Opini HARI ANAK NASIONAL

Permainan Tradisional Anak, Ditinggalkan Sekaligus Dirindukan

Kam, 23 Juli 2020 | 14:00 WIB

Permainan Tradisional Anak, Ditinggalkan Sekaligus Dirindukan

Salah satu permainan tradisional anak, gobak sodor. (Foto: dok. Kaskus)

Permainan tradisional anak-anak terakhir digemari generasi 90-an. Tentu saja generasi sebelum-sebelumnya. Namun, sejak teknologi internet berkembang dan telepon genggam semakin canggih, lambat laun, permainan-permainan tersebut seolah punah, lenyap, karena terlihat tidak ada lagi memainkannya.


Di era milenium baru yang dimulai tahun 2000-an, anak-anak lebih asyik di depan layar handphone atau ponsel. Apalagi saat ini berbagai aplikasi yang tersedia di gadget cukup lengkap dan canggih sehingga anak-anak kerap berjam-berjam main game di HP.


Para orang tua tidak jarang berada dalam kondisi tidak berdaya melihat anak-anaknya setiap hari sibuk dengan gadget-nya. Karena setiap orang tua juga memiliki gadget sehingga anak mau tidak mau juga familiar dengan gadget, bahkan sedari bayi. Bisa dilihat saat ini bahwa anak-anak seumuran bayi pun sudah pandai memainkan layar gadget.


Kondisi demikian membuat para orang tua seketika teringat dengan permainan tradisional anak-anak zaman dulu. Di mana ketika gagdet belum ada, internet belum berkembang, anak-anak zaman dulu terlihat aktif, kreatif, dan bergembira bersama-sama teman-teman lainnya dengan permainan tradisionalnya. Permainan tradisional tidak terpungkiri saat ini sudah banyak ditinggal, namun juga sangat dirindukan melihat anak-anak sekarang yang sudah banyak ‘kecanduan’ gadget.


Hal itu ditambah bahwa pengetahuan dan kesadaran orang tua Indonesia terhadap permainan tradisional yang dinilai masih rendah. Padahal para orang tua saat ini tidak sedikit yang masih mengalami permainan tradisional saat mereka kanak-kanak.


Soal permainan tradisional, permainan-permainan tersebut cenderung menggunakan atau memanfaatkan alat atau fasilitas di lingkungan sekitar tanpa harus membelinya sehingga perlu daya imajinasi dan kreativitas tinggi bagi anak-anak. Banyak alat-alat permainan yang dibuat atau digunakan dari tumbuhan, tanah, genting, batu, pasir, air, bahkan bekas cangkang hewan-hewan sungai dan laut.


Permainan anak tradisional melibatkan pemain yang relatif banyak, hampir setiap permainan rakyat begitu banyak anggotanya. Sebab, selain mendahulukan faktor kesenangan bersama, permainan ini juga mempunyai dampak interpersonal yang lebih tinggi seperti petak umpet, congklak, dan gobak sodor.


Kegiatan ini juga sebagai cara mewariskan nilai-nilai luhur dan pesan-pesan moral tertentu seperti nilai-nilai kebersamaan, kejujuran, tanggung jawab, sikap lapang dada atau sportivitas, dorongan berprestasi, dan taat pada aturan.


Dari sisi jasmani, permainan tradisional dapat menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak yang dapat meliputi hal-hal perkembangan motorik, termasuk melatih daya tahan fisik, daya lentur. Selain itu, ada dorongan pada aspek kognitif seperti mengembangkan imaginasi, kreativitas, dan kemampuan memecahkan masalah.


Permainan tradisional engklek misalnya, berdasarkan riset menunjukkan bahwa permainan tradisional tersebut memiliki keunggulan dalam mengatasi permasalahan anak. Permainan ini meningkatkan koordinasi dan keseimbangan tubuh. Seorang anak juga bisa belajar memecahkan masalah sehingga kemampuan tersebut bisa jadi pengalaman dalam kehidupan nyata.


Singkatnya, permainan seperti boneka, bola, congklak, enggrang, gundu, gasing, dakocan, karet, layangan, petak umpet, masak-masakan, dokter-dokteran, permainan sulap, tanah liat, dan berbagai macam permainan tradisional lainnya kini mulai ditinggalkan oleh anak-anak. Tren dan teknologi membawa mereka untuk cenderung lebih suka bermain game di gawai dan komputer. Hal ini terjadi karena anak-anak berada di zaman yang penuh dengan kecanggihan teknologi.


Namun, kondisi ini merupakan salah satu bentuk konsekuensi dari perkembangan teknologi, termasuk merambah ke permainan digital bagi anak-anak dan remaja. Mereka minim interaksi dengan teman sebaya saat asyik bermain lewat gawai atau gadget.


Ada kekhawatiran bahwa bila medium permainan tradisional ini diganti lewat layar ponsel, fungsi permainan itu sendiri hilang. Sebab, yang paling utama adalah interaksi dan komunikasi antar-teman sebaya. Permainan anak tradisional yang dijalankan dengan teman sebaya dapat membantu mengembangkan keterampilan emosi dan sosial anak.


Sebab itu, sejumlah aktivis pelestari permainan tradisional mendorong kepada para orang tua agar anak-anaknya diajak mengenali kembali permainan tradisional. Pilihan terbaik ialah mengurangi waktu anak bermain di layar ponsel. Anak-anak harus diajak ke permainan di luar ruangan. Karena permainan-permainan tersebut dapat membantu anak memiliki kepekaan, anak bisa cepat menyesuaikan diri, dan mengenal kerja sama serta kolaborasi sejak dini.

 


Fathoni Ahmad, Redaktur NU Online