Bahtsul Masail

Arisan Kurban Apakah Termasuk Kurban Nazar?

Rab, 24 September 2014 | 02:01 WIB

Arisan Kurban Apakah Termasuk Kurban Nazar?

(Foto ilustrasi: NU Online/Mahbib)

Assalamualaikum. Di lingkungan kami ada arisan bulanan untuk kurban yang setiap tahunnya dibelikan seekor sapi untuk tujuh orang. Pertanyaan saya: Apakah kurban dengan sistem arisan yang seperti ini termasuk kurban nazar yang mana kita tidak boleh memakan dagingnya? (Nurgianto, Lampung Barat).

 

Jawaban

Wa’alaikumsalam wa rahamatullah wa barakatuh. Saudara penanya yang terhormat Menyembelih hewan kurban merupakan salah satu anjuran yang sangat ditekankan oleh ajaran Islam terhadap pemeluknya yang berkecukupan serta ada kelebihan rizki pada saat yang ditentukan, yakni bulan Dzulhijjah mulai tanggal 10 sampai dengan tanggal 13.

 

Bahkan imam Malik berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban bagi mereka yang berkecukupan hukumnya adalah wajib. Pendapat ini mengacu pada salah satu firman Allah:

 

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

 

Artinya: maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah hewan kurban. (Al-Kautsar ayat 2).

 

Saudara Nurgianto yang dimuliakan Allah. Anjuran untuk berkurban yang oleh madzhab Syafii dihukumi sunnat ini sekarang mulai mendapatkan sambutan serta apresiasi yang cukup menyenangkan di tengah kehidupan masyarakat mengingat subtansi kurban adalah semangat berbagi demi perbaikan gizi di kalangan kaum muslimin. Oleh karena itu tidak sedikit diantara mereka yang menghimpun dana dengan cara mengadakan arisan demi melaksanakan ibadah yang mulia ini.

 

Dalam forum halaqah yang diselenggarakan oleh sebuah pesantren di Rembang pada tahun 1997, permasalahan ini pernah dibahas dengan keputusan bahwa kurban yang dilaksanakan oleh seseorang karena arisan tidak otomatis dihukumi sebagai nazar. Dengan demikian kurban tidak menjadi kurban wajib. Salah satu rujukan yang digunakan adalah Hasyiyah Sulaiman Jamal Ju V Hal. 251 karya Sulaiman bin Umar bin Manshur al-‘Azili al-Azhari:

 

فرع-الى ان قال- وقضية ما فى الروض انها لا تصير أضحية بنفس الشراء ولا بنيته فلابد من لفظ يدل على الالتزام بعد الشراء

 

Artinya; kesimpulan yang ada dalam kitab ar-Raudh menjelaskan bahwasannya hewan (yang dibeli) tidak otomatis menjadi hewan sembelihan (kurban) berdasarkan transaksi dan niat semata. Dengan demikian, hewan dapat diketahui statusnya (sebagai hewan kurban atau yang lain) dengan ungkapan pemiliknya setelah jual beli dilakukan.

 

Saudara penanya yang kami hormati, dari rujukan ini, dapat kita pahami bahwa hewan dapat berstatus sebagai hewan kurban nazar manakala si pemilik memang mengungkapkan niatnya secara jelas, dan bukan karena menanggapi sebuah pertanyaan dari orang lain.

 

Mudah-mudahan jawaban ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. (Maftukhan)