Pendidikan Islam

Integrated System di Pesantren ISC Aswaja Lintang Songo Yogyakarta

Ahad, 26 Juli 2015 | 18:00 WIB

Pondok Pesantren Islamic Studies Centre (ISC) Aswaja Lintang Songo merupakan satu dari sekian banyak pesantren yang berkiprah dalam pengembangan sosio-kultural masyarakat khususnya bidang keislaman sebagaimana lazimnya pondok pesantren.<>

Pesantren yang berlokasi di Piyungan, Bantul, Yogyakarta ini mungkin tidak begitu populer jika dibandingkan dengan Pondok Pesantren Krapyak atau Sunan Pandanaran. Hal ini wajar karena memang pesantren ini baru lahir pada tahun 2006. Namun demikian, ada hal baru yang ditawarkan pesantren ini sebagai sebuah terobosan kreatif dalam sistem pendidikan pesantren secara khusus dan sistem pindidikan Indonesia secara umum. Selain itu, pesantren ini juga memberikan perhatian yang cukup besar dalam memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar pesantren.

Sebagaimana dituturkan oleh pendiri sekaligus pengasuh pesantren ISC Aswaja Lintang Songo, KH. Heri Kuswanto, pesantren ini didirikan bertujuan untuk membantu mereka yang tidak mampu secara finansial. Pesantren tidak boleh “tutup mata” terhadap kondisi perekonomian para wali santrinya. Para alumnus pesantren juga jangan sampai canggung dalam mengarungi realitas kehidupan terutama dalam hal kemandirian wirausaha.

Oleh karena itu, ia menawarkan sebuah sistem yang memadukan tiga komponen untuk mendapatkan kesuksesan dunia dan akhirat: Agama, Sains (Pengetahuan), dan Ekonomi. Ketiga komponen tersebut tidak bisa dipisahkan dan juga tidak bisa mengunggulkan satu atas yang lain. Ia menyebutnya dengan sistem yang terpadu (integrated system) yang diejawantahkan di dalam visi pesantrennya, yaitu “membentuk santri berkualitas, mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat” kemudian diaplikasikan langsung di dalam proses belajar-mengajar di pesantren ini.

Ada tiga proses pembelajaran yang dikembangkan di pesantren ini. Pertama, pembelajaran dalam rangka pengembangan pegetahuan keislaman. Dalam hal ini tidak ada perbedaan mencolok dengan tradisi pesantren pada umumnya. Pengajaran dilakukan menggunakan kitab kuning dengan sistem bandongan. Materi yang dipilih lebih kepada materi yang bersifat aplikatif, seperti tauhid, fiqh, dan tashawuf praktis. Di sini proses pembelajaran diampu oleh pengasuh dan tenaga pendidik lainnya.

Kedua, pembelajaran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (sains). Dalam hal ini proses pembelajaran “diserahkan” pada lembaga-lembaga formal. KH. Heri mewajibkan para santrinya untuk belajar di lembaga pendidikan formal sesuai dengan tingkatan masing-masing, mulai dari sekolah tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Ketiga, pembalajaran untuk mengasah kemadirian para santri dan kepekaan terhadap realitas sosial. KH. Heri Kuswanto mendidik para santrinya untuk memraktikkan ajaran-ajaran keislaman yang telah disampaikan, seperti praktik khutbah shalat jum’at, memimpin tahlil, men-shalati janazah, dan lain sebagainya. Hal ini bertujuan agar para santrinya tidak canggung lagi berkiprah di tengah masyarakat ketika sudah kembali ke asal mereka masing-masing.

Selanjutnya, KH. Heri juga mengajarkan para santrinya untuk terampil berwirausaha. ada beberapa unit usaha yang disediakan oleh pesantren sebagai media pembelajaran kewirausahaan, seperti pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, konveksi, pembuatan roti, dan lain sebagainya. Kebanyakan proses pembelajaran dipegang oleh ahli sesuai bidangnya. Santrinya juga diberikan keleluasaan untuk memilih bidang usaha yang ingin dipelajari. Namun, ada satu bidang yang ditangani langsung oleh KH. Heri sendiri dan harus diikuti oleh semua santri, yaitu bidang pertanian. Hal ini dilakukan karena selain sebagai bentuk pembelajaran kewirausahaan yang bersifat menyeluruh, juga sebagai sumber pokok untuk makan sehari-hari, sehingga santri tidak perlu mengeluarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup. (Muhammad Itsbatul Haq/Anam)

Terkait

Pendidikan Islam Lainnya

Lihat Semua