Warta PROSESI MAULID DI NUSANTARA (3)

Di Bangka, Maulid dengan Membaca Muhayyan, Barzanji dan Marhaban

Jum, 21 Maret 2008 | 09:40 WIB

Jakarta, NU Online
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah propinsi dengan budaya Melayu yang sangat kental.  Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW juga sudah menjadi tradisi yang sudah lama di daerah yang kerap disebut negeri serumpun sebelai ini.

Islam masuk ke pulau timah ini dibawah oleh Syaikh Abdurrahman As-Syiddiq dan perayaan maulid awalnya dilakukan di Desa Kemuja Kecamatan Mendobarat Bangka. Desa ini kerap disebut desa santri, selain karena kehidupan masyarakatnya yang sangat Islami, desa ini memiliki pesantren pertama di Kep. Bangka Belitung.

<>

Seiring dengan kemajuan zaman dan pesatnya perkembangan kehidupan masyarakat, perayaan maulid terus berkembang di berbagai tempat dengan suasana yang sangat meriah dan penuh nilai-nilai budaya Melayu.

Beberapa bentuk prosesi perayaan maulid dipusatkan di dalam masjid, diantaranya adalah pembacaan Barzanji, Muhayyan dan Marhaban yang mengupas sejarah hidup nabi dalam bentuk syair-syair yang sangat indah.

Pada saat seperti itu, seluruh masyarakat melakukan menunjukkan kebersamaan dengan membawa dulang dari rumah ke masjid. Inilah makna dari semboyan Kabupaten Bangka “Sepintu Sedulang”.

Masyarakat bangsa menyebutnya dengan “nganggung”, yang artinya membawa makanan dalam dulang yang memberikan simbol kebersamaan, kekompakan, gotong royong, saling memberi dan menerima untuk kesejahteraan. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh masyarakat, baik pejabat maupun rakyat jelata.

Nganggung umumnya dilakukan oleh kawula muda, sedangkan para orang tua dan sesepuh desa bertugas menyamtu tamu dan mengatur suasana di dalam masjid. Kekompakan antar generasi ini terpelihara dalam bungkus budaya Islami.

Nganggung ini dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu malam dan pagi hari. Adapun isi dulang yang dibawa ke masjid berbeda. Jikamalam hari, isi dulang adalah kue dan buah-buaha, pada pagi hari, makanan seperti ketupat dan lauk-pauk. (mkf)