Opini

Potensi BUMNU sebagai Pengendali Inflasi Pasar

Sel, 14 Maret 2023 | 12:45 WIB

Potensi BUMNU sebagai Pengendali Inflasi Pasar

Peran BUMNU sebagai pengendali inflasi lokal dapat membantu mengurangi fluktuasi harga barang dan jasa di wilayah tertentu. (Foto ilustrasi: NU Online)

Sudah hampir sebulan, Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU) telah secara resmi berdiri di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Peresmian Badan Usaha satu-satunya milik NU ini dihadiri oleh Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Alissa Wahid. Nantinya, BUMNU ini bakal menjadi percontohan dan direplikasi di beberapa titik se-Indonesia dengan target 250 badan usaha di bawah Nahdlatul Ulama.


BUMNU ini berbentuk toko grosir yang dapat menjadi pilihan strategis bagi organisasi sosial keagamaan seperti Nahdlatul Ulama untuk memberikan manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan kemampuan operasional mereka. Beberapa pandangan dan prediksi saya bahwa BUMNU dapat menjadi solusi kemandirian ekonomi NU dan warganya sudah saya sampaikan di Koran Sindo seminggu lalu. Kali ini saya akan coba menganalisis potensi BUMNU sebagai pengandali inflasi pasar setidaknya di daerah Tapal Kuda (Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi).


Sebagai praktik rintisan, BUMNU ini sangat berpotensi bakal melejit jauh karena dapat mengembangkan sumber daya finansial dan sumber daya lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui toko grosir ini, BUMNU dapat memasok kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang lebih terjangkau dan menjalin hubungan baik dengan para pedagang di daerah sekitarnya, terlebih pedagang dari kalangan Nahdliyin (warga NU).

 

Menariknya, BUMNU diprediksi banyak pengamat akan menjadi kekuatan ekonomi baru tingkat lokal sehingga memiliki efek makro dalam mengurangi konsentrasi pusat-pusat ekonomi di titik tertentu, ujungnya dengan bakal disebarnya BUMNU di banyak titik arus distribusi perekonomian diharapkan bisa mengurangi biaya transportasi dan distribusi  sehingga konsumen akhir dapat mendapatkan harga yang lebih terjangkau.


Terlebih menjelang Ramadhan ini, biasanya sering terjadi kenaikan harga bahan makanan karena tingginya permintaan dari masyarakat yang di samping mempersiapkan menu sahur dan berbuka juga meningkatnya kesadaran berbagi dalam bulan tersebut di sebagian masyarakat. Setelah Ramadhan pun, Idul Fitri juga menjadi momentum kenaikan harga bagi semua jenis komoditi.


Tidak hanya karena berlakunya hukum permintaan-penawaran, tapi aksi para pedagang yang menaikkan harga-harga secara sepihak juga memicu inflasi temporal yang setiap tahun pasti terjadi. Hal ini tentu akan menjadi kesempatan besar bagi BUMNU untuk “menjadi pahlawan” dalam membantu mengendalikan harga pasar dan menunjukkan bahwa BUMNU benar-benar hadir untuk masyarakat.


BUMNU sebagai badan usaha milik organisasi sosial-keagamaan dapat berpotensi sebagai pengendali inflasi lokal dengan berbagai upaya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa pengendalian inflasi merupakan tugas yang kompleks dan melibatkan banyak faktor, sehingga tidak dapat hanya bergantung pada satu pihak atau satu strategi saja. Jember sebagai pioner BUMNU di tingkat lokal, tentu akan menjadi titik penentu akan hadirnya BUMNU di tempat lain seluruh Indonesia. Artinya, jika BUMNU rintisan awal ini sukses, kiat-kiatnya, semangatnya, konsepnya, jejaringnya bakal diserap oleh lokal lainnya.


Perlu diberikan catatan khusus bahwa BUMNU sementara ini mungkin berpotensi memiliki pengaruh terhadap inflasi lokal saja. Inflasi global dan kebijakan pemerintah masih dapat mempengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi harus melibatkan banyak pihak dan strategi yang kompleks.


Namun demikian, BUMNU juga memiliki keterbatasan dalam perannya sebagai pengendali inflasi lokal. Skala operasinya yang terbatas dan fokus pada sektor ritel dan distribusi yang dapat membatasi dampaknya terhadap inflasi secara keseluruhan di wilayah yang lebih luas. BUMNU juga bergantung pada produsen dan pemasok untuk memenuhi kebutuhan barang dagangan, sehingga fluktuasi harga yang terjadi pada tingkat produsen atau pemasok masih dapat berdampak pada harga jual akhir yang ditetapkan oleh BUMNU.


Sehingga dari sini BUMNU dapat berpotensi menjamin keberhasilan dalam mengendalikan inflasi. Fluktuasi harga barang dan jasa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor sosial, misalkan kegiatan-kegiatan yang bersifat lokal yang dilaksanakan secara masif oleh warga NU secara kultural dan struktural, politik, dan psikologis yang kompleks dan sulit diprediksi. Oleh karena itu, meskipun BUMNU dapat berkontribusi dalam mengendalikan inflasi lokal, peran mereka dalam upaya ini masih terbatas dan tergantung pada kondisi ekonomi dan lingkungan bisnis yang ada.


