Di Malaysia, 70 Persen PRT Indonesia Bekerja pada Keluarga Non Muslim
NU Online · Kamis, 26 April 2007 | 12:28 WIB
Kuala Lumpur, NU Online
Presiden Persatuan Agensi Pembantu-Rumah Asing Malaysia (PAPA) Dato Raja Zulkepley Dahalan mengemukakan,sekitar 70 persen pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia bekerja kepada keluarga non muslim di Malaysia di mana seringkali menimbulkan perselisihan atau ketidakcocokan.
"PRT Indonesia biasanya berpikiran jika bekerja di Malaysia akan bekerja pada keluarga Melayu yang muslim namun kenyataannya, sekitar 70 persen, mereka bekerja pada keluarga non muslim, sebagian besar pada keluarga Malaysia keturunan Cina. Ini yang harus ditanamkan kepada agensi Indonesia kepada para PRT sebelum ke Malaysia," kata Zulkepley, di Kuala Lumpur, Kamis.
<>Akibatnya, ketika tiba PRT Indonesia datang ke Malaysia, banyak menimbulkan masalah terutama budaya. "Misalkan dia disuruh mencuci anjing, memotong daging babi, atau menggoreng masakan tak halal, dan lain sebagainya sehingga banyak menimbulkan masalah dan keluhan dari PRT asal Indonesia di Malaysia," tambah dia.
Walaupun dalam MOU bilateral antara Indonesia-Malaysia diwajibkan kontrak kerja yang jelas, banyak PRT Indonesia tidak paham dengan kontrak kerja itu sendiri. Walaupun diatur dalam kontrak kerja mengenai kebebasan menjalankan ibadah masing-masing, masih adanya pengabaian oleh majikan.
"Tapi tidak semua majikan mengabaikan kebebasan beribadah. Banyak juga yang mau mengerti arti kebebasan beribadah," katanya.
Menurut dia, PAPA juga secara kontinyu terus memberikan pemahaman kepada masyarakat Malaysia mengenai latar belakang PRT Indonesia. "Banyak masyarakat yang merasa karena telah membayar mahal sekitar 6200 ringgit (atau sekitar Rp15 juta) untuk sekali mengambil PRT dari agensi menuntut PRT berkualitas. Saya jelaskan bahwa PRT ini merupakan anak-anak yang pendidikan rendah, dari keluarga miskin, kadang-kadang karena masalah keluarga mereka terpaksa menjadi PRT. Jika mereka berpendidikan dan berkualitas sudah tentu tidak mau menjadi PRT," katanya.
Oleh karena mahalnya untuk mengambil PRT Indonesia dari agensi Malaysia, sebagian besar yang mampu membayar adalah dari keluarga non Melayu. PAPA juga menyesalkan banyaknya pemalsuan identitas PRT asal Indonesia dan keterangan medikal oleh agensi-agensi Indonesia. "Anak-anak masih berumur 17 tahun, dan 18 tahun tapi ditulis umur 21 tahun atau 21 tahun ke atas. Memiliki penyakit menular tapi keterangan dokternya dinyatakan sehat walafiat dan lain sebagainya yang sering menimbulkan penolakan dari majikan," kata Zulkepley.
Menurut dia, pemerintah Indonesia dan Malaysia sudah memiliki MOU 2004 dan MOU 2006 yang bagus guna menekan semua masalah yang dapat timbul. Semuanya sudah diatur dengan jelas tapi kurang dijalankan dengan baik oleh agensi-agensi Indonesia. "Kedua belah pihak perlu juga saling menjaga agar industri PRT di Malaysia tetap punya prospek bagus," katanya.
Zulkepley juga mengakui bahwa permintaan PRT asal Indonesia sangat tinggi. PRT asal Indonesia sangat populer di Malaysia. Selain karena tidak terlalu banyak masalah dengan budaya dan bahasa, "PRT Indonesia dikenal rajin-rajin," katanya. Ada 300.661 pekerja asing yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Malaysia dan 294.115 orang atau 94,8 persen merupakan PRT dari Indonesia. (ant/mel)
Terpopuler
1
Niat Puasa Arafah untuk Kamis, 5 Juni 2025, Raih Keutamaan Dihapus Dosa
2
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
3
Menggabungkan Qadha Ramadhan dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bolehkah?
4
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
5
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
6
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
Terkini
Lihat Semua