Warta

KH Hasyim: RUU Sisdiknas Perlu Disempurnakan

Jum, 9 Mei 2003 | 15:34 WIB

Jakarta, NU.Online
Ketua Umum Tanfidziah PBNU KH A Hasyim Muzadi mengemukakan, RUU Sisdiknas perlu disempurnakan sebagai salah satu solusi yang dapat menampung pandangan dan sekaligus meredam kepentingan masing-masing kelompok umat beragama yang berbeda tentang RUU tersebut. Penyempurnaannya bisa ditempuh melalui lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang.

Hal itu dikemukakan Kiai Hasyim, panggilan akrab KH A Hasyim Muzadi, dalam percakapan dengan Nu.Online  menanggapi RUU Sisdiknas yang sekarang ramai dibicarakan di masyarakat.

<>

Hasyim mengharapkan, hendaknya legislatif dan eksekutif mampu menemukan solusi yang lebih bijaksana dengan menyerap aspirasi kelompok masyarakat yang berbeda dalam menyikapi masalah pendidikan agama bagi anak didik.

"Secara prinsip, umat Kristiani memandang, RUU Sisdiknas terlalu luas memberi ruang kepada negara guna ikut campur tangan dalam pendidikan agama di sekolah. Walaupun ketaatan masyarakat terhadap UU merupakan salah satu indikasi adanya kesadaran hukum, namun jika UU itu sendiri memiliki potensi konflik antarkelompok umat beragama yang berbeda, ini merupakan embrio keretakan bak bom waktu," ujarnya.

Ia pun mengingatkan agar RUU Sisdiknas yang bakal disahkan menjadi UU pada 20 Mei mendatang, tidak bernasib sama dengan UU Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LAJ), yang ditolak keras oleh masyarakat.

Kiai Hasyim menambahkan, penyempurnaan terhadap RUU itu bisa ditempuh melalui lembaga legislatif sebagai pembuat undang-undang atau bisa juga lewat penetapan peraturan pemerintah (PP) sebagai tata pelaksanaan dari perundang-undangan itu sendiri.

"PP sebagai salah satu sumber hukum, bisa mengantisipasi, menjinakkan agar bom waktu itu tidak benar-benar meledak," ujarnya. Dalam PP itu nantinya pemerintah bisa mengambil langkah solusi yang lebih bijaksana dengan menetapkan bahwa kewajiban sekolah untuk menyediakan guru agama yang seiman dengan agama siswa didik (murid), hanya diberlakukan bagi sekolah negeri, tidak bagi sekolah swasta beragama yang tegas-tegas memakai simbol agama tertentu.

"Andai ada seorang siswa Muslim yang bersikeras ingin masuk sekolah menengah umum Katolik (SMUK), maka calon siswa tersebut mestinya sudah memahami jika di lingkungan sekolah tersebut hanya memberikan pengajaran agama Katolik. Juga di SMU Islam (SMUI), maka ajaran agamanya adalah Islam, terkecuali jika SMUK dan SMUI itu statusnya sekolah negeri," ujarnya.

Agar masalah itu tidak sampai menjadi sumber keretakan antarumat beragama akibat dipaksakannya UU Sisdiknas, perlu kebijakan pemerintah yang mampu mengayomi aspirasi dan kepentingan seluruh umat beragama untuk melaksanakan pendidikan agama sesuai visi dan misi lembaga pendidikan yang bersangkutan. (sp/cih)