Tokoh KH MUHAMMAD RAMLI

Qadhi Luwu dari Bone

Ahad, 1 Februari 2009 | 08:40 WIB

Terlahir di Bone, Sulawesi Selatan, tahun 1906 M (1325 H.) sebagai seorang anak dari pasangan H Masalah dan Hj, Aminah. Diasuh dan besarkan  dalam kultur keagamaan yang sangat kuat. Karena ia berasal dari keluarga agamis, maka ia pun menimba ilmu agama pertamanya dari kelaurga terdekat, yakni   kedua orang tuanya.

Banyak menimba ilmu dari para ulama terkenal di daerahnya, seperti KH Abdul Rasyid dan KH Abdul Hamid (Qadhi Bone). Selain itu, Ramli kecil juga masuk pendidikan formal berupa Sekolah Rakyat (SR).

Setelah beranjak dewasa, Ramli berangkat ke Mekkah untuk berhaji dan belajar ilmu agama selama tiga tahun di sana. Sepulangnya dari Mekkah pun Romli tetap tawadhu’ dan tidak menyombongkan dirinya. Ramli mengunjungi para ulama di <>Sulawesi Selatan dan kembali berguru kepada mereka, seperti KH Ahmad Bone, Syeikh mahmud al-Madani, Syeikh Radhi dan Syeikh Hasan al-Yamani.

Karirnya dimulai sebagai badal Syeikh jamaah haji Indonesia asal Sulawesi Selatan, kemudian diangkat menjadi Syeikh jamaah haji selama tiga tahun. Dari sinilah kemuadian KH Ramli diangkat menjadi Imam Masjid Kajuara oleh Arung Kajuara dan kemudian memangku Jabatan Qadhi di Luwu. Puncak kariernya dalah menjadi anggota konstituante dari fraksi NU dan diangkat menjadi Imam Masjid Raya Ujung Pandang (Makassar sekarang).

Pada tahun 1946 KH Muhammad Ramli berangkan menuju Bone untuk terlibat aktif dalam perjuangan Revolusi fisik. Kemudian bersama-sama dengan para ulama lainnya mendirikan perkumpulan yang dinamakan Rabithatul Ulama (RU). Di sini KH Ramli bertindak sebagai Ketua I sedangkan ketua Umum dijabat oleh KH Ahmad Bone.

Misi Dakwah Aswaja
Dalam menjalankan misi dakwahnya, KH Ramli mengembangkan metode-metode ceramah dan pengajian dengan gaya yang menarik dan disukai oleh masyarakat. Beliau sangat memegang teguh prinsip-prinsip Ahussunnah Waljamaah. Aqidah inilah yang diterapkan, baik kepada santri-santrinya maupun kepada masyarakat secara luas.

KH Muhammad Ramli berprinsip bahwa hal paling pokok dalam Islama adalah akidah. Karenanya, ia berusaha semaksimal mungkin untuk menanamkan dasar-dasar akidah ini kepada masyarakat.

Dengan segala daya upaya, KH Muhammad Ramli memberantas segala kemusyrikan yang masih melanda masyarakat Luwu pada waktu itu. Pada waktu itu masyarakat di Luwu masih banyak yang menyembah pohon-pohon, sungai, batu dan lain sebagainya. Meski dilarang oleh agama, namun pada waktu itu penyembahan-penyembahan seperti ini masih ditolelir oleh pihak kerajaan. Dengan demikian KH Muhammad Ramli merasa berkewajiban untuk meluruskan kesalahan-kesalahan akidah masyarakatnya ini.

Beliau memberikan penerangan-penerangan dengan sikap yang tegas untuk menghilangkan seluruh praktek-praktek kemusyrikan yang masih melanda masyarakat di Sulawesi Selatan. Karena ketegasan-ketegasan sikap dalam setiap ceramah dan fatwa-fatwanya, maka kehidupan beragama Islam menurut tata cara Ahlussunnah Waljamaah di Luwu dapat dirasakan hingga saat ini.

Ketegasan KH Ramli dalam menata perikeagamaan di masyarakat Luwu, misalnya dapat kita lihat pada perubahan yang dilakukan oleh KH Ramli mengenai tata cara khutbah Jum’at. Meski gurunya, KHM As’ad mewajibkan khutbah harus dengan bahasa daerah, namun KH Ramli dengan mengacu pada kitab-kitab kuning, membolehkan khutbah dengan bahasa Arab.

Jadi menurut KH Ramli, khatib cukup membaca rukun khutbah dalam bahasa Arab, kemudian menerangkan dengan secukupnya tentang ajakan untuk menambah kebaikan dan ketaqwaan dalam bahasa daerah, bahsa yang dapat dimengerti dengan mudah oleh masyarakat setempat. Menurut KH Ramli, ini adalah bentuk pelaksanaan dari perintah Rasulullah SAW untuk mengajak manusia pada kebaikan sesuai dengan kapasitas kemampuan mereka masing-masing.

Pendosa Tidak Mesti Murtad
Karena seringnya diundang dalam acara pernikahan, maka di sinilah KH Ramli banyak mengajarkan tata cara hidup yang Islami kepada masyarakat secara langsung. Beliau mengajarkan kepada masyarakat tentang Islam yang sesuai dengan prinsip-prinsip akidah Ahlussunnah Waljamaah.

Suatu ketika, dalam pekerjaannya sebagai Qadhi, KH Ramli ditanya oleh warganya tentang tata cara penguburan terhadap seorang wanita Muslim. Dalam kasus ini wanita Muslim ini adalah isteri dari seorang lelaki non Muslim. Selama menjadi isteri, wanita ini tidak pernah terlihat melaksanakan syariat Islam, ada kemungkinan ia dilarang oleh suaminya yang non Muslim.

Mendapati kasus yang demikian, KH Ramli selaku Qadhi Kerajaan Luwu memerintahkan
Masyarakat untuk mengurus wanita tersebut menurut cara Islam. Argumen dari fatwanya ini adalah, ”Seseorang tidak akan memikul dosa orang lain,” (QS. Al-An’am, 6:164) dan “Allah menjadikan isteri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang yang beriman,” (QS. At-Tahrim, 66:11).

Sebagaimana pandangan Aswaja, orang yang mempercayai kerasulan Muhamamd SAW dan mengakui keesaan Allah SWT tidaklah dapat dianggap murtad begitu saja meskipun ia memiliki banyak dosa, bahkan seandainya ia melakukan dosa besar, ia tetaplah seorang Muslim yang berhak dikubur dengan tata cara Islam ketika ia meningal dunia.

Dari sisi pergaulan hidup dan sikap keagamaan, meskipun KH Ramli berpandangan teguh, namun Beliau sangat menganjurkan untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam menampakkan sikap-sikap keagamaan, termasuk cara berdzikir yang dianggap berlebihan oleh masyarakat pada umumnya.

Tahun 1952 KHA Wahid Hasyim, yang waktu itu menjabat sebagai menteri agama, berkunjung ke markas RU dan merundingkan pembentukan partai politik Islam untuk menghadapi Pemilu 1955. Musyawarah ini memberikan mandat kepada KH Muhammad    Ramli untuk mendirikan partai NU di Sulawesi Selatan.

Melalui partai NU inilah KH Muhammad Ramli terpilih sebagai anggota konstituante dari fraksi NU. Ketika sedang menghadiri rapat konstituante di Bandung, rupanya KH Muhammad Ramli dipanggil menghadap Ilahi dalam usia 52 tahun. Semoga Allah mengampuni segala khilaf dan dosa-dosanya, menempatkan ruhnya di tempat terbaik di sisi Allah SWT. (Disadur oleh Syaifullah Amin dari berbagai sumber)