Warta MUKTAMAR KE-32

Konsep Ekonomi Kerakyatan Harus Sesuai dengan Nilai Islam

NU Online  ·  Jumat, 26 Maret 2010 | 01:06 WIB

Makassar, NU Online
Ekonomi kerakyatan selama ini didengungkan sebagai slogan Capres-cawapres 2009, termasuk pula para kandidat yang bertarung dalam pilkada di berbagai daerah. Padahal ekonomi kerakyatan dimaksudkan sebagai tatanan ekonomi yang berpihak kepada rakyat secara menyeluruh, terutama rakyat miskin.

Hal itu terungkap dalam sidang komisi Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu'iyyah Muktamar NU ke-32, di Asrama Haji Sudiang Makasar, Kamis (25/3) hingga tengah malam. Sidang dipimpin Ketua Tim Materi Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu'iyyah KH Drs H M. Masyhuri Naim, MA dan sekretaris KH Drs. Arwani Faisal, MA.<>

Dikatakan, sejarah mencatat para ulama sejak masa-masa awal sudah mempunyai gerakan perekonomian yang disebut dengan Nahdlatut Tujjar yang kemudian menjadi ruh perjuangan NU dalam bidang ekonomi. "Lembaga ini berfungsi untuk membangkitkan serta mengembangkan ekonomi kerakyatan dalam sektor perdagangan, disamping pertanian," kata Masyuri.

Dikatakan, konsep Islam mengenai ekonomi mengacu kepada kepentingan umum. Bukti kongkritnya adalah ajaran-ajaran filantropi dalam Islam seperti zakat, shadaqah, dan infak. Dengan demikian ekonomi kerakyatan merupakan system yang berbasis pada tujuan syari'at (maqashidus syari'ah) dan aturan-aturan syariat (ahkamus syari'ah).

"Islam mengajarkan ekonomi kerakyatan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Misinya menciptakan keseimbangan ekonomi dan perang melawan ketimpangan tidak bermakna bahwa kepemilikan kekayaan harus sama dan rata di antara umat. Karena tidak seperti sistem ekonomi sosialis yang membatasi kepemilikan, Islam memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk memiliki harta kekayaan dengan syarat, kekayaan itu diperoleh dengan jalan yang benar, ditasharrufkan dengan cara yang benar, dan ada jatah untuk fuqara', masakin dan mereka yang berhak memperolehnya," kata Masyhuri.

"Harta yang diperoleh seseorang tidak ditumpuk pada seseorang saja. Melainkan didistribusikan kepada pihak lain yang sesuai dengan tuntutan agama Islam," tambahnya.

Ruangan sidang pembahasan Materi Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu'iyyah ini sempat beberapa kali mengalami listrik padam. Namun kegiatan pembahasan tetap berjalan hingga selesai. (arm)