Warta

Bila Usulan Hak Angket Kandas, Pamor DPR Jatuh

Kam, 24 Maret 2005 | 13:16 WIB

Jakarta, NU Online
Sedikitnya jumlah fraksi yang menolak kebijakan Pemerintah dalam menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) baru - baru ini dalam rapat paripurna DPR-RI bisa dijadikan gambaran betapa Hak Angket (penyelidikan) untuk menyoal kebijakan Pemerintah terhadap kenaikan BBM akan bernasib sama, yaitu turut kandas. Namun demikian, semua maksud baik dari penggunaan Hak Angket ini sangat tergantung dari kemampuan para inisiatornya dalam meyakinkan anggota-anggota fraksi yang telah mengambil sikap menerima atau dengan bahasa halus meninjau kenaikan harga BBM kemarin. 

"Fraksi-fraksi yang mengambil sikap menolak kenaikan harga BBM kemarin memang kalah telak.  Nasib Hak Angket yang bertujuan menyelidiki kenaikan harga BBM bisa diperkirakan tidak jauh berbeda, kandas, alias ditolak," kata Enceng Shobirin Nadj, direktur LP3ES bidang penelitian kepada NU Online, Kamis (24/03).

<>

Menurut peneliti yang akrab dipanggil Enceng ini, diterima tidaknya usulan Hak Angket dalam kaitan dengan kenaikan harga BBM ini sangat tergantung dengan sejauh mana Hak Angket tersebut akan menjangkau wilayah-wilayah sensitif. "Kalau masalahnya hanya sebatas persoalan-persoalan di luar eksistensi kekuasaan rezim saat ini, kemungkinan besar dukungan terhadap instrumen pengawasan yang dimiliki lembaga DPR-RI ini akan bertambah. Sebaliknya, jika jangkauannya sampai pada masa depan dari eksistensi rezim, maka kekuatan politik Parlemen yang sudah mendefinisikan dirinya sebagai bagian dari rezim saat ini kembali akan menarik dukungan terhadap usulan Hak Angket BBM,' urai Enceng.

Karena itu, strateginya, menurut Enceng harus ditata dengan baik, caranya para pengusul tidak mendorong sanksinya sampai pada tahap impeachment.

Ketika DPR-RI mengambil keputusan tentang diterima tidaknya kenaikan BBM, menurut Enceng, dari 10 fraksi yang ada, paling banyak ada 4 fraksi yang bersikap menolak, yaitu Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB), Fraksi PDIP, dan Fraksi Partai Damai Sejahtera (FPDS), dan Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN). Sementara 6 fraksi lainnya yang menerima kenaikan harga BBM dalam paripurna minggu lalu, antara lain Fraksi Partai Golkar, Partai Demokrat (FPD), Partai Persatuan Pembangunan, Bintang Pelopor Demokrasi (FBPD), Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dan Partai Bintang Reformasi (FPBR).  

"Keenam fraksi terakhir mungkin saja sejalan dengan penyikapan mereka yang menerima kenaikan harga BBM, akan menolak pula Hak Angket tentang BBM," tandasnya.

Menurut Masduki Baidlowi, pengusul Hak Angket BBM dari FKB, Hak Penyelidikan oleh Dewan tersebut harus gol sebab keputusan Pemerintah menaikkan harga BBM  tidak mengindahkan seruan dari Dewan. Kebijakan tersebut telah melanggar UU No. 36 Tahun 2004 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2005, dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara.

"Boleh saja Pemerintah menyatakan kebijakan tersebut merupakan domain mereka, tetapi kebijakan itu benar-benar mengubah subtansi dan orientasi APBN, untuk itulah kenapa sebelumnya Dewan menyerukan kepada Pemerintah untuk tidak memutuskan kebijakan itu sebelum dibahas dulu di Rapat tentang APBN Perubahan 2005," ujar Masduki.

Politisi FKB yang akrab dipanggil Cak Duki ini pun menambahkan, "Seruan lainnya yang diabaikan adalah pemerintah harus terbuka kepada Dewan dan menjelaskan, berapa sebenarnya biaya produksi dan operasional dari pengadaan BBM, termasuk berapa total volume di dalam negeri, dan yang dijual ke luar negeri, dan total hasilnya. Di sinilah kami melihat adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Keuangan Negara," tambahnya.

Meski Hak Angket BBM potensinya kecil untuk lolos, menurut Enceng, masih ada Hak Angket yang memiliki potensi besar untuk didukung mayoritas anggota Dewan, seperti   Hak Angket kasusLelang Gula Ilegal dan Penjualan Tanker Raksasa Lambung Ganda milik Pertamina. "Meski kasus Lelang Gula Impor Ilegal melibatkan Nurdin Halid, anggota Fraksi Partai Golongan Karya belum tentu memiliki ketergantungan kepada Nurdin Halid, termasuk kaitan lelang gula itu dengan adanya "Petunjuk Wakil Presiden Jusuf Kalla" kepada Jaksa Agung yang bagi orang-orang Golkar tidak terlalu prinsip. Dan ini, diperparah dengan memburuknya hubungan Kejaksaan Agung dengan FPG baru-baru ini," ungkapnya.  

Enceng buru-buru melanjutkan,"Dengan kondisi seperti itu, para pengusul seharusnya mampu meyakinkan para anggota Dewan untuk mendukung pelaksanaan Hak Angket," ujarnya.

Khusus bagi FKB, menurut Enceng, sudah saatnya menunjukkan kemampuannya dalam menggunakan instrumen-instrumen yang dimiliki Dewan secara maksimal. "FKB saat ini diuntungkan oleh posisinya yang tidak menjadi bagian dari lingkar kekuasaan,  maupun bagian dari partner politik PDIP secara permanen. Sikap FKB lebih ditentukan oleh isu-isu po