Ada yang bertanya tentang status Negara Kesatuan Republik Indonesia – yang berdasarkan Pancasila ini - dalam pandangan Islam: sahkah atau tidak? Saya menjawab: bahwa negara ini adalah sah.
Seandainya negara ini tidak sah, saudara nikah kemarin ke KUA itu tidak sah.
Seandainya negara ini tidak sah, gaji yang diterima oleh pegawai negeri, oleh para pejabat, dll, itu tidak halal. Kenapa tidak halal? Karena itu berasal dari pajak yang dipungut dari rakyat. Negara yang tidak sah, tidak punya hak untuk memungut pajak itu.
Perempuan yang mau menikah, sudah barang tentu harus dinikahkan oleh walinya. Walinya adalah ayahnya. Kalau ayahnya tidak ada, yang menikahkan adalah kakeknya. Kalau kakeknya tidak ada, maka yang menikahkan adalah saudara laki-lakinya. Kalau saudara laki-lakinya tidak ada, yang menikahkan keponakannya. Kalau keponakannya tidak ada, yang menikahkan pamannya. Kalau pamannya tidak ada, yang menikahkan sepupunya.
Kalau semuanya tidak ada, yang menikahkan siapa? Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “ash-sulthaanu waliyyu man laa waliyya lahu; sultan adalah wali dari setiap orang yang tidak punya wali”. Siapa yang dimaksud wali? Wali adalah negara. Wali adalah presiden atau orang-orang yang diangkat oleh presiden: menteri agama, KUA, dan seterusnya.
Kewajiban kita sekarang adalah mengawal NKRI ini. Kita tidak boleh melakukan yang biasa dilakukan orang. Apa yang biasa dilakukan orang? Melakukan kerusakan di atas bumi ini. Melakukan korupsi, melakukan terorisme, melakukan kecurangan dan seterusnya. Itu adalah bentuk-bentuk kejahatan yang – secara tidak langsung – menodai perjuangan orang-orang (nenek moyang) kita di zaman dahulu.
Negara yang kita cintai ini harus kita kawal. Kita harus punya keberanian untuk mengkritik. Akan tetapi, kritiknya kritik santun. Kritiknya kritik membangun. Kritiknya kritik cinta, bukan kritik benci.
Disarikan dari ceramah KH. Afifuddin Muhajir. Beliau adalah penulis buku "Fikih Tata Negara", Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiiyyah Syafiiyyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, dan kini Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Pentranskrip: Ahmad Naufa KF
Simak video bermanfaat lainnya di channel Youtube NU Online! Subscribe!