Warta

Impor Beras, Kebijakan Buruk yang Terus Berulang

Rab, 14 Februari 2007 | 11:03 WIB

Jakarta, NU Online
Impor beras yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kelangkaan beras merupakan kebijakan buruk yang terus berulang. Pemerintah seolah tak pernah belajar bagaimana mengatasi problem pangan secara tuntas di Indonesia.

Ketua PBNU H. Abas Muin berpendapat orientasi pemerintah yang berfokus pada kebijakan keamanan pangan menyebabkan impor menjadi sesuatu yang sah, asalkan kebutuhan pangan terpenuhi. Jika kebijakannya berorientasi ketahanan pangan, akan mendorong terjadinya program pemerintah yang memfokuskan produksi pangan dari dalam negeri.

<>

“Perubahan kebijakan nantinya akan merubah orientasi, seperti adanya diversifikasi pangan. Banyak umbi-umbian yang potensial digunakan sebagai pengganti beras. Banyak diantaranya yang memiliki kandungan korbohidrat yang lebih tinggi dari beras,” tuturnya dalam perbincangan dengan NU Online, Rabu.

Abas yang sudah lama berkecimpung dalam membela hak-hak petani ini berpendapat seharusnya impor beras ini tak perlu terjadi jika pemerintah memiliki database yang lengkap tentang kebutuhan dan ketersediaan pangan.

“Teknologi kan sudah maju, aparat di daerah seharusnya bisa menghitung berapa kebutuhan pangan yang diperlukan. Setahu saya, untuk daerah Jawa selalu surplus beras,” tandasnya.

Isu kelangkaan pangan telah menyebabkan konsumen khawatir sehingga mereka berusaha untuk membeli dalam jumlah besar. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pedagang untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Para petani sebagai produsen tak mendapat nilai tambah apa-apa dari kenaikan harga karena yang menikmati adalah pedagang. (mkf)