Warta SERBA-SERBI TANAH SUCI

Harga yang Aneh, Berhematlah

Sab, 9 Oktober 2010 | 14:41 WIB

Madinah, NU Online
Selain terlibat dalam kegiatan manasik haji dan ibadah lainnya, para Jamaah Haji juga terlibat dengan berbagai kegiatan perjalanan. Selain transportasi, dan souvenir, jamaah haji juga terlibat dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Karenanya, uang saku biasanya juga dianggap sebagai salah satu dari prasyarat istitho'ah (kemampuan) seseorang untuk menunaikan ibadah haji.

Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi oleh jamaah haji, membuat mereka harus mampu membatasi diri dan mengatur keuangan, terutama bagi mereka yang berkantong tipis. Salah mementukan prioritas belanja atau kegiatan dapat berdampak fatal terhadap keuangan. Perbedaan mata uang antara rupiah dan mata uang lainnya, seperti Riyal dan Dollar mengakibatkan terjadinya berbagai kemungkinan penyesuaian harga, di luar kurs/nilai tukar antara rupiah dan lainnya.<>

Mata uang Riyal yang mengenal hingga angka terkecil Satu Riyal tidak lagi menyisakan barang dengan harga di bawah satu Riyal. Akibatnya, karena harga minimal adalah satu Riyal (berkisar antara 2.200-2.400 rupiah), maka kita hampir-hampir tidak bisa menemukan barang dengan harga seribu rupiah. Ini berarti, Anda harus membayar lebih mahal dari harga yang mestinya kita bayar jika membelinya di Indonesia.

Memang ada nilai pecahan paling kecil di bawah 1 Riyal, yakni 25 Halalah (senilai seperempat RIyal) dan 50 Halalalah (senilai setengah Riyal), namun pecahan uang ini hampir-hampir tidak lagi dapat ditemukan. Untuk membayar satu tangkai siwak yang biasa dijual para pedagang asongan saja, kita harus mengeluarkan satu Riyal. Harga ini bahkan sama dengan sekantong plastik lonjong makanan burung merpati yang biasa dijual para pedagang asongan.

Padahal hanya dengan lima Riyal, kita dapat membeli seikat siwak yang berisi sekitar 20 tangkai. Memang, menurut warga setempat, siwak yang masih dijual satuan pertangkai, biasanya lebih baik daripada yang sudah dijual perikat. Siwak yang dijual perikat biasanya adalah siwak dari tangkai yang sudah lama dipotong dan mulai mengering. Sedangkan yang dijual pertangkai dengan bentuk agak panjang, biasanya lebih baru, lebih segar dan lebih harum.

Perbandingan ini, belumlah seberapa aneh jika dibandingkan dengan cerita-cerita para pegawai kebersihan (Marbot) Masjid Nabawi. Banyak di antara para Marbot ini bercerita, jika ketinggalan Bus Antar Jemput, mereka sering menumpang kendaraan seharga 2 Riyal untuk pulang ke mess/kamp mereka yang berjarak sekitar 20 km. dari Masjid Nabawi. Ini berarti mereka membayar cuma lima ribu rupiah untuk naik mobil sejauh 20 km. Memang ini rute termurah dari Masjid Nabawi, tidak ada rute yang lebih murah dari rute ini.

Sedangkan untuk berziarah (pariwisata religi) di Madinah, biasanya seseorang dapat menumpang mobil carteran seharga sepuluh Riyal yang banyak menawarkan jasa antar ke berbagai tempat ziarah di sekitar kota Madinah, seperti Masjid Qiblatain, Masjid Quba, Gunung Uhud dan Masjid Ijabah.

