Pustaka

Sisi Lain Keilmuan Syaikhona Kholil Bangkalan

Ahad, 28 Maret 2021 | 10:30 WIB

Sisi Lain Keilmuan Syaikhona Kholil Bangkalan

Kehadiran buku berjudul Biografi Syaikhona Muhammad Kholil: Guru Para Ulama dan Pahlawan Nasional yang ditulis dan disusun oleh Tim Kajian Akademik dan Biografi ini sedikit mengurangi minimnya dokumentasi.

Bukan rahasia lagi jika Syaikhona Muhammad Kholil merupakan seorang ulama masyhur dari Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Banyak ulama besar terkemuka khususnya dari Jawa dan Madura pernah menimba ilmu dari beliau. Para ulama besar seperti Hadratusyaikh KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah serta KH As’ad Syamsul Arifin adalah beberapa ulama besar yang pernah menimba ilmu kepada beliau.

 

Namun nama besar Syeikh Kholil Bangkalan tidak dibarengi dengan dokumentasi tentang sisi keilmuan maupun warisan intelektual beliau. Selama ini nama besar Syaikhona Muhammad Kholil selalu diidentikkan dengan karamahnya.


Hal ini bisa kita lihat dari buku yang terbit beberapa tahun silam berjudul Surat Kepada Anjing Hitam (2001) yang ditulis oleh Syaifur Rachman. Dalam buku tersebut, dikisahkan berbagai macam karamah yang dimiliki Syaikhona Muhammad Kholil namun minim sekali kisah tentang khazanah intelektual beliau. Padahal, sisi keilmuan beliaulah yang tidak kalah penting untuk didokumentasikan sehingga bisa diambil pelajaran bagi generasi-generasi selanjutnya untuk kepentingan dakwah.


Maka kehadiran buku berjudul Biografi Syaikhona Muhammad Kholil: Guru Para Ulama dan Pahlawan Nasional yang ditulis dan disusun oleh Tim Kajian Akademik dan Biografi ini sedikit mengurangi minimnya dokumentasi tersebut.


Dalam buku ini ditulis tentang pandangan Syaikhona Muhammad Kholil terhadap beragam peristiwa yang terjadi baik di dunia maupun di Nusantara. Hal tersebut dapat kita lihat ketika beberapa ulama dari Jawa dan Madura berkumpul di kediaman Kiai Muntaha, menantu Syaikhona Kholil, untuk membahas kondisi politik Timur Tengah yang ketika itu Syarif Husein sebagai penguasa wilayah Hijaz digulingkan oleh Ibnu Saud yang berkolaborasi dengan Muhammad bin Abdul Wahab.

 

Hal ini tentu saja berdampak pada perkembangan Islam Ahlussunnah wal jamaah dikarenakan Muhammad bin Abdul Wahab memiliki pandangan Islam yang berbeda dengan pandangan Islam Ahlussunnah wal jamaah yakni pandangan Islam yang belakangan dikenal sebagai Wahabi.


Lantas Syaikhona Muhammad Kholil segera mengutus santrinya yang bernama Nasib untuk memberikan pesan kepada para ulama yang sedang berkumpul agar tidak risau dan gelisah atas apa yang sedang terjadi. Hal ini karena Allah telah menjamin keberlangsungan Islam Ahlussunnah wal jamaah (hal. 80-83).


Dengan kata lain Syaikhona Muhammad Kholil berupaya menenangkan para ulama dengan cara mengingatkan mereka agar tetap tawakkal kepada Allah dengan tanpa mengesampingkan ikhtiar.


Di samping hal itu, Syaikhona Muhammad Kholil adalah salah satu sosok yang mendamaikan ketegangan antara laku fiqih dengan sufistik atau antara syariat dengan tasawwuf. Ketegangan tersebut dikarenakan adanya polarisasi dua kelompok ini. Yang pertama adalah kelompok yang terlalu mengagungkan syariat dan cenderung menganggap bid’ah bahkan haram ritual dan laku tasawwuf, dan kelompok kedua adalah kelompok yang hanya fokus terhadap tasawwuf serta meremehkan syariat.


Syaikhona Muhammad Kholil mendamaikan ketegangan tersebut dengan menerapkan apa yang diistilahkan oleh Gus Dur dengan fiqih sufistik. “Fiqh sufistik mencerminkan sebuah model baru dalam menjelaskan permasalahan umat yang tidak hanya dipandang dari segi halal-haramnya, melainkan harus lebih memahami hikmah di balik terjadinya peristiwa yang menimpa kehidupan manusia” (hal. 167-168).


Artinya seorang alim sebaiknya tidak mudah menghakimi persoalan keumatan dengan sekadar menjatuhkan hukum halal-haram. Namun lebih dari itu, dia seyogyanya bisa melampaui hal itu dengan cara memahami kompleksitas dan dinamika kehidupan manusia. Dengan demikian, seorang alim tidak hanya dituntut untuk memahami syariat atau hukum Islam, namun juga dituntut memahami kondisi sosial masyarakat yang terjadi, supaya fatwa atau pendapat yang disampaikan dapat dengan mudah diterima.


Selain itu, dalam buku ini juga diperkenalkan karya-karya Syaikhona Muhammad Kholil. Beliau menulis beberapa kitab seperti : al-Matnu as-Syarif (1299 H), as-Silah fi Bayan al-Nikah (tahun tidak terlacak), Ratib Syaikhona Kholil (tahun tidak terlacak), Isti’dad al-Maut (1309 H), Taqrirat Nuzhah Thullab (1315 H), al-Bina’ Dhimma Tadrib wa Mumarasah (1309 H), dan masih banyak lagi karya tulis beliau.


Hal ini menunjukkan bahwa Syaikhona Muhammad Kholil adalah sosok yang sangat peduli terhadap literasi khazanah keilmuan Islam. Beliau menyadari pentingnya karya tulis dalam menyampaikan gagasan dan pandangannya terhadap pokok-pokok persoalan keislaman.


Bagaimanapun inilah warisan berharga dari beliau yang harus dilestarikan. Tidak saja dengan cara merawat karya-karya beliau, tapi juga dengan mengkaji kitab-kitab yang telah beliau tulis. Bukankah seseorang disebut ulama terutama karena ilmu yang dimilikinya?. Jadi cara terbaik menghormati para ulama adalah dengan mempelajari karya-karya mereka.


Oleh karena itulah kehadiran buku ini menjadi penting, sebab tidak hanya merekam kehidupan Syaikhona Kholil dari sisi sepak terjang beliau dalam persoalan sosial-kemasyarakatan dan kebangsaan, namun juga menjelaskan kontribusi beliau terhadap khazanah keilmuan Islam.


Dengan demikian, buku ini layak dibaca tidak hanya oleh para santri, tapi juga oleh mereka yang ingin lebih mengenal sosok Syaikhona Muhammad Kholil dari sisi keilmuannya. Wallahu A’lam.


Tufail Muhammad, Alumnus Pesantren Tebuireng Jombang tinggal di Jakarta


Identitas Buku

Judul          : Biografi Syaikhona Muhammad Kholil: Guru Para Ulama dan Pahlawan Nasional
Penyusun   : Tim Kajian Akademik dan Biografi ( Dr. Muhaimin, dkk)
Tebal           : 224 halaman
Cetakan      : Pertama 2021
Penerbit      : CV Orang-orang Madura
ISBN            : 978-623-96286-0-4