Warta

Mendesak, PBNU Usulkan Dibentuk Front Pancasila dan Penegak NKRI

Sel, 10 Juli 2007 | 07:43 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengingatkan kepada semua pihak bahwa negara saat ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Gerakan separatisme yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) semakin jelas. Karena itu, perlu dibentuk ‘Front Pancasila dan Penegak NKRI’.

“Saat ini, tiga daerah bergolak bersama-sama, berarti ada ‘tangan-tangan’ asing di mana-mana,” tegas Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi kepada wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Selasa (10/7).

<>

Ia menyatakan hal itu menyusul sejumlah insiden yang ditengarai merupakan gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI, antara lain, "tarian liar" dan pengibaran bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon 29 Juni lalu. Pengibaran bendera "Bintang Kejora" yang merupakan simbol gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), di Jayapura 3 Juli lalu.

Terbaru, penggunaan simbol Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai lambang partai politik GAM yang akan didirikan unsur Komite Peralihan Aceh (KPA) dan bakal dideklarasikan Agustus 2007 mendatang.

Menurut Hasyim, berbagai pihak, termasuk PBNU sendiri, jauh hari sudah mengingatkan atas munculnya tanda-tanda bangkitnya gerakan separatisme di negeri ini. “Sejak awal, PBNU telah menyimpulkan bahwa konflik SARA di Ambon/Maluku berintikan separatisme, bukan sebenarnya konflik agama,” tandasnya.

Begitu pula dalam soal Nangroe Aceh Darussalam. Menurutnya, sejak perjanjian antara Pemerintah RI dengan GAM di Helsinki ditandatangani, telah banyak yang mengingatkan bahwa perjanjian tersebut banyak mengandung kelemahan. Namun, pemerintah sulit diberitahu. “Sekarang disalahgunakan oleh GAM,” pungkasnya.

Hal serupa terjadi pada kasus Papua. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu menilai, pemerintah terlalu longgar membiarkan bebas masuknya campur tangan pihak asing di sana. Padahal, keadaan itu jelas sangat berbahaya.

Dalam kondisi seperti saat ini, ujar Hasyim, pemerintah tidak lagi bisa bersikap tenang, harus segera mengambil sikap tegas. Setiap gerakan yang menjurus kepada separatisme, baik simbol maupun tindakan, wajib dicegah oleh negara.

Apabila sampai ke tingkat pemberontakan atau pemisahan diri, maka negara berhak, bahkan berkewajiban untuk memaklumkan perang. Pemerintah sebagai wakil eksekutif negara, harus bertanggung jawab atas kedaulatan negara.

Kepada rakyat Indonesia, ia mengimbau agar membantu pemerintah dalam menegakkan kedaulatan. Karena, ancaman terhadap Pancasila/NKRI, sekarang bukan hanya menyerang kedaulatan teroterial-politis, tapi juga ideologi, ekonomi dan budaya (integritas bangsa).

“Front ini mendesak diselenggarakan bersama penataan payung hukum atau law arrangement agar kedaulatan negara terjamin,” tegas Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religions for Peace. (rif)