Tak terlihat kekhawatiran di wajahnya. Meski, dalam waktu dekat dia harus berangkat melakukan syiar Islam ke luar Jawa. Ketenangan Ibnu siang itu bukannya tanpa alasan. Pemuda bertubuh kurus itu adalah santri asal Lampung. Sehingga, tugas yang didapat dari pesantren itu ibarat pulang kampung. "Seperti pulang kampung," ujar Ibnu Mardian, 27, santri Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo mengomentari rencana keberangkatannya ke Lampung untuk menjadi dai di daerah transmigran itu.<>
Baginya, penunjukan itu sebagai tugas mulia. Sehingga, pria yang telah menimba ilmu di Lirboyo sekitar tujuh tahun ini berusaha menunaikan tugas sebaik-baiknya.
Meski sudah mengenal daerah transmigran yang akan ditempati, bukan berarti dia bisa berdekatan dengan keluarganya. Lampung tak sepadat Jawa Timur. Jarak antara satu kampung dengan kampung lain sangatlah jauh. Tak ayal, walaupun dirinya ditempatkan di Lampung, kemungkinan untuk bisa pulang ke rumahnya di Katibun, Lampung Selatan, tak dimungkinkan.
Melihat kenyataan itu, dia memilih untuk menetap di tempat yang disediakan khusus untuk dai. "Makanya kami ingin mendapat kejelasan tentang tempat dai nanti," ujarnya pria yang selama tiga hari kemarin mendapat pembekalan tugas dan kewajiban di lokasi transmigran.
Ibnu termasuk santri yang beruntung karena mendapat daerah yang juga kampung halamannya. Dua rekannya, Ahmad Zulfa, 21, dan Ahmad Murtadlo, 26, harus benar-benar 'berjuang' di daerah transmigran. Sebab, mereka akan memasuki daerah yang sama sekali baru.
Seperti halnya Ibnu, Murtadlo menganggap hal itu sebagai sarana mengamalkan ilmu. "Ini adalah kesempatan kami menyebarkan agama Islam," ungkap Murtadlo.
Bagi pemuda asal Kebumen, Jawa Tengah itu punya prinsip untuk tak sekadar mengejar kebahagiaan duniawi. Tetapi juga akherat. Karena itu, ketika ada kesempatan menjadi dai di tempat transmigran, dia menyambut antusias.
Kalaupun ada yang mengganjal di pikirannya, adalah izin dari orangtua. Hingga kemarin, dia belum memberitahu tentang rencana tersebut pada keluarganya di Jawa Tengah. "Jika orang tua saya mengizinkan maka saya akan berangkat," katanya.
Selain menunggu restu orang tua, pemuda lulusan SMAN Purworejo 2002 ini mengaku akan meminta kejelasan terkait kontrak dan fasilitas yang akan diterima di lokasi transmigran. Sebab, sampai kemarin kabar tentang hal itu masih simpang siur.
Walaupun mengaku tak risau di lokasi baru, tetapi dia harus memastikan tak akan terlantar di luar Jawa. Maka, sebelum berangkat dia harus memastikan kejelasan nasibnya nanti.
Dalam pembekalan yang berlangsung tiga hari kemarin, dia hanya mendengar tentang fasilitas yang diberikan. Di antaranya, fasilitas rumah dan tanah. Rencananya, mereka juga akan mendapatkan jaminan hidup selama tinggal di sana. "Kalau kerasan, selamanya akan dijadikan dai di sana," tuturnya seperti dilansir Radar Kediri, Jum'at (11/6).
Hal yang sama diutarakan Ahmad. Pemuda asal Ngadiluwih ini juga tak melupakan kelangsungan hidupnya di perantauan. Meskipun keberangkatannya ke daerah transmigran untuk beribadah, tetapi dia harus memastikan kejelasan nasibnya. "Sampai sekarang kami belum tahu kapan akan diberangkatkan," imbuhnya.
Sementara itu, Menakertrans Muhaimin Iskandar mengatakan, tugas para dai itu adalah sebagai motivator, fasilitator, dan stabilisator melalui bidang pendidikan, mental, dan spiritual. Pria yang akrab disapa cak Imin ini berharap, kehadiran para dai di lokasi transmigrasi akan membuat para transmigran semakin kerasan.
Untuk menyukseskan program tersebut, Kemenakertrans hanya akan memberangkatkan santri yang benar-benar mau menjadi dai disana. Pemilihannya, dilakukan di ponpes masing-masing. "Mereka boleh sudah menikah atau masih bujangan," ujarnya.
Apakah para dai ini akan menerima sejumlah gaji? Ditanya demikian, keponakan gus Dur ini mengaku tak hafal nominalnya. Melihat kecilnya nilai, dia menyebut itu bukan gaji tetapi hanyalah honor. "Kecil hanya cukup untuk transport dan biaya hidup," ujarnya. (min)
Terpopuler
1
Gus Yahya Sampaikan Selamat kepada Juara Kaligrafi Internasional Asal Indonesia
2
Menbud Fadli Zon Klaim Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sedang Uji Publik
3
Guru Didenda Rp25 Juta, Ketum PBNU Soroti Minimnya Apresiasi dari Wali Murid
4
Khutbah Jumat: Menjaga Keluarga dari Konten Negatif di Era Media Sosial
5
PCNU Kota Bandung Luncurkan Business Center, Bangun Kemandirian Ekonomi Umat
6
Rezeki dari Cara yang Haram, Masihkah Disebut Pemberian Allah?
Terkini
Lihat Semua