Warta PROSESI MAULID DI NUSANTARA (2)

Maulid sebagai Ekspresi Religius Masyarakat Minang

Kam, 20 Maret 2008 | 08:30 WIB

Jakarta, NU Online
Masyarakat Sumatra Barat yang disebut juga dengan masyarakat minang sangat terkenal dengan sifat religiusnya sebagaimana terungkap dalam motto “adat basandi sara’ sara basandi kitabullah”.

Dalam kehidupan sehari-hari segala aspek kehidupan selalu berpatokan pada adat dan agama Islam. Acara peringatan maulid Nabi Muhammad SAW juga ditampilkan dengan unsur-unsur lokal sebagai ekspresi kesukacitaan atas kelahiran Rasullullah yang telah membawa pencerahan pada umat manusia.

<>

Salah satu bentuk peringatan maulid adalah arak-arakan Tabuik mengelilingi kota dengan iringan pukulan gendang dan sorak-sorai para pengiringnya. Acara ini bertujuan mengingat keperkasaan dan perjuangan cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein yang gugur di padang Karbala.

Arwah kedua bersaudara tersebut dipercaya telah diselamatkan de dalam surga oleh makhluk ajaib yang bernama buraq, yang diimajinasikan berupa kuda bersayap berkepala wanita cantik.  Saat matahari terbenarm, Tabuik dibuang ke laut yang melambangkan peristiwa ketika buraq membawa arwawh Hasan dan Husein ke surga. 

Selain itu, terdapat pula shalawat dulang, yaitu kesenian yang dirujuk dari Ql Qur’an dan Hdist serta sejarah maulid nabi. Dulang atau gendang yang terbuat dari tembaga dan kuningan ditabuh secara ritmis dan iiringi alunan syair-syair yang berisikan syi’ar Islam.

Kesenian tradisional Minangkabau ini dimulai pada zaman Syeikh Burhanuddin di Pariaman yang disebut dengan Salawik jo Dulang.

Terdapat pula tari Indang yang diucapkan dengan pantun-pantun yang berisikan tentang perintah dan larangan dalam Islam. Tari ini ditampilkan dalam acara hari-hari besar umat Islam. Ratik juga mencerminkan budaya Islam di Minangkabau, terutama di lingkungan surau atau pesantren. Gerak tubuh dan iramanya akan membawa seseorang dalam suasana spiritual yang mendalam. (mkf)