Daerah

Ketika Kiai Bagikan Caping saat Ceramah

Sen, 13 Januari 2014 | 01:30 WIB

Karanganyar, NU Online
Dalam safari Jama’ah Muji Rosul (Jamuro) ke Sembilan yang bertempat di masjid Nurul Hikmah Ngringo Jaten Kaupaten. Karanganyar, Jawa Tengah, Jumat (10/1), Kiai Amin Budi Harjono dari Semarang yang kala itu menjadi penceramah, membagikan caping kepada jajaran kiai dan pejabat daerah setempat yang hadir.
<>
Kiai Amin bercerita bahwa dalam perjalanannya dari Kuwu menuju Karanganyar, Ia melihat orang bejualan caping yang tak laku, akhirnya dibeli dan dibagikan kepada jajaran Kiai dan pejabat untuk dijadikan pepeleng (pengingat).

Caping sendiri merupakan sejenis topi berbentuk kerucut yang umumnya terbuat dari anyaman bambu. Caping biasanya dipakai oleh para petani ketika sedang bekerja di sawah. Ia menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Jawa, ada nama sebuah lagu Jawa yang berjudul Caping Gunung.

Dalam acara yang dihadiri serta bupati dan wakil bupati serta kapolres Karanganyar tersebut, Kiai Budi mengupas bagaimana filosofi yang terkandung dalam caping. Caping sendiri merupakan miniatur gunung yang mempunyai ujung meruncing.

“Caping merupakan simbol dimana bagian bawah mengkisahkan semua kehidupan yang terdapat di dalam jagad raya sedangkan bagian atas merupakan tujuan dari kehidupan, yaitu menuju puncak tertinggi dan perjalanan itu kerap disebut dengan sangkan paraning dumadi (tujuan akhir kehidupan, red),” papar Kiai Amin.

Orang dahulu memakai caping tidak hanya bertujuan agar terhindar dari terik matahari, namun lebih dari itu caping dipakai sebagai simbol agar saat berkerja dan sesibuk apapun seseorang, selalu ingat tujuan hidup yang utama yaitu menuju Allah, tandasnya. (Ahmad Rosidi/Mahbib)