Warta

Identitas Madrasah Harus Tetap Dipertahankan

NU Online  ·  Kamis, 2 November 2006 | 10:17 WIB

Jakarta, NU Online
Selama ini pemberian mata pelajaran umum di madrasah baik pada tingkat ibtidaiyah hingga aliyah merupakan metode untuk memperluas cakrawala pengetahuan mereka. Sebab pada dasarnya madrasah adalah sistem pesantren yang menggunakan sistem klasikal. Tetapi sejalan dengan arus perkembangan zaman, pergeseran terus terjadi.

”Pergeseran madrasah dari sistem pesantren menjadi  sistem sekolah itu sekarang sudah terlampau jauh. Madrasah sudah bukan lagi sebagai madrasah, tetapi telah menjadi murni sekolah, kata Direktur Pengembangan Pesantren Departemen Agama RI Amin Haidari kepada NU Online di Jakarta, Kamis (2/11).

<>

Menurut Amin, pergeseran itu tidak hanya rasio antara mata pelajar umum dengan agama yang semakin besar mata pelajaran umum, tetapi pendidikan madrasah yang sebelumnya mengutamakan keimanan dan budi pekerti, saat ini juga cenderung intelektualistik.

Sekolah hanya mengajarkan kecerdasan, bukan membentuk watak, karena itu beban pelajaran umum diperbanyak, sementara kesempatan interaksi juga sosial menjadi berkurang. ”Kalau kita ingin menjadikan bangsa ini maju dan berbudi luhur maka tidak lain  madrasah harus dikembalikan lagi pada watak dasarnya,” kata Amin.

Mengembalikan jati diri madrasah berati harus membangun kembali hubungan madrasah dengan pesantren. Selama ini madrasah telah berdiri sendiri di luar jaringan pesntren. Karena itu, menurut Amin, madrasah cenderung mandiri dan kehilangan identitasnya, berubah semaunya sendiri tanpa ada batasan, sementara kalau dilihat madrasah yang ada di pesantren masih cukup kuat mempertahankan identitasnya.

Sebenanya tidak ada perbedaan tujuan pendidikan Islam baik pada zaman modern maupun zaman dulu, tetaplah untuk mengembangkan budi pekerti yang luhur. Maka walaupun saat ini kehidupan sudah sangat  pragmatis, masalah moral tetaplah menjadi tujuan utama bagi pendidikan apapun. ”Baru setelah itu kecerdasan, keterampilan dan sebagainya yang digarap,” kata Amin. (kun)