Warta

Gedung PBNU Jadi Sekretariat Bersama Agama-agama

NU Online  ·  Kamis, 10 Mei 2007 | 06:51 WIB

Jakarta, NU Online
Karena seringnya digunakan sebagai tempat pertemuan para pemuka dan tokoh dari berbagai agama, gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang terletak di Jalan Kramat Raya, Jakarta, tidak berlebihan jika disebut sebagai sekretariat bersama bagi agama-agama di Indonesia.

Hal tersebut pun diakui oleh Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Andreas Anangguru Yewangoe saat hadir pada Pertemuan Tokoh Lintas Agama di gedung PBNU, Rabu (10/5) kemarin. Menurutnya, di gedung berlantai delapan itulah para pemuka agama berkumpul setiap ada permasalahan yang berhubungan dengan kerukunan antar-umat beragama.

<>

“Gedung (PBNU, Red) ini boleh disebut sebagai sekretariat bersama agama-agama. Karena setiap ada masalah di negeri ini, kita selalu berkumpul di sini,” ujar Pdt Yewangoe pada acara yang juga dihadiri Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi dan Uskup Agung Gereja Katolik Indonesia Kardinal Julius Rijadi Darmaatmadja itu.

Acara bertajuk “Memperkuat Persaudaraan dan Kualitas Perjuangan” itu digelar, selain sebagai ajang silaturrahim antar-umat bergama, juga karena menyusul sejumlah kasus penodaan agama Islam di beberapa daerah belakangan ini. Di antaranya, ritual yang dilakukan Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia (LPMI) yang dinilai melecehkan salah satu agama di Hotel Asida, Batu, akhir Desember 2006 lalu.

Selain itu, kasus terkini adalah ditemukannya Kitab Suci Al-Quran yang disisipi Injil di Jombang, Jatim. Dua buah mushaf yang dicetak PT Maqbul Jaya Surabaya pada tahun 1994 itu, ditemukan Taufiq, guru Taman Pendidikan Al-Quran Syubbanul Khoir, Desa Pojok Kulon, Kesamben, Jombang pada 7 April lalu.

Senada dengan Pdt Yewangoe, Kardinal Julius Rijadi Darmaatmadja mengaku sudah tidak asing lagi berada di gedung PBNU. Kepada hadirin, ia mengungkapkan bahwa undangan dari PBNU untuk menghadiri acara tersebut tak bias ditolaknya.

“Sebelumnya saya ditelepon oleh Kiai Hasyim Muzadi bahwa saya harus hadir, apapun keadaannya, pokoknya saya nggak boleh nggak hadir. Permintaan itu bagi saya telah membuat saya merasa menjadi bagian atau masuk lebih dalam di dalam pertemuan ini,” terangnya.

Sementara, KH Hasyim Muzadi yang juga Presiden World Conference of Religions for Peace itu mengingatkan, saat ini mulai terasa gangguan terhadap kerukunan antar-umat beragama di Indonesia. Umat Islam dan umat Kristen, menurutnya, merupakan sasaran utama bagi upaya pemecahbelahan kerukunan tersebut.

“Oleh karena itu, perlu adanya kewaspadaan baru di antara umat beragama agar tindakan kriminal itu tidak merembet menjadi konflik yang semakin membesar, selain juga aparat keamanan harus menindak tegas para pelakunya,” ujar Hasyim. (rif)