Harga ini menjadi tampak mahal jika kita bandingkan dengan ongkos Bus dari Masjid Nabawi ke kota Makkah yang berjarak kurang lebih 450 km. Untuk ke Makkah dari Madinah, ada beberapa alternatif tumpangan kendaraan umum yang dapat digunakan oleh jamaah, baik rombongan maupun perorangan. Jamaah bisa Naik taksi balikan dengan ongkos 50 Riyal per orang (taksi ini biasanya diisi oleh empat orang/di Indonesia model taksi balikan ini juga biasa ditemui). Alternatif tumpangan lain adalah bus Resmi bertuliskan SAPTCO (Saudi Publik Transport Corporation) dengan harga 55 Riyal, atau bus-bus tak resmi dengan harga antara 30-20 Riyal. Dengan harga, berarti ongkos kendaraan dari Madinah ke Makkah hanya senilai 20 tangkai atau lima ikat siwak. Fantastik bukan?

Meski cenderung relatif stabil, keanehan seperti ini juga tampak pada harga buku-buku dan kitab-kitab di Madinah. Kamus Lisanul Arab misalnya, dijual dengan harga 350 Riyal (kira-kira Rp. 750.000), harga yang tampak sangat Murah karena kitab ini di Indonesia bisa berharga tiga kali lipat. Memang kira-kira tiga kali lipat inilah perbandingan harga kitab di Arab Saudi dan Indonesia. Namun, seringkali pembeli terkecoh ketika membeli buku-buku kecil seharga 15 Riyal-an. Meski tampak murah dan menarik, namun akumulasi harga akan menjadi besar jika kita tidak bisa meredam emosi, maklum di sana banyak buku yang susah diabaikan dan selalu menggoda untuk dimiliki.

Bagi Jamaah haji yang sedang berada di Madinah dan ingin membeli sesuatu, maka pastikanlah anda benar-benar membutuhkannya. Kalau pun Anda ternyata tidak terlalu butuh, maka pastikanlah Anda benar-benar menginginkannya. Sehingga ketika nantinya Anda mengetahui bahwa harga yang anda bayarkan ternyata cukup atau terlalu mahal, maka Anda tidak akan menyesalinya.

Jika pun Anda tidak memiliki Riyal atau Dollar, maka Anda dapat saja berbelanja dengan menggunakan mata uang rupiah. Bahkan jika pun Anda tidak dapat berbahasa Arab, karena rata-rata para pedagang beserta pramuwismanya dapat berbahasa Indonesia, meski terpatah-patah.

Para pedagang di toko-toko yang permanen, rata-rata akan menerima uang rupiah anda dan menghitungnya dengan perbandingan yang cukup akurat. Mereka bahkan akan mengembalikan uang (kembalian) Rupiah Anda dengan Riyal. Jadi Anda tidak perlu repot-repot dahulu untuk menukarkan mata uang Anda dan tidak perlu mengalami kerugian dua kali. Rugi ketika menukarkan uang dan rugi ketika membeli barang.

Meski demikian, Anda tidak boleh sering-sering menggunakan Metode ini, karena para pedagang hanya mau menghitung harga rupiah Anda sedikit lebih rendah dari harga pasar, yakni Rp. 2.500 per satu riyal dengan alasan yang tidak lagi dapat ditolak yakni memudahkan hitungan. Ya iyalah, mana ada pedagang yang mau rugi, anak isterinya dikasih makan apa dunk.

Terpenting untuk diingat adalah, perjalanan haji atau umroh ke Makkah al-Mukarromah dan berziarah ke Madinah al-Munawwaroh adalah perjalanan spiritual, jadi tidaklah perlu memanjakan nafsu untuk berbelanja atau melancong ke tempat-tempat yang tidak penting, yang dapat mengganggu kegiatan ritual utama, yakni haji umroh dan sholat Arbain di Masjid Nabawi Madinah. Janganlah karena keasyikan berbelanja atau jalan-jalan, lalu kondisi kesehatan tubuh menurun dan mendapatkan banyak hambatan untuk beribadah dengan khusyu'. (min/Laporan Syaifullah Amin langsung dari Tanah Suci)