Warta

Aura Istana Pudar di Arena Muktamar

NU Online  ·  Rabu, 24 Maret 2010 | 07:52 WIB

Makassar, NU Online
Bagi kebanyakan masyarakat Nusantara, mistisisme merupakan ruang tersendiri yang di sediakan di salah satu sudut alam bawar sadar manusia. Mistisisme, selain di ukur antar pribadi seseorang biasanya juga diukur berdasarkan perbandingan antar kelompok masyarakat. Bahkan tak jarang diukur pula secara acak, yakni dengan membandingkan antara aura seseorang keangkeran lokasi-lokasi tertentu, demikian pula sebaliknya.

Secara umum, masyarakat Indonesia menganggap Istana negara sebagai suatu tempat yang memiliki nilai aura tinggi, terutama bagi masyarakat Jawa. Dengan demikian, para penghuni istana juga secara otomatis dianggap sebagai pribadi-pribadi yang memiliki performa sempurna, atau setidaknya nyaris sempurna. Terutama bila dipandang dari sudut mistisisme masyarakat Jawa.

<>

Masyarakat Nusantara biasanya menganggap ulama dan raja sebagai pribadi yang sama-sama memiliki aura tinggi. Tentu saja secara formal, masyarakat akan mengatakan aura raja dan istananya, lebih terang daripada aura ulama dan padepokan atau pesantrennya. Hal ini juga dianggap tetap berlaku hingga zaman sudah secanggih sekarang, kecuali dalam beberapa kasus tertentu.

Bila Anda jeli, maka salah satu pengecualiannya, kali ini terjadi di arena Muktamar ke-32 NU di Makassar. Beberapa indikasi dan kejadian dan pernyataan menandakan bahwa aura istana memudar di arena muktamar.

Mereka yang percaya klenik akan menganggap rontoknya jambul tabuh beduk yang digunakan oleh presiden untuk menabuh beduk sebagai tanda dimulainya muktamar secara resmi, adalah jatuhnya wibawa presiden jika ingin mengintervensi muktamar. Artinya, kalaupun presiden ingin mengintervensi muktamar, hampir bisa dipastikan akan berujung pada kegagalan.

Karenanya, orang-orang yang jeli akan mencermati ucapan presiden yang menyatakan akan menerima apa pun keputusan muktamar -padahal muktamar belum dimulai. Artinya presiden nampak sudah mempersiapkan diri jika hasil muktamar tidak seperti yang dikehendaki oleh pemerintah. Memang pernyataan presiden ini tidak bisa dianggap sebagai indikasi lepas tangan, mengabaikan atau bersikap masa bodoh.

Dan bila dihubungkan dengan pernyataan-pernyataan para tokoh NU dalam menyambut muktamar, tentu kita cukup mengerti mengapa presiden mengambil sikap demikian. Nampak dari beberapa pernyataan yang sudah banyak terlontar dari para tokoh NU, aura istana akan kesulitan menerobos, pesantren-pesantren para ulama kharismatis. Nampaknya presiden cukup mengerti, sudah pernah ada bukti, Gus Dur membuat aura istana pudar di arena Muktamar. (min)