Sirah Nabawiyah

Kisah Awal Halimah As-Sa’diyyah Menyusui Nabi Muhammad

Sel, 25 Mei 2021 | 05:05 WIB

Kisah Awal Halimah As-Sa’diyyah Menyusui Nabi Muhammad

Nabi Muhammad SAW. (Foto: NU Online)

Masyarakat Arab yang hidup di daerah perkotaan memiliki tradisi untuk menitipkan bayi-bayi mereka kepada perempuan-perempuan desa. Bayi itu akan dirawat dan disusui dengan baik. Sebagai imbalannya, perempuan desa tadi akan mendapatkan upah yang telah disepakati sebelumnya. 


Hal itu dilakukan sebagai tindakan preventif bagi si bayi. Iklim perkotaan Arab kurang baik untuk seorang bayi, sehingga dulu orang-orang Arab memilih untuk menitipkan bayinya ke perempuan pedesaan dan dirawat di desa, agar kesehatan bayi terjaga dan tumbuh kuat. 


Hal ini juga dialami oleh Nabi Muhammad saat masih bayi. Beliau pernah dirawat dan disusui oleh seorang perempuan desa dari kabilah Sa’ad bin Bakr yang bernama Halimah As-Sa’diyyah binti Abu Dzuaib. Muhammad kecil hidup di perkampungan kabilah Sa’ad sampai usia empat tahun, ada yang mengatakan sampai usia lima tahun.


Halilmah As-Sa’diyyah sendiri memiliki tiga orang anak, yaitu Abdullah bin Harits, Anisah binti Harits dan Hudzafah atau Judzamah binti Harits (yang dijuluki asy-Syima’). Secara otomatis, tiga anak Halimah itu menjadi saudara susuan Rasulullah saw. Selain Rasulullah, Halimah juga pernah menyusui paman Nabi yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. 


Sebelum menyusu kepada Halimah as-Sa’diyyah, Muhammad pernah menyusu kepada perempuan mantan budak dari Abu Lahab, yaitu Tsuwaibah al-Aslamiyah. Selain menyusui Rasulullah Saw, Tsuwaibah juga pernah menyusui Masruh (putra Tsuwaibah), Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Abu Salamah bin Abdul Asad al-Makhzumi. Jadi, Rasulullah merupakan saudara satu susuan dengan Hamzah dari dua jalur, yaitu Tsuwaibah al-Aslamiyah dan Halimah as-Sa’diyyah.


Halimah Mencari Bayi untuk Disusui


Keluarga Halimah hidup di perkampungan kabilah Sa’ad bin Bakr. Perkampungan itu terkenal tandus, bahkan di Arab tidak ada perkampungan yang lebih tandus dari kampung itu. Kampung kabilah Sa’ad bin Bakr sedang dilanda paceklik. Hewan ternak di kampung tidak ada yang tumbuh subur, semuanya kering dan kurus. 


Tidak jauh berbeda dengan kondisi kampung tempatnya hidup, kondisi perekonomian keluarga Halimah juga sedang tidak membaik. Bahkan, kedua bayinya terus menangis karena seharian tidak bisa mendapatkan susu, air susu ibu (ASI) Halimah tidak mengeluarkan ASI dan unta miliknya pun tidak mengeluarkan air susu untuk diperah. Susah benar kondisi keluarga Halimah saat itu.


Suatu hari, Halimah bersama perempuan-perempuan kampung Kabilah Sa’ad yang lain pergi ke kota Mekah untuk menwarkan jasa ASI mereka. Dalam perjalanan menuju kota, ia juga ditemani sang suami (Haritsah) dan kedua anaknya yang masih bayi. Mereka berempat mengendarai keledai betina berwarna putih kehijauan dan seekor unta yang sudah tua (dalam versi lain unta berusia dua tahun).


Sepanjang perjalanan, keluarga Halimah merasa begitu sengsara. Di samping kendaraannya dalam kondisi lemah, kedua bayinya juga terus menangis. Bahkan kalau malam tidak bisa tidur karena kedua bayi masih terus menangis. ASI Halimah tidak keluar sama sekali, begitu juga unta tua yang dibawanya, setetes pun tidak mengeluarkan susu untuk diperah. Mereka hanya bisa mengharapkan keajaiban yang mengubah kondisi mereka saat ini.


Sesampai di Makkah, perempuan-perempuan kampung kabilah Sa’ad pun mencari bayi-bayi yang hendak mereka susui. Namun sayang, dari sekian perempuan yang ada, tidak satu pun yang mau membawa Rasulullah saw kecil untuk disusui. Hal itu wajar karena kondisi Rasulullah yang yatim membuat mereka tidak ‘melirik’ sama sekali. Mereka khawatir tidak bisa mendapatkan upah yang cukup jika menyusui seorang anak yang yatim.


Semua perempuan sudah mendapatkan bayi dan semua sepakat untuk kembali ke kampung. Namun, lagi-lagi kenaasan menimpa keluarga Halimah, hanya ia sendiri yang belum mendapatkan bayi. Mungkin karena kondisi Halimah yang tidak meyakinkan. Untuk menyusui anak sendiri saja tidak bisa. 


Halimah bertekad tidak akan pulang sebelum mendapat bayi untuk disusui. Namun bagaimana lagi, hanya Rasulullah seorang yang belum mendapat ibu susuan. Tanpa pikir panjang, Halimah pun menjemput Rasulullah kecil di rumahnya dan membawanya untuk disusui. Allah Swt sudah merencanakan kebaikan bagi keluarga Halimah.


