Warta

IPNU Tolak Unas Sebagai Penentu Kelulusan

Sel, 12 Desember 2006 | 00:41 WIB

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) menyatakan penolakannya terhadap keberadaan Ujian Nasional (Unas) yang tetap akan dilaksanakan pada 2007 mendatangdan menjadi penentu kelulusan siswa.
 
“Kebijakan itu akan bias dengan tujuan pendidikan sendiri karena telah meniadakan aspek keadilan, yakni menggantungkan nasib siswa pada tiga mata pelajaran, yakni Matematika, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, serta menyamaratakan kemampuan pelajar Indonesia, sementara fasilitas dan akses yang mereka dapatkan berbeda,” kata Ketua Umum PP IPNU Idy Muzayyad di Jakarta, Selasa (12/12). 

<>

IPNU berharap Depdiknas bersikap lebih arif dengan meninjau kembali kebijakan Peraturan Menteri Nomor 45 Tahun 2006 yang menjadikan Unas sebagai penentu kelulusan siswa. “Terlebih lagi dengan penaikan nilai rata-rata dari 4,50 menjadi 5,00. Kebijakan itu dianggap akan sangat memberatkan dan merugikan siswa,” jelasnya.
 
Idy, demikian ia akrab disapa, mengatakan, kalaupun UN dilaksanakan, maka akan pas kalau sebatas dijadikan penentuan standar nasional untuk pemetaan potensi siswa dan kondisi pendidikan di Indonesia, untuk diarahkan kepada peningkatan kualitas pendidikan oleh pemerintah secara merata.
 
“Dalam pandangan IPNU, tidak sepantasnya siswa menerima petaka pepatah “Nila Setitik Merusak Susu Sebelanga”. Artinya proses belajar mengajar yang telah ditempuh sekian lama oleh siswa jangan sampai hangus begitu saja oleh karena ia tidak lulus UN,” ungkap mahasiswa Pascasarjana Fakultas Komunikasi UI, Jakarta itu.
 
IPNU, lanjutnya, mendorong peran lebih besar oleh guru dan pihak sekolah untuk turut memberikan penilaian terhadap siswa dan menentukan layak tidaknya seorang siswa untuk diluluskan.
 
”Di sini, peran guru yang dekat dengan siswa menjadi penting untuk memberikan rekomendasi dan penilaian tentang siswa yang bersangkutan. Agar siswa tidak tertindas, dan peran guru tidak terabaikan.Jadi, biarkan guru dan sekolah yang menentukan kelulusan,” paparnya.
 
Ditambahkannya, pendidikan pada dasarnya merupakan proses menciptakan generasi bangsa dengan kualitas manusia seutuhnya. Maka pendidikan seharusnya dilakukan atas dasar keadilan dan pendekatan yang holistik, bukan parsial.”Aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa perlu dikembangkan dan diperhatikan secara proporsional dan seimbang,” tuturnya.
 
Pendidikan yang hanya mengacu pada salah satunya saja tidak akan menghasilkan generasi handal. Apalagi, pendidikan hari ini mengalami celah kekurangan krusial, yakni tidak mampu menghasilkan manusia yang bermoral tangguh, meski barangkali mampu mencetak figur-figur intelektual.
 
“Sehingga berapapun standar nilai dinaikkan, namun kalau siswa tidak diajarkan komitmen moral yang memadai, maka pendidikan tidak dapat dikatakan berhasil,” katanya.(duta)