Warta Pelatihan DHEM di Universitas Leeds (1)

Kunjungi Sinagog New Reform, London

Jum, 5 Mei 2006 | 08:01 WIB

Kesempatan berkunjung ke Inggris selama 1 bulan dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh 12 kader NU yang mengikuti Pelatihan Deputy Headmaster Education Management (DHEM) di Universitas Leeds, Inggris. Ke-12 kader NU itu antara lain, Evi Norati Jeja, Adrian, Iis Mazhuri, Edi Rahmat Widodo, R Chusnu Yuli Setyo, Moch Machrus Abdullah, Salman Al Farisi, Titik Suryani, Aminah Al Jufri, H Muh Said, Fitriyani Wahab dan Eridian Patrio Putro. Apa saja yang dilakukan mereka selama berada di negeri Britania Raya itu?

Hari ketujuh sejak tiba di kota Leeds, 8 April lalu, mereka mengunjungi Sinagog (tempat ibadah umat Yahudi) North Western Reform yang terletak di wilayah Alyth Gardens, Finchely Road, London kawasan North Western 11. Sesampai di tempat yang dituju, terlihat sebuah gedung yang tak terlalu tinggi, tetapi tak ada tanda-tanda yang menunjukan sebuah sinagog. Hanya ada tulisan berbahasa Ibrani di atas gedung yang tak dimengerti artinya oleh rombongan kader NU.

<>

Di sinagog tersebut, rombongan diterima oleh beberapa rabi (sebutan untuk pemuka agama Yahudi) antara lain Jeffrey Rose, Charles Emanuel dan Laura Janner-Klausner. Rombongan diterima dengan ramah oleh para rabi tersebut. “Salom sabhat,” kata para rabi, mengucap salam kepada para kader NU.

Keramahan penyambutan para rabi tersebut menghapus semua ketakutan para kader NU terhadap umat Yahudi. Pasalnya, sebelum masuk tempat suci umat Yahudi itu, penjagaan begitu ketat. Raut muka curiga tampak jelas di wajah para pertugas keamanan. Mereka meminta romobongan untuk meninggalkan tas, jaket, kamera, handycam, sampai ponsel.

Kepada para kader NU, Rabi Senior Charles Emanuel menjelaskan banyak hal tentang kesamaan keturunan tiga agama; Yahudi, Kristen dan Islam. Ia mengatakan, ketiga agama tersebut sama-sama berasal dari Nabi Ibrahim. “Karena berasal dari keturunan yang sama, maka tidak ada alasan harus berperang atau saling mencaci. Kalau mau mencari kesamaan-kesamaannya maka kita akan bisa hidup berdampingan dengan damai dan saling bertoleransi,” terangnya.

Usai berbincang-bincang, rombongan diajak mengikuti ritual ibadah umat Yahudi. Masing-masing orang dari rombongan diberi kitab suci yang bernama Torah. Kitab Torah tersebut ada dua macam, ada yang khusus untuk doa-doa dan ada yang asli kitab untuk berbagai ajarannya. Kitab tersebut menggunakan dua bahasa, yakni bahasa Ibrani dan Inggris.

Sebelum memulai ritual ibadah, Rabi Emanuel memperkenalkan rombongan kader NU kepada para jamaah yang sudah memenuhi ruangan sinagog. “Kita kehadiran tamu dari jauh, yakni dari (Indonesia). Mereka adalah wakil dari organisasi NU, sebuah ormas Islam di Indonesia yang mempunyai hampir 11 ribu pesantren,” ungkapnya.

Usai memperkenalkan, ritual ibadah pun dimulai. Hampir sama seperti di gereja, ibadah umat Yahudi juga diisi dengan menyanyikan pujian-pujian. Hanya saja bedanya, pada prosesi doa. Umat Yahudi itu membaca doa dalam bahasa Ibrani.

Prosesi yang paling menarik adalah saat dibacanya kitab suci Torah. Ada lima kitab yang berbentuk gulungan dengan panji-panji menghiasi pinggirnya. Kitab ini dibacakan oleh seorang rabi dan kemudian diarak mengelilingi ke jamaah. Para jamaah ada yang menyentuh dengan surbannya serta menciumkannya ke hidung.

Sekitar 2 jam mengikuti ritual ibadah itu, rombongan kemudian dijamu makan dan minum. Semua jamaah menyapa rombongan dan mengajak berbincang-bincang. Hari sudah mulai siang, rombongan kemudian berpamitan pulang. Di luar, wajah-wajah petugas keamanan yang sebelumnya tampak tegang, saat itu berubah ramah. “Salom sabath,” ucap petugas keamanan sambil tersenyum kepada romobongan. (Moh. Arief Hidayat, bersambung)

Berita ini ditulis berdasarkan laporan Edi Rahmat Widodo, salah satu peserta pelatihan Deputy Headmaster Education Management (DHEM).