Warta

Hasyim Bertemu Petinggi Hamas

Rab, 7 Februari 2007 | 04:53 WIB

Damaskus, NU Online
Untuk merealisasikan gagasan meredakan konflik di Timur Tengah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, Senin (5/1) melakukan pertemuan dengan Komandan Markas Biro Politik Hamas Cholid Meshaal, di Damaskus, Syria.
 
“Saya telah bertemu dengan Komandan Markas Biro Politik Hamas Cholid Meshaal,” kata KH Hasyim Muzadi ketika dihubungi via ponsel di Damaskus, Syria, kemarin. Dalam pertemuan itu, Hasyim didamping Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirayuda dan Ali Alatas.

<>

Hasyim mengatakan, pertemuan tersebut berjalan sangat menarik, karena kedua belah pihak sempat tukar pikiran guna mengatasi krisis di sejumlah negara di Timur Tengah, terutama Palestina dan Irak. ”Pertemuan ini sangat menarik, karena sempat terjadi diskusi antara Hasan Wirayuda, saya sendiri dan pak Ali Alatas,” kata Hasyim.

Dalam pertemuan, kata Hasyim, Cholid menyampaikan banyak hal, antara lain soal serangan Amerika Serikat (AS) dan Israel ke Irak, dan tidak kompaknya Hamas dan Fatah di Pelestina. Cholid sempat melontarkan kirik terhadap negara-negara di Timur Tengah, serta dunia internasional yang tidak dapat berbuat banyak untuk perdamaian di Irak dan Pelestina.

”Dunia Arab tidak care karena ada polarisasi pro dan kontra. Dunia internasional sendiri sama sekali tidak pernah bicara ketidakadilan. Serangan intelijen asing juga sangat kuat dan semua kekuatan dunia bermain di Palestina,” ungkapnya menirukan peryataan Cholid.

Dalam pertemuan itu, baik Hasyim, Hasan Wirayuda, maupun Ali Alatas banyak memberikan masukan untuk perdaiaman di Timur tengah. Soal sikap RI terhadap Palestine, Hasan Wirayuda mengatakan, bahwa pemerintah RI sangat mendukung dan siap membantu Pelestina dengan segala kemampuan. ”Pak Hasan menyampaikan, bahwa standar kebijakan baku RI yang mendukung Palestina dan siap membantu dan RI siap membantu upaya perdamaian,” jelas Hasyim.
 
Hasyim sendiri menyatakan, bahwa Indonesia juga pernah dijajah bangsa asing. Bahkan Indonesia dijajah kurang lebih selama 250 tahun, sehingga penderitaan bangsa Indonesia sebenarnya lebih parah dari pada bangsa Palestina. “Kalau Palestina dijajah selama 60 tahun, Indonesia telah dijajah selama 350 tahun, sehingga penderitaan rakyat Indonesia lebih lengkap,” ungkapnya.

Kepada bangsa Pelestina, Hasyim meminta agar tidak meminta belas kasihan bangsa penjajah. Sebab permintaan belas kasihan tidak akan dapat menggugah hati nurani mereka untuk segera keluar dari palestina. Yang harus dilakukan bangsa Palestina dan Irak, kata Hasyim, adalah menjalin persatuan, karena hal itulah yang sangat ditakuti oleh penjajah.

“Kita tidak perlu mengharap penjajah berbuat baik pada kita atau mengeluh atas kekejaman mereka, karena itu tidak mungkin. Yang paling penting kita harus menata diri karena yang ditakuti penjajah bukan senjata dan uang tapi persatuan. Kalau kita pecah itu adalah hadiah gratis untuk penjajah,” katanya.

Dalam lawatan ke Timur Tengah itu, Hasyim juga bertemu dengan Presiden Syria Basyar Asad dan Wakilnya Farouq Al-Syara, Mufti Republik dan Menteri Agama Lebanon, Syekh Muhammad Rosyid Kabbany, Wakil Imam Syiah di Libanon, Syekh Amir Qobalany dan Rektor Universitas Internasional Libanon, Dr Ahmad Husan. Setelah dari Syria, Hasyim akan menuju ke Iran bertemu dengan penasihat Presiden Iran Syekh Ali Ali Attaskhiry. (rif)