Warta Hari Perempuan Internasional

Kopri Demo Tolak Kenaikan TDL

Jum, 10 Maret 2006 | 13:55 WIB

Jakarta, NU Online
Memperingati Hari Perempuan Internasional, ratusan aktivis perempuan yang tergabung dalam Korp PMII Putri (Kopri) melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (8/3) lalu. Dalam aksi tersebut Kopri mengkritik kebijakan pemerintah yang selalu merugikan perempuan. Aksi demontrasi diawali di Bundaran Hotel Indonesia dan kantor Bapenas di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Dalam orasinya, Ketua Umum PB Kopri Ai Maryati As Sholihah mengatakan, presiden Susilo Bambang Yudoyono telah melupakan janji-janjinya, yaitu  mensejahterakan kehidupan masyarakat, terutama kaum perempuan. Rendahnya pendidikan dan maraknya kekerasan terhadap perempuan menjadi indikator ketidakseriusan pemerintah dalam memperjuangkan nasib kaum hawa tersebut.

<>

“Kebijakan pemerintah belum membela perempuan. Saya melihat pendidikan perempuan masih rendah, dan banyak kekerasan terhadap kaum perempuan yang masih terjadi,” teriaknya.

Kasus kekerasan terhadap para TKW Indonesia di luar negeri, kata Ai, tidak akan selalu terjadi kalau kalau sikap dan perlindungan pemerintah terhadap para TKW jelas. ”Karena itu, saya berharap pemerintah memberikan peelindungan terhadap mereka,” ungkapnya.

Ai juga menyoroti soal rencana pemerintah menaikan Tarif Dasar Listrik (TDL). menurunya, kenaikan TDL merupakan penindasan neo-liberalisme tehadap perekonomian Indonesia yang akan mengakibatkan pemiskinan terhadap perempuan. Oleh karena itu, mereka menuntut kepada pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut.

“Kenaikan TDL jelas akan berdampak pada kehidupan perempuan. Ia menilai, kebijakan pemerintah tersebut sangat tidak populis dan hanya akan menyengsarakan rakyat, terutama kaum perempuan. Yang dirugikan dari kenaikan TDL jelas adalah perempuan. Ini adalah bentuk baru dari praktek pemiskinan terhadap perempuan,” teriaknya lantang.
 
Ia juga menyinggung soal keberadaan Undang-undang Perempuan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). peraturan tersebut dinilai tidak efektif. “Sudah 2 tahun UU PKDRT disahkan, tapi sejauh ini pelaksanaannya sama sekali tidak mengacu pada undang-undang tersebut. Masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga,” katanya.

Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah untuk tegas dalam menegakkan UU PKDRT tersebut. Hal itu harus segera dilakukan dalam rangka menghapuskan kekerasan dalam rumah tangga.
 
Tidak Mau Terjebak
 
Menanggapi penolakan sejumlah kalangan terhadap Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), Ai Maryati menegaskan bahwa pihaknya tidak mau terjebak pada isu tersebut. “Kopri, tidak mau terjebak pada isu itu. Itu soal kecil. Persoalan berat yang dihadapi rakyat saat ini adalah rencana kenaikan TDL,” ungkapnya di sela massa aksi.

Meski demikian, Kopri menilai, persoalan pornografi dan pornoaksi itu juga perlu mendapat perhatian. Dalam pernyataan sikapnya, Kopri menuntut pemerintah untuk menghapuskan UU atau Perda yang menindas kaum perempuan, termasuk RUU APP tersebut.

Sementara itu, di tempat yang sama, ratusan massa perempuan juga berunjuk rasa, namun dengan isu yang berbeda. Mereka menolak disahkannya Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP). (rif)