Warta

Dr Ameer Ali: “Terorisme Buah Dari Neo Liberalisme dan Globalisasi”

NU Online  ·  Selasa, 24 Februari 2004 | 13:20 WIB

Jakarta, NU Online
Globalisasi berarti dunia menjadi satu pasar besar, seolah-olah dalam satu keranjang besar. Tidak semua orang bisa mengambil peran. Hanya mereka yang mempunyai modal dan uang saja yang dapat menentukan arah globalisasi. Pernyataan tersebut disampaikan Doktor Ekonomi Politik dari universitas Sri lanka, Dr. Ameer Ali, dalam International Conference of Islamic Scholars’ICIS’ pada Senin (23/02).

Ameer Ali yang menjadi pemakalah bersama dengan Dr  Vivi Alatas, dan Dr Ahmed Ali Mohamed Ali, di Komisi Islam dan Pembangunan Ekonomi juga menilai, bahwa sifat-sifat negatif dari globalisasi itu telah menjadi salah satu pemicu ketidakadilan. “Sebab dengan sifat negatifnya itu, globalisasi telah menghambat pemerataan pendapatan ekonomi masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang, atau muslim. Sebab itulah banyak pihak tidak setuju dengan globalisasi”kata Cendekiawan Australia itu.

<>

Ameer Ali yang mensarikan pemikirannya untuk pembangunan ekonomi Islam dalam makalah yang berjudul “Globalization, Discontent and Islam: thesis, antithesis, and synthesis?” itu membantah jika pendiskreditan masyarakat muslim di seluruh dunia baru terjadi setelah meletus Peristiwa 11 September.

Menurutnya, jauh sebelum itu, bahkan sejak abad pertengahan, dan awal Renaissance di Eropa, Islam telah diyakini sebagai agama yang negatif,”tulis Ameer Ali. Selanjutnya, dalam tulisan Ahmeer Ali juga dijelaskan, bahwa  para ilmuan dan akademisi yang mengambil spesialisasi kajian Islam, memperlakukan agama Islam dalam berbagai kulturnya sebagai temuan yang dipenuhi ideologi beracun, dan kadang-kadang buruk sangka.

Berdasarkan hal itu, Ameer Ali menyebutkan 3 alasan signifikan yang saling berkaitan dalam menjadikan Islam sebagai musuh umum yang harus dikalahkan. Pertama, klaim Islam sebagai hegemoni universal. Artinya pesan-pesan Islam bukan hanya untuk orang Arab, tetapi mungkin seluruh dunia.

Kedua, dari total 60 persen cadangan minyak dunia berada di Negara Islam, padahal Amerika Serikat merupakan konsumen minyak terbesar. Lebih dari 60 persen dari total konsumsi minyak AS harus dipenuhi dari negara – Negara lain. Sehingga bersatunya negara-negara Islam dalam mengontrol pemasaran minyaknya dapat menjadi bahaya potensial bagi supremasi ekonomi AS. “Karena itu jangan kaget, jika negara-negara Islam, khususnya Timur Tengah harus diobok-obok, baik melalui manuver diplomatik, bahkan bila diperlukan pendudukan militer. Sedangkan alasan ketiga adalah Islam bukan agama yang sederhana, tetapi merupakan pandangan hidup yang
karakter spesifiknya tidak sesuai dengan nilai – nilai yang didukung oleh kapitalisme global.

Berdasarkan alasan-alasan yang ditulisnya, Ameer Ali melihat bahwa terdapat empat aksioma fundamental yang menjadi basis bagi paradigma ekonomi Islam. Menurutnya dari keempat aksioma itu dapat dirumuskan sintesis antara globalisasi dan pengaruh negatifnya itu ditempatkan dalam ekonomi Islam. Caranya menurut Ameer Ali, negara-negara Islam bisa membuat aksi-aksi nyata sehingga dunia muslim bisa mengambil peran positif dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.

Apa saja aksioma fundamental dalam Islam itu? Ameer Ali mengungkapkan,” Pertama,  manusia adalah khalifah Tuhan; Kedua, alam diciptakan untuk manusia; Ketiga, Manusia menerima amanah dari Tuhan dan oleh karenanya harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan;  Keempat, kebebasan, kebijakan dan keadilan harus menjadi kriteria dasar yang menentukan dalam manajemen kemanusiaan,”papar Ameer Ali.

Semua aksioma di atas merupakan tugas-tugas yang diberikan kepada umat manusia untuk mengatur keindahan, kelestarian dan keseimbangan ciptaan Tuhan. “Karena itu tidak boleh lingkungan flora dan fauna dihancurkan, apalagi hanya demi memenuhi kerakusan manusia,”kata Ameer Ali menegaskan. 

Lebih jauh Ameer Ali mengatakan,”Prinsip-prinsip kebebasan, kasih sayang dan keadilan adalah elemen yang tidak terakomodasi dalam gelombang globalisasi,”kata Ameer Ali.  Saat ini, keadilan yang dikembangkan mendapat dukungan oleh Islam. Prinsip – prinsip keadilan akan menjaga kritikan dari hal-hal yang negatif dari kekejaman. “Dengan menggelar prinsip-prinsip ini menjadi model ekonomi yang komprehensif, maka Islam dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai suatu sintesa,”kata Ameer Ali tegas.

Menurut Ameer Ali, Sintesa ini dapat memenuhi dinamisasi yang dituntut elit global minoritas dan humanisme yang diinginkan oleh mayoritas lokal yang mengalami kekecewaan. “Etika Islam yang diajarkan dalam Al-Quran merupakanh elemen yang hilang dalam resep pasar neo liberal,”kata Ameer Ali mengungkapkan. Dia menambahkan, “Sangat tidak rasional bagi masyarakat bangsa yang menerima Islam sebagai cara pandang keagamaan tetapi tetap bisa menerima diktat ekonomi neo liberal dan globalisasi,”tambah Ameer Ali.

Maksud Ameer Ali, tidak Islami untuk bergabung dalam antusiasme kebijakan ekonomi IMF, Bank Dunia, dan WTO. Kar