Opini Catatan Hari Sumpah Pemuda

Revitalisasi Peran Pemuda Sebagai Pemersatu Bangsa

Jum, 26 Oktober 2007 | 23:02 WIB

Oleh : Muhammad Muhibbuddin*

Disadari atau tidak bahwa lahirnya negara - bangsa (nation state) Indonesia adalah tidak bisa lepas dari peran para pemudanya. Sejarah mencatat bahwa peran dan pengorbanan para pemuda terbukti sangat besar dalam membangun karakter nasionalisme dan patriotisme Indonesia. Begitu juga, di setiap lintasan sejarah Indonesia, para pemuda adalah yang selalu tampil di garda depan, menjadi pelopor (avant guarde) dan pengawal perubahan. Oleh karena itu sangat wajar kalau dipundak para pemuda selalu tertancap predikat agen of social change atau agen of development dan sebagainya. Tentu saja predikat-predikat yang disandangnya tersebut bukan omong kosong. Terbukti bahwa ledakan-ledakan besar sejarah dan perubahan di negeri ini adalah dipicu oleh kepeloporan para pemuda.;

Kita tengok sejak era perjuangan kemerdekaan sampai pergantian orde pemerintahan, mulai orde lama sampai orde reformasi, para pemuda yang tampil menjadi subjek penggerak perubahan, bahkan mereka sering menjadi martir perubahan sejarah itu sendiri. Oleh karena itu tidak salah kalau Bung Karno dalam rapat-rapat umum sekitar tahun 1927-1928 selalu mengatakan :…."berilah aku 10 pemuda gagah perkasa, yang jiwanya menyala-nyala dengan semangat persatuan dan kepahlawanan untuk kemerdekaan, maka akau akan dapat menggemparkan dunia!". Atau juga pidato Bung Hatta di lapangan Ikada, tanggal 11 September 1944:"/Dari duapuluh tahun yang lalu, sejarah pergerakan kita menunjukkan, bahwa pemuda bersedia berjuang di baris depan, bersedia menjadi pelopor perjuangan bangsa….

Momen sumpah pemuda

Dari sekian peristiwa penting yang menjadi bukti ketangguhan para pemuda Indonesia dalam mengusung dan mengawal perubahan di panggung sejarah Indonesia, salah satunya adalah lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dalam periode kemerdekaan era 1928 ini disebut oleh Ruslan Abdulgani (1987) sebagai angkatan penegas. Sebelum era ini yakni 1908 beliau menyebutnya dengan era perintis, sementara setelah 1928 yakni 1945 ia sebut dengan era pendobrak. Angkatan penegas ini, lanjut Ruslan Abdulgani, dilatar belakangi oleh politik tangan besi kolonialisme Hindia -Belanda terhadap pergerakan kemerdekaan Indonesia, juga ditandai oleh krisis ekonomi yang memberatkan penghidupan rakyat. Dalam menjalankan kolonialismenya, belanda saat itu tengah melancarkan strategi politik devide et impera. Politik ini digunakan oleh belanda untuk memecah belah antar golongan dan aliran, dengan mengobarkan semangat kesukuan dan kedaerahan atau profinsialisme.

Melihat tantangan dan ancaman adu domba dari kaum kolonial tersebut, maka pergerakan kemerdekaan nasional Indonesia dengan segera memberikan perlawanan balik (feedback). Perlawanan itu berupa kesadaran bahwa kejayaan bangsa Indonesia hanya bisa dicapai melalui kemerdekaan. Untuk mencapai kemerdekaan maka satu-satunya jalan adalah dengan melakukan aksi massa yakni melakukan pendidikan dan pengorganisasian massa rakyat dalam sebuah organisasi yang tertaur, sistematis dan disipilin. Penegasan ini ditindaklanjuti dengan perlunya merajut tali persatuan dan kesatuan seluruh elemen bangsa dari berbagai suku, agama, budaya dan daerah.