Untuk membantu mengendalikan harga pasar dan membangun kepercayaan dari masyarakat lokal, BUMNU dapat memperkuat hubungan dengan petani lokal dan memperhatikan kualitas serta keamanan bahan makanan yang akan dijual. Selain itu, BUMNU juga harus menyediakan produk dengan harga terjangkau agar masyarakat dapat membeli produk yang ditawarkan dan menekan kenaikan harga bahan makanan di pasar.


Dalam mengoptimalkan bisnis, BUMNU dapat memanfaatkan teknologi dan mengurangi biaya operasional untuk menjual produk dengan harga yang lebih terjangkau. BUMNU juga dapat mengadakan program promosi dan diskon untuk menarik minat masyarakat membeli produk yang ditawarkan. Terakhir, BUMNU dapat menjalin kerja sama dengan pihak terkait seperti distributor bahan makanan untuk memperoleh pasokan bahan makanan yang cukup dan terjangkau serta menjaga stabilitas harga bahan makanan di pasar.


Secara keseluruhan, peran BUMNU sebagai pengendali inflasi lokal dapat membantu mengurangi fluktuasi harga barang dan jasa di wilayah tertentu, tetapi hal ini masih tergantung pada kondisi dan lingkungan bisnis yang ada. Dalam upaya ini, BUMNU perlu bekerja sama dengan pemangku kepentingan lain, termasuk pemerintah, produsen, pemasok, dan konsumen, untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Upaya bisa akan sangat mudah tentunya dengan kesolidan dan kekompakan warga NU dari tingkat hulu hingga hilir. Terlebih, dalam urusan kekompakan, warga NU sudah tidak bisa diragukan lagi.


Sebagai organisasi sosial-keagamaan terbesar di Indonesia, NU memiliki jaringan yang luas dan puluhan juta anggota di seluruh Indonesia. Dengan demikian, NU bisa memanfaatkan jaringan dan sumber daya yang dimilikinya untuk memperbesar skala operasi badan usaha miliknya, yaitu BUMNU. Contohnya, NU bisa memanfaatkan jaringan pesantren yang dimilikinya untuk memasarkan produk BUMNU ke seluruh pesantren di Indonesia dan madrasah yang berafiliasi pada NU.


Cara ini akan membantu BUMNU mencapai skala yang lebih besar dan bisa bersaing dengan badan usaha besar lainnya. Selain itu, dengan memiliki badan usaha sendiri, NU bisa memanfaatkan potensi penghasilan dari badan usahanya untuk membiayai program-program sosial dan keagamaan yang direncanakan oleh organisasi.


Beberapa pertimbangan di atas menggambarkan nilai-nilai dan prinsip khas NU, yaitu "melestarikan yang baik dari masa lalu dan mengambil yang lebih baik dari masa kini". Pada seratus tahun pertama, NU lebih mengandalkan lembaga Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU). Tetapi pada seratus tahun kedua, NU akan menjadi lebih kuat dan maju dengan BUMNU. Kemandirian adalah faktor penting dalam kesuksesan sebuah organisasi, dan keberhasilan organisasi tergantung pada kemampuan mereka dalam mengelola sumber daya dan membuat keputusan secara mandiri.


Namun, setelah BUMNU benar-benar sukses nantinya, perlu diperhatikan aspek politik ekonomi dalam internal pengurus BUMNU. BUMNU haruslah memperhatikan aspek keadilan dan pemerataan kesempatan dan pendapatan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun strategi model bisnis menjadi bentuk investasi bagi seluruh warga NU, sehingga nantinya BUMNU tidak dikesankan atau tidak hanya menjadi kekuatan modal bagi kalangan kapitalis dari NU sendiri.


Semua warga NU dapat berpartisipasi sebagai investor, sehingga terjadi pemerataan kesempatan dan pendapatan. Selain itu, literasi keuangan juga dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membedakan mana tabungan dan mana investasi. Dalam model investasi ini, BUMNU harus memiliki infrastruktur dan sistem yang memadai, serta pengelolaan keuangan yang baik dan transparan agar dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat.


Dengan memperluas kepemilikan saham, BUMNU dapat menjadi lebih terbuka dan transparan dalam kegiatan bisnisnya karena harus mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada pemegang saham. Model investasi seperti ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh warga NU.


Dalam konteks ini, pemerintah juga dapat berperan dalam memberikan dukungan dan fasilitas untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan investasi yang dilakukan oleh BUMNU. Dengan demikian, BUMNU dapat menjadi kekuatan ekonomi yang adil dan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.


Muhammad Fauzinudin Faiz, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN KH Achmad Shiddiq dan Ketua LTN PCNU Jember