUA, baru mengerti setelah Anaknya bercerita, dan yang dimaksud Gus Dur tentang "buku yang diberikan kepada anaknya" ternyata adalah serangkaian Hizib Shofi dan beberapa wirid di atas dan nderes Al-Qur'an. Saya memperoleh cerita itu dari sahabat kami, yang dekat dengan Kang Saleh. Lafazh dari Hizib Shofi itu adalah:

"وصلی الله علی سيدنا محمد وعلی اله وصحبه وبارك وسلم اجمعين,

ولاحول ولاقوۃ الابالله العلي العظيم,

سورۃ الفاتحۃ."

Cerita ini memberikan hikmah pengertian bahwa, ada sejenis laku wirid melalui jalan bimbingan Ruhani seperti ini. Dalam cerita sufi, hal seperti ini seperti cerita Syekh Uwaisy al-Qarni, yang tidak bertemu fisik dengan Kanjeng Nabi, tetapi memperoleh bimbingan dari Kanjeng Nabi.

Kisah seperti ini juga ada di dalam Kitab Ihya, ketika menceritakan tasbih dengan redaksi Subhanalloh al-'Aliyyid Dayyan, Subhanalloh asy-Syadidil Arkan, Subhana man Yadzhabu bilIai wa ya'ti bin Nahar, Subhana man la Yusghiluhu Sya'nun 'an Sya'nin, Subhanalloh al-Hannanil Mannan, Subhanalloh al-Musabbahi fi kulli makan, yang menurut Syaikh Ma'ruf al-Karkhi didengar dari sebagian wali Abdal, yang mendapatkan melalui pendengaran batin yang keras, setelah disiplin wirid dan sholat, di pinggir laut. Jadi ada di antara para ahli wirid itu yg menggunakan jalan seperti ini.

Hikmah kedua, seorang yang mudawamah terdapat amalan-amalan tertentu, dia bisa memperoleh warid, sesuatu yang datang kepadanya, berupa pengalaman-pengalaman spiritual. Melalui cerita ini, Gus Dur pun, memberi kabar kepada seorang ayah melalui mimpi, atas anugrah yang diperoleh anaknya. Wallahu a'lam.

Penulis adalah penggubah buku "Suluk Gus Dur: Bilik-bilik Spiritual Sang Guru Bangsa (Ar-Ruzz Media, 2013)