Benteng Fort Rotterdam Saksi Bisu Kekejaman Belanda
NU Online · Kamis, 25 Maret 2010 | 14:12 WIB
Makassar, NU Online
Bila dilihat dari tekstur bangunan sejarah Benteng Fort Rotterdam maka terlihat sangat indah dan menawan karena bangunan tersebut walau sebagiannya telah hancur namun masih tetap berdiri kokoh bagian-bagian bangunan lainnya, namun dibalik itu semua ternyata ada perasaan yang tarik ulur kebelakang bahwa sedih dan miris kita melihat bahwa betapa kejamnya penjajah dalam hal ini Belanda telah begitu menyakiti hati warga Sulawesi Selatan, khususnya yang berada di Makassar.
Bagaimana pun rakyat Makassar di era penjajahan belanda pun telah merasakan siksanya berada dalam naungan penjajah colonial dan sudah tentu keadaan dan kondisi ekonominya pada masa penjajahan tersebut sangatlah hancur. Namun kita semuanya harus bersyukur bahwa semuanya itu telah berakhir dan kita jadikan pembelajaran yang sangat berharga bahwasanya kita harus tetap menjaga Negara kita agar tidak lagi terjajah, hal ini diungkapkan oleh KH. Multazim yang merupakan Ketua Tanfidziyah PC. Kuantan Sengingi Provinsi Riau. (25/03)
"Verdana">"Saat ini yang kita rasakan bukan lagi penjajahan secara fisik namun saat ini yang kita alami lebih kepada penjajahan secara ekonomi. Oleh sebab itu, kita harus bersatu untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah-penjajah ekonomi di Negeri kita," ujar Kyai yang ditemui saat melakukan kunjungan di Benteng Fort Rotterdam Makassar.
Adapun Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin, konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Kabupaten Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.
“ Bukan hanya Benteng Fort Rotterdam yang kami datangi, sebelumnya kami pun telah berziarah ke maqam-maqam yang ada di Makassar, mulai dari Maqam Syech Yusuf Tajul Khalwati, Maqam Sultan Hasanuddin, Maqam Pangeran Diponegoro, dan kami bangga dan bahagia melihat maqam-maqam tersebut bahwa sangat dijaga dengan baik, dan begitu banyak penziarah yang kami temui,” terangnya.
Lebih lanjut Multazim menjelaskan, hal ini mencerminkan bahwa masyarakat Islam di Makassar dan sekitarnya sangat mencintai agamanya serta menghormati para pahlawan-pahlawan Islam yang telah menyebarkan agama didaerah Makassar dan Sulawesi Selatan.
"Semoga kita semua insya Allah akan diberikan petunjuk untuk menjaga agama Islam hingga titik darah penghabisan," tutupnya. (saz)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua