Warta

NU Lahir sebagai Kekuatan Anti-Imperialisme

Rab, 2 Januari 2008 | 02:48 WIB

Bogor, NU Online
Sejarah mencatat, sejak dilahirkan, Nahdlatul Ulama (NU) selalu menempatkan diri sebagai kekuatan rakyat anti-imprealisme atau anti terhadap penjajahan. Kenyataan sejarah itu membuktikan, gerakan perlawanan terhadap penjajah, digerakkan oleh ulama/kiai dan santri NU, dengan benteng perlawanan utama dari pesantren.

Hal tersebut dikatakan Dr Aji Hermawan, Direktur Recognition and Mentoring Program Institut Pertanian Bogor, saat menjadi pembicara utama pada Diskusi Santai Tutup Tahun 2007 dan Sambut 1 Muharram 1429 H, di komplek pendidikan Yayasan Islamic Centre Al-Ghazaly, Kotaparis, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (31/12) lalu, seperti dilaporkan Kontributor NU Online di Bogor, Mohammad Fahir.<>

Pada diskusi yang digelar Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB itu, Aji mengatakan, NU melakukan khittah epistimologis. Menurutnya, pilihan kembali kepada Khittah 1926 yang digagas pada 1984 lalu adalah langkah cerdas dan strategis.
 
“Selama ini kita sering mengklaim sebagai mayoritas. Kalau mau mengklaim mayoritas, harus juga mau mengakui bahwa mayoritas masyarakat miskin adalah orang NU. Kita mayoritas, namun mayoritas yang powerless (lemah),” ujar mantan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Inggris Raya itu.

Pakar Sumber Daya Manusia IPB itu memaparkan, sesuai dengan fitrah dan kodratnya, NU harus terus mendorong kemandirian di segala bidang. Ia menjelaskan, khittah epistimologis adalah keniscayaan dan lebih berarti ketimbang khittah politis.

“Selama ini, kita selalu mengampanyekan khittah, tapi baru sebatas khittah secara politis. Yang lebih mendasar adalah khittah epistimologis,” katanya.

Aji yakin jika khittah epistimologis dapat diwujudkan, Nahdliyin (sebutan untuk warga NU) akan mampu bangkit dari keterpurukan di segala bidang.

“Inilah salah satu tugas penting kalangan intelektual NU, jika menginginkan NU bangkit, memimpin dalam bidang pemikiran, mendudukan NU dalam posisi terhormat, dan memberi manfaat besar bagi umat, bangsa, dan negara,” terangnya.

Ketua Komisi B Senat Akademik IPB Prof Dr Ir Iding M Padlinurjaji, yang hadir juga pada kesempatan itu, mengemukakan, pentingnya NU untuk memberdayakan ekonomi warganya. Menurutnya, mereka yang berada di lapisan bawah ekonomi, mayoritas warga NU, seperti pedagang kaki lima, pedagang kecil, perajin, petani, hingga nelayan.

Mereka, katanya, membutuhkan dukungan dan keberpihakan NU untuk menghadapi kapitalisme yang sangat menghisap masyarakat lemah.

Iding juga mengutarakan betapa pentingnya peran pendidikan untuk mengangkat derajat Nahdliyin. “Saya kira, pendidikan salah satu kuncinya. Selama ini, masih ada persepsi yang salah di sebagian kalangan NU dalam memandang pendidikan, dengan dalih mahal dan tidak menjamin penyerapan ke pasar kerja. Ini harus kita ubah,” papar profesor kelahiran Garut itu. (rif)