Oleh karena itu lahirlah sumpah pemuda tahun 1928 yang melahirkan tiga konsensus besar yaitu: satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Unsur-unsur bangsa yang mendukung sumpah pemuda adalah oraganisasi-organisasi pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatra, Sekar Roekoen, Jong Islamieten Bond dan sejenisnya. Berdasarkan kronologi di atas, kita tahu bahwa tujuan lahirnya sumpah pemuda, yang ditopang oleh sejumlah organisasi kepemudaan pada waktu itu, tidak lain adalah semangat membangun kekuatan untuk melawan penindasan kaum penjajah berdasarkan persatuan dan kesatuan bangsa secara nasional dan holistik. Dalam hal ini yang ditekankan adalah semangat nasionalisme –kebangsaan yang meliputi seluruh elemen bangsa, bukan semangat kesukuan atau chauvinisme-jingoisme dan bentuk-bentuk nasionalisme sempit lainnya.

Semangat atau jiwa sumpah pemuda inilah yang seharusnya terus menjadi inspirasi dan titik tolak dunia pergerakan pemuda sekarang. Apapun nama dan atributnya, dunia pergerakan pemuda sekarang tidak boleh terjerembab ke dalam fanatisme golongan atau organisasi yang berlebihan sehingga bisa menggerus semangat nasionalisme dan patriotisme. Semuanya harus mengedepankan pentingnya persatuan-dan kesatuan nasional. Karena persatuan yang semacam inilah yang bisa menjadi alat ampuh untuk melakukan perlawanan terhadap para musuh.

Namun sayang semua elemen dan organisasi kepemudaan khususnya gerakan mahasiswa, sekarang justru mengalami perpecahan dan pengkotak-kotakan, terfragmentasi menjadi kekuatan-kekuatan kecil yang sulit disatukan. Satu dengan yang lainnya saling gontok-gontokan, intrik-intrikan dan saling menghancurkan sendiri demi kepuasan egonya. Mereka lebih bangga menjadi komunitas oragnisasinya daripada menjadi warga negara kesatuan republik Indonesia. Dalam konteks kultural dan idiologis, mereka yang marxis lebih membanggakan marxismenya, yang sosialis lebih PD dengn sosialismenya, yang liberal lebih mendewakan liberalismenya, yang berhaluan kanan lebih suka mengedepankan kekanannya, yang berhaluan kiri lebih mantap dengan kekiriannya.

Dengan semangat sumpah pemuda ini, semua pergerakan pemuda sekarang dan selanjutnya hendaknya meng/install/ ulang semangat pergerakannya dan menanamkan kembali spirit persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal ini masing-masing organisasi kepemudaan harus bersedia memangkas egoisme organisasinya dan lebih mengedepankan semangat nasionalisme demi menjaga integrasi bangsa. Memang demi menjaga dinamika dan dialektika antar oraganisasi, kompetisi perlu ditumbuhkan. Namun kompetisi yang konstruktif tidak harus menjadikan /sparing partnernya/ sebagai musuh, tetapi justru sebagai kawan atau saudara. Musuh utama mereka adalah kekuatan-kekuatan luar yang hendak merong-rong stabilitas nasional seperti kolonialisme, imperialisme, kapitalisme, konsumerisme, otoritarianisme, despotisme dan seterusnya.

Seperti yang dikatakan oleh Yudi Latif bahwa semangat kompetisi itu bisa tumbuh justru jika kecenderungan inward looking berubah menjadi outward looking, daya –daya juang tidak diorientasikan untuk bertikai di dalam, tetapi untuk di arahkan untuk mernandingi kekuatan di luar. Selama tidak ada perubahan dalam pola perjuanagn kearah persatuan nasional, maka fungsi pemuda sebagai pemersatu bangsa, sebagaimana yang terjadi pada angkatan penegas, akan terancam padam.

* Muhammad Muhibbuddin adalah pegiat forum diskusi filsafat "LINKARAN ‘06" Yogyakarta.