Warta

GP Ansor-Walhi Desak Pemerintah Keluarkan Pernyataan Darurat Hutan

NU Online  ·  Kamis, 26 Juli 2007 | 13:02 WIB

Jakarta, NU Online
Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak kepada pemerintah agar segera mengeluarkan pernyataan darurat atas kondisi hutan Indonesia. Hal itu sangat penting dilakukan sebagai upaya penyelamatan hutan yang sudah mencapai tahap sangat mengkhawatirkan.

“Bahkan perlu moratorium untuk mencegah semakin tak terkendalinya illegal logging (pembalakan liar, Red). Harus ada kemauan politik dari pemerintah untuk segera menghentikan penebangan hutan, baik legal maupun ilegal,” terang Direktur Eksekutif Walhi Chalid Muhammad pada diskusi di Kantor Pimpinan Pusat GPAnsor, Jakarta, Kamis (26/7).<>

Hadir dalam diskusi bertajuk “Hutan Rusak, Siapa Bertanggung Jawab” tersebut, sejumlah petinggi PP GP Ansor, antara lain, Saifullah Yusuf (Ketua Umum), A Malik Haramain (Sekretaris Jenderal) dan Idham Chalid (Wakil Sekretaris Jenderal). Tampak pula Ketua Pemuda Muhammadiyah Izzul Muslimin dan Ketua Pemuda Katholik Natalis Situmorang.

Chalid mengingatkan, kerusakan hutan yang semakin tak terkendali jelas akan sangat berdampak buruk pada kehidupan, tidak saja Indonesia, tetapi juga dunia. Jika kondisi tersebut tidak segera dicegah, maka, hutan di negeri ini akan habis dalam waktu setidaknya 15 tahun mendatang.

Hitung-hitungan yang juga cukup mengerikan, katanya, hutan di pulau Sumatera yang bakal lenyap dalam waktu 5 tahun mendatang. Sementara, hutan di pulau Kalimantan akan lenyap sama sekali hanya dalam waktu 10 tahun ke depan.

Karena itu, tambahnya, tawaran paling jelas dan rasional adalah penghentian sementara penebangan hutan untuk kepentingan apapun, baik yang memiliki izin maupun tidak. Pasalnya, penebangan hutan yang dilakukan selama ini bukanlah untuk kebutuhan dalam negeri, melainkan sebagian besar untuk kebutuhan pasar negara lain.

Chalid mengakui, pasti akan muncul kekagetan dari rakyat jika kebijakan itu diberlakukan. Namun demikian, hal itu menjadi tugas bagi pemerintah untuk mencari jalan keluarnya.

“Untuk memenuhi kebutuhan kayu dalam negeri, pemerintah bisa impor ke negara lain, bisa juga memanfaatkan industri hutan rakyat. Tapi, menurut saya, penghentian sementara penebangan hutan itu adalah pilihan, dan harus dipilih. Jika tidak, maka dalam 15 tahun ke depan kita tidak akan punya hutan lagi,” paparnya.

Walhi, kata Chalid, mengaku heran dengan Malaysia yang tercatat sebagai salah satu negara pengekspor kayu terbesar di dunia. Padahal, negara tersebut tidak memiliki hutan seperti Indonesia. “Illegal logging dari Indonesia kebanyakan ditampung di Malaysia dan kemudian didistribusikan ke 50 negara di dunia,” imbuhnya. (rif)