Opini

Pengurangan Tarif Pajak dan Implikasinya; Telaah Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun

Rab, 14 November 2018 | 23:00 WIB

Oleh: Indah Wahyuningsih

Ibnu Khaldun bernama lengkap Abu Zayd Abd al-Rahman Ibn Khaldun, ia lahir di Tunisia pada 732H/1332M dan wafat di Mesir pada 808 H/1406 M. Pemikir Islam ini dikenal sebagai Bapak Ekonomi Islam berkat pemikirannya yang fenomenal di bidang ekonomi. Gagasan dan pemikiran Ibnu Khaldun tentang ekonomi telah mengilhami sejumlah ekonom terkemuka. Empat abad setelah Ibnu Khaldun berpulang, pemikirannya tentang ekonomi muncul kembali melalui Adam Smith serta David Ricardo. Setelah itu, Karl Marx serta John Maynard Keynes juga banyak menyerap pemikiran Ibnu Khaldun. Beberapa pemikiran Ibnu Khaldun bahkan dianggap masih relevan dengan konteks ekonomi saat ini. Salah satu kontribusi penting Ibnu Khaldun dalam bidang Ekonomi adalah pemikirannya terkait perpajakan.

Ibnu Khaldun menekankan bahwa keuangan sangat penting dalam menjalankan pemerintahan. Oleh karenanya ia berpendapat bahwa pajak adalah instrumen penting dalam keuangan negara sehingga dapat dikatakan bahwa pajak adalah komponen utama keuangan publik. Dalam membicarakan keuangan, Ibnu Khaldun berpegang pada prinsip kebijaksanaan dan keseimbangan. Penekanan Ibnu Khaldun adalah pada bagaimana standar kehidupan masyarakat dapat dipengaruhi, baik untuk lebih baik atau lebih buruk, oleh kebijakan negara. Dia tertarik pada bagaimana penguasa yang tamak mungkin memaksakan tarif pajak yang tinggi sehingga kegiatan ekonomi terhenti dan pendapatan pajak akhirnya berkurang.

Menurut Ibnu Khaldun, mengurangi beban pajak pengusaha dan produsen bisa mendorong produktivitas perusahaan dengan memastikan keuntungan yang lebih besar untuk pengusaha dan berimplikasi pada pendapatan pemerintah. Dalam karyanya yang berjudul Muqadimah, ia menulis "untuk menurunkan sebanyak mungkin jumlah pajak individu yang dipungut pada orang yang mampu melakukan usaha. Dengan cara ini, orang-orang semacam itu akan secara psikologis cenderung melakukan usaha karena mereka yakin akan mendapat keuntungan."

Ketika beban pajak pelaku usaha rendah, maka mereka akan memiliki dorongan dan keinginan untuk melakukan sesuatu. Sehingga usaha akan tumbuh dan meningkat, karena pajak yang rendah membawa kepuasan terhadap pelaku usaha. Ketika perusahaan tumbuh, jumlah taksiran pajak individu meningkat sehingga meningkatkan pendapatan pajak. 

Ibnu Khaldun memahami bahwa tarif pajak dan pendapatan pajak adalah dua hal yang berbeda. Tarif pajak yang tinggi bagi Ibn Khaldun bukanlah jaminan bahwa pendapatan pajak akan maksimal. Sebaliknya, pendapatan pajak akan berkurang setelah tahap tertentu. Tarif pajak yang tinggi tidak mendorong upaya kerja dan mendorong penghindaran pajak, bahkan basis pajak akan menyusut karena tarif pajak yang tinggi. Ketika pelaku usaha membandingkan pengeluaran dan pajak yang tinggi dengan pendapatan dan keuantungan yang kecil, mereka kehilangan semangat dalam berproduksi. Dalam membebankan pajak, keadilan dan kemampuan membayar harus diperhatikan. Ibnu Khaldun berpendapat, "jangan meminta lebih dari cukup. Jangan terlalu banyak menagih siapa pun. Perlakukan semua orang dengan adil. Ini mempermudah untuk mendapatkan persahabatan mereka dan lebih pasti untuk mencapai kepuasan umum." 

Upaya menurunkan tarif pajak telah dilakukan di beberapa negara di antaranya Amerika Serikat dan India. Donald Trump, presiden Amerika Serikat pada tahun 2017 melakukan reformasi perpajakan dengan memangkas tarif pajak, baik pajak korporasi maupun pajak pendapatan orang pribadi, dari 35 persen menjadi 20 persen. Hal ini berdampak pada meningkatnya daya beli masyarakat sehingga menguatkan multiplier effect dari sisi konsumsi masyarakat. Selain itu, korporasi terdorong untuk meningkatkan kapasitas produksi karena membayar pajak lebih rendah. Hal ini tentunya akan memicu naiknya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.

Selain Amerika Serikat, India adalah salah satu negara yang juga melakukan reformasi pajak. India adalah negara yang selama puluhan tahun menerapkan pajak tidak langsung secara berlapis, sehingga membuat harga barang dan jasa melambung antara 25 persen hingga 40 persen. India mulai menerapkan pajak untuk barang dan jasa atau Goods and Services Tax (GST) pada April 2017. Pemberlakuan GST dilakukan untuk mendorong peningkatan produk domestik bruto (PDB) India. Selain itu pelaku usaha di India bisa mendapat kemudahan berusaha serta mendorong sektor ekonomi informal masuk ke jaringan pajak. 

Di Indonesia sendiri, penurunan pajak diberlakukan melalui kebijakan bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang ditetapkan pada Juli 2018 oleh Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini berupa penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Sistem pembebanan pajak atas omzet menjadi hal yang berat bagi wajib pajak, terutama bagi UMKM yang baru memulai usaha. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh tidak cukup mendorong pelaku UMKM untuk memenuhi kewajiban atas pajak yang dibebankan kepada mereka. Pemangkasan tarif pajak ini dilakukan agar beban pajak yang ditanggung pelaku UMKM menjadi lebih kecil sehingga mereka memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi. 

Bisa dikatakan bahwa pemikiran Ibnu Khaldun terkait pengurangan tarif pajak masih relevan dengan konteks perekonomian saat ini. Pandangannya tentang pajak menawarkan alternatif yang berguna tentang bagaimana konsep ekonomi dapat diterapkan kembali dalam latar yang sama sekali berbeda. Tentunya kebijakan pengurangan tarif pajak bisa menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan fiskal diberbagai negara guna mengenjot pertumbuhan ekonomi. 

Penulis adalah aktivis Pergerkan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Manado, saat ini sedang menyelesaikan studi pascasarjana di Universitas Indonesia dengan konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Syariah.