Opini

Toleransi dalam Masyarakat Indonesia

Sel, 27 Maret 2018 | 03:00 WIB

Oleh: Rohmatul Izad

Mencermati keragaman di Indonesia memang cukup menarik. Sikap keragaman masyarakat Indonesia memang sudah masuk pada taraf toleransi, yang artinya suatu kecenderungan untuk membiarkan perbedaan itu sebagai fakta sosial yang tidak bisa dihindari. Sikap ini penting karena mengakui keragamaan sebagai kondisi alamiah yang perlu dihargai.

Sementara itu, ada lagi satu sikap keragaman yang tidak sekedar membiarkan adanya keragaman, tetapi juga merawat keragaman itu, yang disebut sikap pluralis. Sehingga sikap toleransi yang masih pada taraf membiarkan perbedaan tidak cukup untuk memupuk sikap harmoni antar umat beragama yang berbeda-beda.  

Toleransi itu sikapnya satu tingkat di bawah sikap pluralis. Toleransi masih memahami kondisi keragaman pada level membiarkan dan menganggap perbedaan sebagai sesuatu yang mutlak ada. Tetapi sikap semacam ini betapapun bagus, tidak cukup bagi merawat kondisi-kondisi keragaman yang begitu banyak memiliki perbedaan antar agama atau kelompok.

Sikap pluralis mengandaikan adanya kemauan yang konsisten untuk saling mengerti atau memahami perbedaan sebagai suatu identitas yang penting bagi penghayatan hidup yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tertentu. Tidak sekedar bagaimana perbedaan itu saling berhadap-hadapan secara harmoni, tetapi juga saling berdialog, mengisi, dan mengormati sebagai satu entitas yang sama pentingnya dengan sikap individualisme golongan tertentu.

Dalam konteks keragaman, sikap pluralis memiliki konsistensi yang tinggi untuk lebih memahami dan mengkaji perbedaan sebagai penghargaan tertinggi bagi adanya keragaman. Berbeda dengan toleransi, sikap toleran masih sangat rentan terhadap konflik dan perpecahan, ia mudah sekali dibelokkan dan dirubah menjadi radikal.

Tetapi sikap pluralis, di samping lebih konsisten, ia tidak mudah untuk dibawa ke sana kemari atas sikap keragaman yang tinggi dalam menghargai perbedaan. Karena kaum pluralis menyadari betul bahwa setiap simbol kebenaran dari agama-agama memiliki nilai yang sama pentingnya dengan apa yang diyakini oleh setiap individu.

Masalahnya adalah di Indonesia ada banyak sekali kelompok-kelompok agama tertentu yang tidak mau mengakui perbedaan sebagai bagian dari keragaman yang ada. Jangankan mengahargai atau saling menjalin dialog, mengakui saja mereka tidak mau. Sikap ini berawal dari ketidakmauan untuk melakukan proses memahami dan menghormati perbedaan tersebut yang dianggap tidak penting.

Sebagai contoh, kehadiran kaum Islamis fanatis semakin meresahkan dan mereka ditengarai telah menghilangkan sikap toleransi keagamaan di Indonesia. Mereka hanya percaya terhadap satu bentuk penafsiran yang baku terhadap kebenaran yang mereka yakini, saling mengklaim kafir, murtad, dan menganggap di luar kelompoknya sudah keluar dari pakem resmi Islam.

Padahal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sikap fanatik mereka telah mengakibatkan adanya keresahan, konflik, gejolak yang sulit dikendalikan, ketegangan, dan benturan di tengah masyarakat. Mereka tidak mau menghargai kebijaksanaan dan kearifan lokal sebagai bagian dari keragaman di Indonesia.

Islam sebagai agama mayoritas yang seharusnya merangkul dan menjaga, justru menjadi biang kerok atas kegaduhan sosial. Meski aksi dan gerakan mereka tidak melahirkan bentrok fisik atau kekerasan, tetapi yang dihawatirkan adalah ketika keberadaan mereka dimanfaatkan oleh partai politik tertentu yang sangat bersifat pragmatis.

Yang memprihatinkan adalah mereka tidak menyadari bahwa sikap fanatisnya yang berlebih-lebihan itu sebenarnya berdiri tegak karena adanya sikap pluralis dan majemuk di tengah masyarakat kita di Indonesia. Namun demikian, di samping tidak menyadari, mereka justru memusuhi pluralitas yang sebenarnya dari rahim pluralitas inilah mereka dilahirkan. Sehingga mereka menginginkan adanya keragaman yang sudah terjalin secara harmoni menjadi keseragaman.

Indonesia sebagai negara yang memiliki banyak suku dan agama sudah selayaknya menjaga persatuan dan kesatuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa perbedaan sangat mudah atau rentan memunculkan konflik. Kita bisa melihat bagaimana kondisi konflik Timur Tengah yang berkepanjangan, konflik antar suku, golongan dan kekuatan politik telah memporak-porandakan wilayah mereka. Kita perlu bejalar dari mereka bahwa betapa pentingnya sikap saling menjaga dan merawat keragaman itu sebagai entitas yang penting dalam kehidupan bersama.

Indonesia adalah rumah kita bersama, keragaman sebagai fakta yang tidak bisa dihindari harus dihormati. Ini menjadi tantangan kita bersama untuk saling menjaga keragaman ini agar keadaan harmonis antar sesama golongan dan umat beragama dapat dipelihara dan terhindar dari konflik yang tidak seharusnya terjadi.

Indonesia tidak hanya milik satu kelompok atau agama tertentu. Indonesia adalah milik kita bersama, milik orang-orang Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan lain sebagainya. Semua golongan memiliki arti penting dan peran yang sama dalam berpartisipasi dan menciptakan suasana harmonis dalam berkeagamaan.

Ini adalah tanggungjawab kita bersama untuk merawat, menjaga, dan memupuk sikap toleransi yang lebih tinggi sekaligus sikap pluralis agar masa depan Indonesia terhindar dari konflik fanatisme antar golongan yang itu akan merusak tatanan sosial dan diharapkan lebih mampu menjaga perdamaian sesama umat.

Oleh karena itu, perlu adanya upaya-upaya rekonstruksif dari berbagai pihak, baik itu pemerintah dan ormas-ormas  untuk lebih peduli dan selalu menanamkan nilai-nilai kebangsaan, merawat dan memperjuangkan budaya toleransi dan kebhinekaan di Indonesia, agar negeri yang kita cintai ini terus damai dan tidak terjerat pada konflik antar golongan di kemudian hari.


Penulis adalah Ketua Pusat Studi Keislaman dan Ilmu-Ilmu Sosial Pesantren Baitul Hikmah Krapyak Yogyakarta.