Gus Sholah: Kebijakan Pemerintah Belum Mengangkat Kehidupan Petani
NU Online · Senin, 7 April 2008 | 07:16 WIB
Krisis pangan yang melanda Indonesia disinyalir mempunyai akar masalah yang rumit. Bukan hanya kurangnya sektor pertanian-beras, namun juga kebijakan pemerintah yang belum bisa mengangkat kehidupan para petani. Akibatnya, sampai terjadi kelaparan hingga menyebabkan warga meninggal dunia.
Hal tersebut diungkapkan KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah), Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur dan mantan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), saat menjadi narasumber pada seminar nasional di Graha Watoe Dakon, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Ponorogo, Jatim, Ahad (6/4) kemarin.<>
“Ini merupakan cermin bagi pemerintah, termasuk pejabat daerah harus ikut bertanggung jawab. Kalau selama ini, soal kelaparan kadang ditutup-tutupi pemerintah dengan alasan aib, mestinya harus kita tangani secepatnya karena menyangkut nyawa,” katanya dalam acara bertajuk ‘Pengaruh Kebijakan Pemerintah terhadap Stabilitas Ekonomi dan Bahan Pokok’ itu.
Ia setuju dengan usulan bahwa kelaparan bisa dikategorikan persoalan pidana dan bisa dilaporkan ke polisi. Menurutnya, pada tingkat daerah, yang bisa dilaporkan adalah bupati dan pihak kepala dinas pertanian. Sebab, soal kelaparan menyangkut hak-hak atas pangan.
“Ini sebagai bentuk pendidikan hukum sekaligus politik, jangan hanya mengurusi haknya yakni fasilitas yang diterima. Tapi, harus lebih mengutamakan kewajiban yang harus dijalankan,” tandasnya.
Sementara, Rizal Ramli, mantan Menteri Koordinator Perkonomian di era presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), lebih banyak mengupas sepak terjang oknum pejabat yang ikut ‘bermain’ dalam persoalan beras. Terutama menyangkut kebijakan ekspor dan impor beras. “Kalau mau impor beras, harus jelas apa motivasinya,” tegasnya.
Menurut dia, impor beras, berarti Indonesia menyubsidi petani di Thailand atau Vietnam. Mestinya, lanjut Rizal, akan lebih bermanfaat jika subsidi ini diberikan kepada petani kita sendiri dalam rangka meningkatkan hasil panen. “Kalau alasan untuk melindungi rakyat, silakan. Tapi kalau sudah menyangkut komisi yang bakal diterimanya, itu jahat,” tukas ekonom lulusan Universitas Boston, Amerika Serikat, itu. (jp/sbh)
Terpopuler
1
Kemenag Tetapkan Gelar Akademik Baru untuk Lulusan Ma’had Aly
2
LKKNU Jakarta Perkuat Kesehatan Mental Keluarga
3
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
4
3 Alasan Bulan Kedua Hijriah Dinamakan Safar
5
Anggapan Safar sebagai Bulan Sial Berseberangan dengan Pandangan Ulama
6
Kopri PB PMII Luncurkan Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat untuk 2.000 Kader Perempuan
Terkini
Lihat Semua