Opini

Hijrahnya Pengajian Kitab Kuning ke Dunia Digital

Sen, 27 April 2020 | 08:00 WIB

Hijrahnya Pengajian Kitab Kuning ke Dunia Digital

Wabah Covid-19 yang diikuti dengan proses migrasi online yang cukup pesat ini juga mempercepat proses hijrahnya pengajian kitab kuning ke dudi (dunia digital) yang tersambung dengan jaringan internet

Oleh A Khoirul Anam
 
Pengajian kitab kuning ini maksudnya adalah forum pengajian rutin yang ustadznya membacakan teks kitab berbahasa Arab secara berurutan mulai halaman pertama sampai akhir, dari bab mukadimah sampai doa penutup dan dalam berbagai fan atau bidang studi. Durasi waktunya bisa agak panjang, bahkan lebih dari satu jam, berbeda dengan model tayangan online yang singkat hanya beberapa menit. 

Pengajian kitab kuning ini juga berbeda dengan pengajian online para ustadz atau muballigh yang membahas topik atau isu tertentu saja yang aktual, atau cuplikan bagian pengajian yang menarik dalam durasi beberapa menit saja. Pengajian kitab kuning ini formatnya hampir sama dengan yang diselenggarakan di pesantren atau rutin di masjid atau mushalla, hanya saja kali ini ditampilkan melalui jaringan internet dan bisa diakses dari banyak tempat.

Sebenarnya pengajian kitab kuning dari bilik pesantren yang disiarkan secara online ini sudah dimulai belasan tahun lalu. Namun ketika itu hanya kiai tertentu saja yang kebetulan didukung oleh tim kreatif. Pengaksesnya pun tidak banyak. Wabah Covid-19 yang diikuti dengan proses migrasi online yang cukup pesat ini juga mempercepat proses hijrahnya pengajian kitab kuning ke dudi (dunia digital) yang tersambung dengan jaringan internet dan didukung oleh banyak sekali platform media sosial. Satu lagi, gratis memanfaatkan paket data yang ada di telepon pintarnya.

Proses hijranya pengajian kitab kuning ke dudi itu lebih cepat lagi karena kebetulan berbarengan dengan Bulan Ramadhan, bulan penuh dengan pengajian kitab kuning atau pesantren kilat. Untuk menghindari risiko penyebaran virus, pesantren-pesantren diliburkan. Aktivitas berkumpul di masjid dan mushalla dilarang. Maka tidak ada pilihan lagi, pengajian kitab kuning harus berhijrah ke dudi.
 

Beberapa alumni pesantren atau para jamaah muslim kota yang pernah mengikuti pengajian kitab kuning sering kali merindukan pengajian kitab kuning. Kali ini kerinduan mereka berbalas. Sekarang ini banyak sekali ustadz yang menyelenggarakan pengajian kitab kuning dari pesantrennya atau dari bilik rumahnya. Fannya pun banyak sekali, tinggal pilih. Ada bidang akidah atau tauhid, tasawuf atau akhlaq, fiqih, Al-Qur’an atau tafsir, hadits, tata bahasa Arab, dan bahkan beberapa ustadz berani membaca kitab-kitab kelas berat yang biasanya ditujukan untuk para santri senior.

Ketika pengajian dimulai, link pengajian online-nya segera tersebar di grup-grup WhatsApp alumni pesantren atau grup keluarga santri yang berada di berbagai daerah, bahkan di luar negeri. Para anggota grup ini juga pasti tergabung dalam grup-grup lain, dan biasanya sigap menyebarkan link pengajian ke banyak grup sehingga memungkinkan satu pengajian bisa tersebar secara acak ke berbagai lapisan masyarakat.

Apakah format pengajian kitab kuning di dunia online perlu berubah sesuai dengan kemauan masyarakat digital? Bisa perlu, bisa juga tidak. Perlu sebatas teknis saja agar lebih enak disimak dari jauh: pemilihan jaringannya, cara penempatan kamera, pencahayaan, bacground dan lain-lain. Jika memungkinkan, nanti setelah selesai pengajian, bagian dari pengajian yang dinilai penting dan perlu mendapatkan penekanan bisa dipotong-potong dalam durasi beberapa menit untuk dishare lebih luas lagi.

Selebihnya, pengajian kitab kuning ini biarlah berlangsung seperti biasa. Masyarakat muslim kota juga perlu dikenalkan model pengajian seperti ini, lebih mendalam dan utuh dari alif sampai ya’; tidak hanya potongan bagian tertentu saja.

Apakah masih ada keberkahan dalam pengajian kitab kuning dengan gaya baru ini? Kalau saya boleh menjawab, “ada.” Berbeda dengan media elektronik TV dan radio, lewat jaringan internet para jamaah atau santri bahkan bisa bertatap muka dan berinteraksi langsung dengan ustadznya, sama persis seperti ketika belajar langsung.

Transfer ilmu masih bisa berlangsung seperti biasa, asalkan para jamaah atau santri memegang kitab kuning, lengkap dengan alat tulisnya, dan siap dengan busana mengaji: seakan-akan mereka ketika itu sedang berhadapan langsung dengan gurunya. Jika perlu, mulai mengaji dengan berwudhu terlebih dahulu. 

Jangan lupa, perlu ada sedikit rezeki yang ditransfer ke guru atau didonasikan ke tim kreatifnya; biar tidak hanya berkah ilmunya tapi juga berkah rezekinya.
 
 
Penulis adalah Wakil Pemred NU Online