Warta

Muallaf Asal Bali Rela Disunat Umur 47 Tahun

NU Online  ·  Rabu, 20 Mei 2009 | 07:14 WIB

Pamekasan, NU Online
Cinta memang butuh pengorbanan. Mungkin itulah kata yang tepat disandangkan pada I Nyoman Buana (47), warga Desa Braban, Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Pasalnya, demi cintanya pada Farida (35), janda dua anak di Desa Larangan Badung Kecamatan Palenga'an, I Nyoman Buana pergi dari Bali untuk menemui Faridah di Pamekasan pada, Senin (18/5) lalu sekitar Pukul 20.00 malam.<>

Untuk apa? Ya, pemilik nama baru Muhammad Burhanuddin ini mengaku tak tahan ditinggalkan Faridah selama 4 bulan.

Burhanuddin alias I Nyoman Buana menceritakan, selama di Bali, dirinya tak bisa melupakan kepribadian Faridah yang luar biasa. Yakni, ketaatannya pada sang Kuasa serta kepribadiannya yang sangat halus.

Selama 4 bulan tak bertemu Faridah, lanjut Burhan, dirinya memutuskan menyusul Faridah ke Madura. "Saya akui, Faridah merupakan sosok wanita yang luar biasa. Dia sempurna menurut saya," katanya.

Namun, tak mudah bagi Burhan. Untuk melamar Faridah, oleh Kiai dan tokoh masyarakat setempat diharuskan masuk Islam dan melakukan sunat atau khitan. Alasannya, laki-laki yang belum melakukan khitan maka belum suci secara keseluruhan.

"Ya Mas, jika belum dikhitan atau disunat maka saat kencing, masih ada sisa-sisa yang najis," kata KH. Mawardi.

KH. Mawardi yang merupakan pemilik Ponpes Al Karomah, Palenga'an mengatakan, saat pertama kali menemui I Nyoman Buana, dirinya langsung menanyakan pada I Nyoman apakah ada unsur paksaan dalam masuk Islam.

"Untunglah, dia (I Nyoman) mengatakan tidak sama sekali. Dia hanya mengatakan bahwa dari Faridah lah dirinya mengenal Islam. Agama yang baru diketahuinya mengejarkan kelembutan hati," ungkapnya.

Saat itu, lanjut Mawardi, disaksikan tokoh masyarakat, dirinya menjadikan I Nyoman Buana sebagai muallaf. Dan, berganti nama Mohammad Burhanuddin.

Setelah Burhan masuk Islam. Akhirnya, pada Selasa malam (19/5) Pukul 18.00, Burhan dikhitan. Burhan yang bekerja sebagai sopir itu, akhirnya memutuskan untuk selamanya tinggal di Pamekasan.

"Ada yang belum saya pelajari Mas, yaitu Islam. Saya harus bisa mendalami Islam pada Kiai Mawardi. Semoga saja, saya bisa mengaplikasikannya," pungkasnya. (beritajatim.com/mad)