Warta

Lakpesdam NU Sukses Ajari Masyarakat Melek Anggaran

NU Online  ·  Selasa, 1 April 2008 | 10:10 WIB

Jakarta, NU Online
Kerja keras Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU dalam program Participatory Budgeting and Expenditure Tracking (PBET) selama 20 bulan di Ngawi dan Lamongan (Jawa Timur) tak sia-sia. Masyarakat di kedua daerah tersebut menjadi melek pada perencanaan dan anggaran daerah.

Miftakhul Bisri dari PP Lakpesdam NU menjelaskan di kedua daerah tersebut, terdapat 50-60 Kelompok Masyarakat Sipil (KMS) yang mau belajar dan peduli pentingnya anggaran terhadap pembangun di daerahnya.<>

“Sejumlah pemborosan dan penyimpangan anggaran terkuat dan kini mereka menjadi kekuatan penyeimbang atas kesewenang-wenangan kekuasaan,” katanya, Selasa (1/4).

Namun, dikatakannya, semua hal tersebut tidak dicapai dengan mudah. “Ada banyak liku-liku seperti resistensi masyarakat, pemerintah dan legislative, relasi dengan eksekutif sampai dengan problem internal dikalangan KSM sendiri,” ujarnya.

Di Lamongan, advokasi masyarakat ini dilakukan oleh Jamal (Jaringan Masyarakat Lamongan sedangkan di Ngawi dilakukan oleh KMS Pagar Madani. Jamal berhasil menguak pemborosan proyek investasi P2TPD dan pemborosan anggaran di dinas kesehatan Pemkab Lamongan.

Tak hanya bergerak dalam bidang perencanaan dan pengawasan anggaran, Jamal juga melakukan pendampingan pada para kepala desa dalam menyusun RPJMDes, monitoring penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) sampai pemantauan proses Pilkades serempak.
”Jamal dikenal anak nakal dan sangat kritis dalam penyoroti produk kebijakan publik di Lamongan,” tandasnya.

Untuk wilayah Ngawi, Pagar Madani sejak awal telah terlibat dalam tim bintek Bappeda tentang proses musrenbang dan monitoring ADD. “Mereka juga mempelopori kegiatan kampanye Pilkades bebas money politik,” katanya dengan wajah sumringah.

Kasus terakhir yang kini ditangani oleh Pagar Madani adalah persoalan anggaran rehabilitasi Masjid Jami’ Ngawi yang diduga terdapat penyimpangan dan inkonsistensi terhadap APBD, melanggar bestek dan pemalsuan dokumen jaminan.

Bersama dengan elemen masyarakat peduli masjid, mereka berhasil memaksa DPRD membentuk pansus yang sehingga bisa memutus kontrak yang tidak adil, audit oleh BPK sampai dengan pemanggilan bupati. Akhirnya, fihak eksekutif  menawarkan redesain proyek dengan anggara 10 milyar melalui APBD 2008.

Dikatakannya, KMS-KMS tersebut menggunakan momentum otonomi daerah dan desentralisasi yang memberi pemda keluasan wewenang untuk mengatur dirinya. “Namun, kebijakan otoda dan desentralisasi ini tidak efektif jika tidak melibatkan kelompok masyarakat dalam pemanfaatan sumberdayanya. Disini KMS dituntut melakukan pendidikan kritis kepada warga,” imbuhnya.

Meskipun sudah terbilang sukses, Miftah menuturkan tetap akan melakukan evaluasi dan refleksi program PBET ini untuk melihat capaian-capaiannya maupun kendala guna perbaikan ke depan. Kegiatan ini akan diselenggarakan pada 2-4 April di Magetan Jatim yang melibatkan stake holder yang terlibat pada program ini. (mkf)