Dengan mendapatkan seorang bayi, artinya Halimah dan keluarga bisa kembali pulang ke kampung bersama perempuan-perempaun yang lain. Keanehan mulai dirasakan Halimah. Saat baru saja Rasulullah saw berada di pangkuannya, kedua asinya seakan bereaksi untuk menyusui bayi yang berada dalam pangkuannya. 


ASI-nya tiba-tiba dipenuhi air susu. Rasulullah saw bisa menyusu dengan kenyang. Tidak hanya itu, kedua bayi yang tadinya tidak berhenti menangis pun bisa ikut menyusu sampai kenyang dan bisa tidur pulas.


Bukan saja kedua ASI Halimah yang penuh, kini unta tua miliknya juga berisi susunya. Halimah dan suami pun bisa menghilangkan dahaga masing-masing. Pada malam harinya mereka bisa beristirahat. Semuanya bisa kenyang dan tidur dengan pulas. Tidak seperti malam-malam sebelumnya. 


Pagi harinya mereka melanjutkan perjalanan menuju kampung. Lagi-lagi keanehan dialami keluarga Halimah. Keledai yang mereka tunggangi melaju dengan begitu cepat. Bahkan mengalahkan rombongan lain yang menunggangi unta merah. Unta merah adalah jenis unta terbaik.


Rombongan yang lain merasa keheranan, keledai yang tadinya lemah dan jalannya sangat lambam, kini justru melaju cepat mengalahkan kendaraan terbaik mereka. Ada sesuatu pada keledai itu. Pikir mereka.


Sesampainya di kampung, keanehan pun belum selesai dialami keluarga Halimah. Kondisi kampung yang sedang paceklik membuat susah mencari rumput dan hewan ternak mereka kurus serta tidak mengeluarkan susu untuk diperah. Namun tidak dengan kambing milik Halimah. Kambing miliknya mengeluarkan susu yang begitu banyak sehingga bisa diperah berkali-kali. 


Melihat keganjilan itu, orang-orang kampung berinisiatif untuk mengikutkan kambing-kambing mereka ke mana pun kambing Halimah digembalakan. Tapi tetap saja, kambing-kambinng mereka kurus dan tak mengeluarkan air susu. Sementara kambing Halimah terus berisi susunya dan bisa diperah berkali-kali untuk diminum.


Dua tahun berlalu, Muhammad tumbuh menjadi anak yang sehat dan kuat. Bahkan tidak seperti anak pada umumnya. Sebelumnya sudah kesepakatan bahwa Muhammad kecil hanya dua tahun saja disusui Halimah. Sudah saatnya Muhammad kembali ke pangkuan ibunda, Siti Aminah. Selama dua tahun, Halimah merasakan betul keberkahan Muhammad kecil.


Halimah pun menemui ibu Rasulullah saw. Tapi ia tidak bermaksud mengembalikannya ke pangkuan ibunda. Halimah justru menawar dan membujuk Aminah agar Muhammad tetap dirawatnya hingga ia besar.


“Saya berharap engkau berkenan jika anak ini aku rawat sampai besar. Sebab, aku khawatir dia akan terserang penyakit menular yang biasa menjangkiti kota Makkah,” bujuk Halimah. Halimah terus memelas di hadapan Aminah. Usaha Halimah berhasil dan Muhammad ia bawa kembali untuk dirawatnya. 


Hikmah dan Pelajaran


a) Kebaikan akan dibalas dengan kabaikan


Saat perempuan-perempuan tiak ada yang melirik Nabi Muhammad kecil untuk menyusuinya karena anak yatim, Halimah tanpa pikir panjang membawa untuk disusuinya. Ia tidak berpikir akan dibayar berapa, sama sekali tidak. Ia hanya membawa, menyusui dan merawatnya dengan baik. Kebaikan Halimah pun dibalas dengan kebaikan pula. Bahkan lebih dari itu. Kondisi perekonomiannya jauh lebih baik daripada orang-orang Kabilah Sa’ad. 


Sebaliknya, mereka yang enggan menerima Rasulullah karena yatim, kondisi ekonomi mereka tidak berubah, bahkan kambing-kambing mereka tetap tidak mengeluarkan air susu, di saat kambing Halimah susunya berisi dan bisa diperah berkali-kali untuk diminum.


b) Jangan Putus Asa


Ketika semua perempuan Kabilah Sa’ad sudah mendapat bayi untuk disusui dan sepakat untuk kembali ke desa, Halimah belum juga mendapat seorang bayi. Namun Halimah tidak menyerah begitu saja, ia tetap mencari bayi untuk dibawanya dan didapatilah Rasulullah kecil. Kegigihannya membuahkan hasil. Kehidupan keluarganya sejahtera. Coba, andai saja Halimah memutuskan untuk pulang bersama perempuan yang lain tanpa membawa bayi (Rasulullah saw), mungkin kondisi keluarganya tidak akan berubah.


c) Persiapan Sang Rasul


Bagaimanapun semua ini sudah skenario Allah swt. Ia menakdirkan masa kecil Rasulullah saw untuk hidup di lingkungan perdesaan agar jauh dari kebisingan kota. Rasulullah saw akan menjadi seorang nabi yang mendakwahkan ajaran Islam. Oleh karena itu, ia harus memiliki pikiran yang bersih, hati yang teduh dan budi pekerti yang baik. Secara geografis, kehidupan di desa lebih tenang, tidak terganggu oleh kebisikan kota. Hal ini sangat mendukung untuk membentuk karakter unggul seorang Rasulullah saw.


Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon