Opini

Sel-sel NII (5): Kedok Penggalangan Dana JI

Sab, 18 Desember 2021 | 14:45 WIB

Sel-sel NII (5): Kedok Penggalangan Dana JI

Kader JI yang aktif sekitar enam ribu orang. Mereka dipungut iuran Rp100 ribu per bulan. (Ilustrasi: NU Online)

Pecah kongsi Ajengan Masduki dan Sungkar-Ba’asyir terjadi karena berbagai alasan. Sungkar-Ba’asyir menuduh Ajengan terperosok ke dalam bid’ah-khurafat. Ajengan, sebaliknya, menuduh Sungkar-Ba’asyir tidak transparan dalam keuangan. Tapi ada hal yang dianggap prinsip: NII tidak punya lagi satu pun basis teritorial atau qâ’idah âminah.


Menurut Sungkar-Ba’asyir, NII tidak layak lagi disebut negara. ‘Masak ada negara tidak punya wilayah? Kita ini hanya jama’ah yang berjuang mewujudkan tatanan Islam. Karena itu, nama kita adalah Jama’ah Islamiyah,’ begitu pendapat Sungkar-Ba’asyir. Akta cerai dibuat. Sungkar-Ba’asyir resmi cerai dengan NII Ajengan tahun 1995. 


Ketika ini terjadi, Sungkar-Ba’asyir sudah punya kader militan terlatih. Jumlah mereka sekitar 300an orang. Mereka produk tadrib askari mujahidin Afghanistan. Kebanyakan dilatih di Kamp Sadda. Ketika Uni Soviet pergi, kamp-kamp itu ditutup. Mereka dilatih di Mindanao, Filipina. Mereka resmi bernaung di bawah wadah yang bernama Jamaah Islamiyah (JI). 


Ketika Sungkar mangkat pada 1999, kepemimpinan JI oleng. Ba’asyir dituakan, tetapi kendali harian dipegang oleh Abu Rusydan, anak Haji Faleh, tokoh Masyumi dari Kudus. Dia salah satu perumus Pedoman Umum Pergerakan Jamaah Islamiyah (PUPJI) tahun 1998 yang menjadi ruh jihad JI. Tahun 2002, dia masuk penjara karena menyembunyikan Mukhlas, pelaku Bom Bali. Dia bebas akhir 2005.


Kepemimpinan JI pindah ke Para Wijayanto. Abu Rusydan jadi Dewan Syura. Dia kampanye anti-Pancasila ke mana-mana. Ceramahnya cukup populer di kanal Youtube. Dia mentor dan konseptor alih strategi perjuangan JI. Dia ditangkap lagi oleh Densus 88 di Bekasi pada September 2021. 


Para Wijayanto menjabat sebagai Amir JI sejak 2008, setahun pasca JI resmi dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh PN Jaksel pada 2007. Jabatan ini ia sandang cukup lama, hingga 2019. Dia mengembangkan strategi baru yang disebut dengan Total Amniyah System Total of Solution (TASTOS). Orientasinya global.


Dia ingin JI ambil peran penting dalam jihad Timur Tengah. Sejak 2013-2018, dia memberangkatkan total 96 orang ke Suriah. Setiap angkatan 10-12 orang. Mereka adalah lulusan terbaik yang ditempa di Sasana Bela Diri Ungaran, Jawa Tengah. Pelatihnya Karso alias Joko Priyono. Beberapa orang yang dikirim ke Suriah itu telah kembali ke Indonesia. 


Berapa duit yang dibutuhkan untuk memberangkatkan setiap angkatan? Sekitar Rp300 juta. Dari mana sumbernya? Inilah menariknya. Kader JI yang aktif sekitar enam ribu orang. Mereka dipungut iuran Rp100 ribu per bulan.


Cukup? Tentuk tidak! Mereka bikin sejumlah wadah fundraising (penggalangan dana). Kedoknya BM (Baitul Mal) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat). Mereka menghimpun duit umat. Mereka main legal: mengajukan izin resmi ke Pemerintah (Kemenag) dan mengundang tokoh-tokoh Islam sebagai peng-endors.


Salah satunya adalah Syam Organizer. Dia didirikan tahun 2013. Kantor pusatnya di Mantrijeron, Yogyakarta. Kantor cabangnya 21 buah di berbagai daerah. Bukalah websitenya dan lihatlah siapa endorser fundraising JI yang berkedok yayasan amal ini: Ustadz Abdul Shomad, Ustadz Adi Hidayat, Habiburrahman El Shirazy, Ustadz Arifin Ilham, dan Aa Gym. Tokoh-tokoh ini mungkin tidak tahu menahu soal hubungan Syam Organizer dan JI. Atas nama sentimen umat dan agama, mereka diperdaya oleh JI dan secara tidak langsung mendukung terorisme. 


Lembaga lainnya adalah LAZ BM Abdurrahman bin Auf (ABA). Ini yang heboh belakangan ini. Kantor Pusatnya di Jakarta. Cabangnya yang terkuat adalah KPP Lampung. Kantornya di Way Halim, Kota Bandar Lampung. Modusnya adalah kotak amal, yang diedarkan di masjid, rumah makan, minimarket, dan pusat-pusat perbelanjaan. Mereka menyebar 13.000 kotal amal, 4.000 ribu di antaranya di Lampung. Dari situ, KPP Lampung bisa meraup sekitar Rp70 juta per bulan. 


Zulkarnaen alias Sumarsono adalah tokoh senior JI. Dia alumni Afghanistan angkatan pertama, masuk 1985, lulus 1988. Dia pernah jadi Panglima Askari dan melatih para kombatan yang jadi pelaku teror di Indonesia. Dia buron selama 18 tahun dan pindah dari satu kota ke kota: Jawa, Sulawesi, Palembang, dan Lampung. Terakhir, dia ditangkap di kediamannya di Desa Toto Harjo, Purbolinggo, Lampung Timur pada Desember 2020. Upik Lawanga alias Taufik Bulaga dikenal sebagai profesor bom oleh sejawatnya.


Dia ahli membuat bom dan merakit senjata api, baik otomatis atau manual. Dia buron selama 14 tahun sejak terendus merancang bom JW Marriott dan Ritz-Carlton 2009. Sejak 2013, dia tinggal Desa Sri Bawono, Way Seputih, Lampung Tengah dengan nama Safrudin. Profesinya jualan bebek. Tetangganya mengenalnya sebagai Udin Bebek. Dia ditangkap Densus 88 di kediamannya pada November 2020.


Penangkapan dua tokoh kunci itu menyingkap sel dan jaringan JI. Operasi JI ternyata ditopang oleh LAZ ABA Lampung. Ini sel fundraising yang terkuat di Sumatera. Mereka punya banyak aset, berupa tanah dan bangunan. Mereka aktif sosialisasi dan penggalangan.

Akhir 2019, mereka bikin seminar. Temanya Membentuk Fundraiser Profesional dalam Upaya Meningkatkan Kinerja dan Kesolidan Pengurus Lembaga Ambil Zakat Abdurrahman Bin Auf. Tempatnya di Graha Pena Radar Lampung, grup Jawa Pos.


Dua petinggi yang hadir di seminar itu, dua tahun kemudian, ditangkap Densus 88 pada akhir 2021. Mereka adalah Suprihadi (Ketua LAZ ABA Indonesia) dan Dwi R Susilo (Ketua KPP LAZ ABA Lampung). Satunya lagi SK, Bandahara LAZ ABA Lampung. Mereka masing-masing ditangkap Pesawaran, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.  


LAZ BM ABA Lampung ternyata bagian dari jaringan nasional. Densus 88 kemudian masuk ke jaringan Jakarta. Ternyata di situ ada nama Ahmad Zain An-Najah (AZA), Farid Ahmad Okbah (FAO), dan Anung Al Hamat (AA). AZA adalah Ketua Dewan Syariah LAZ BM ABA, FAO anggota Dewan Syariah LAZ ABA, dan AA adalah pendiri Perisai Nusantara Esa.


AZA dan FAO kader DDII. Di PP DDII periode 2020-2025, AZA menjabat Wakil Ketua Umum IV. FAO pernah menjabat Ketua Majelis Syurro DDII DKI Jakarta. AZA alumnus Universitas Islam Madinah (S1) dan Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir (S2 dan S3).


FAO alumni LIPIA (S1) dan pernah lalu belajar ke Syeikh Ibn Al-Utsaimin di Arab Saudi. FAO inisiator pembentukan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI). AZA, FAO, dan AA berkolaborasi di Yayasan Al-Islam, Jati Melati, Bekasi. AZA Direktur Pesantren Tinggi, FAO Ketua Yayasan, AA pengurus. Urusannya jadi ruwet karena AZA adalah pengurus pusat MUI. 


Selain dua lembaga ini, Polri dan BNPT merilis lembaga lain yang diduga terafiliasi dengan JI. Mereka adalah One Care, AAF, BM FKAM, dan Hilal Ahmar (HASI). 


One Care berkantor pusat di Duren Sawit, Jakarta Timur. Pengurusnya telah membantah terkait dengan JI, tetapi Polri punya bukti aliran arus uangnya. Abu Ahmad Foundation (AAF) didirikan oleh warga Tasikmalaya. Namanya Tazneen Miriam Sailar. Dia asli Inggris, tetapi suaminya warga Panyingkiran, Indihiang, Tasikmalaya.


Acep Ahmad Setiawan alias Abu Ahmad, suaminya, adalah kader JI. Dia pergi ke Suriah dan tewas pada 2014. Tazneen alias Aisyah Humaira alias Ummu Yasmin meneruskan perjuangan suaminya. Dari Tasikmalaya, dia menggalang dana melalui AAF, yang terafiliasi dengan Jabhah Nusrah. Dananya sebagian ditampung melalui rekening atas nama Edi Susanto, warga Tegal asli Tasikmalaya. 


LAZ BM FKAM didirikan pada 2008. Pendirinya Muhammad Kalono. Kantor pusatnya di Laweyan, Surakarta. Modusnya penggalangan dana melalui kotak amal. Basisnya di Jawa Tengah dan DIY. LAZ BM FKAM aktif menyalurkan bantuan di daerah bencana seperti Aceh, Padang, dan Yogyakarta.


Mengingatnya hubungan keluarganya dengan Pesantren Al-Mu’min Ngruki, dan kiprahnya di sejumlah laskar Islam militan di  Solo seperti FPIS, Laskar Bismillah, Laskar Hisbah, dan Front Perlawanan Penculikan (FPP), Polri mengendus kaitan  LAZ BM FKAM dengan JI. Kalono menyanggah terkait dengan JI dan mengatakan organisasinya bergerak di bidang kemanusiaan. 


Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) didirikan oleh Bambang Sukirno alias Abu Zahra dan Angga Dimas Persadha. Dua-duanya kader JI. HASI menggalang dana di Lampung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya dan Makassar.

Di bio fanpage-nya diterangkan, HASI bergerak untuk pelayanan kesehatan di wilayah konflik dan bencana alam dalam lingkup nasional maupun internasional. Pemerintah telah membekukan aset HASI sejak 2015.


M. Kholid Syerazi, Sekretaris Umum PP ISNU