Warta BAHTSUL MASA'IL NU

Operasi Plastik Bukan Solusi

Rab, 16 Agustus 2006 | 10:32 WIB

Jakarta, NU Online
Merubah bentuk wajah (face of) melalui operasi plastik dengan tujuan agar paras lebih cantik bukan merupakan solusi hidup. Para pelakunya bukan sekedar tidak mensukuri karunia Allah SWT, tetapi juga salah dalam menentukan hal mana yang patut disebut sebagai persoalan hidup.

Demikian dalam penghujung Bahtsul Masa'il Diniyah Waqiiyyah (pembahasan masalah keagamaan kontemporer) di gedung PBNU, Rabu (16/8), sebagai kelanjutan dari pembahasan dalam Munas Alim Ulama di Surabaya. Bahtsul masa'il dilakukan oleh sejumlah kiai dari jajran syuriah PBNU dan perwakilan dari Lajnah Bahtsul Masa'i dari daerah-daerah yang telah ditunjuk oleh Munas.

<>

Teknologi kedokteran yang maju pesat telah mampu mengubah bentuk wajah dengan model apapun yang diinginkan oleh para pasien. Bahtsul masa'il memutuskan haramnya merubah bentuk wajah itu, karena digolongkan sebagai perlambang tiadanya rasa syukur atas ciptaan Allah SWT.

“Ada beberapa ulama dalam referensi kitab salaf yang memperbolehkan, tapi berdasarkan hujjah atau dasar hukum yang dipakai berikut petimbangan-pertimbangannya kami akhirnya memilih yang mengharamkan, kecuali untuk urusan kesehatan,” kata Sekretaris Bahtsul Masail M. Kholil Nafis.

Dikatakan, jika perubahan bentuk itu berkaitan dengan cacat wajah yang menyulitkan seseorang dalam menjalani hidupnya, mengembalikan bagian yang hilang atau rusak karena kecelakaan, atau untuk memfungsikan organ penting, maka itu diperbolehkan.

Bahtsul masail di gedung PBNU selama 2 hari itu telah membahas 5 persoalan penting yang belum selesai di Munas Alim Ulama Surabaya, yakni soal kuis berhadiah, kalimat dalam sumpah jabatan berikut konsekuensinya, infotaintment, trafiking atau perdagangan orang, dan merubah bentuk wajah.

Pada Munas di Surabaya lalu telah dibahas tuntas soal bagaimana meresmikan tempat ibadah agama lain, daur ulang air yang terkena najis, pihak asuransi yang membayarkan sissa kredit rumah, masa tangguh atas seseorang (suami) yang hilnag, dan soal asas pembuktian terbalik.

“Ada beberapa persoalan yang sebenarnya sudah sering dibahas, tapi dibahas ulang atas permintaan dari daerah-daerah karena masih dianggap penting. Lagi pula, banyak sekarang perkembangan-perkembangan baru yang perlu dibicarakan lagi,” kata Kholil Nafis.

Hasil-hasil keputusan bahtsul masail telah diminta oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk diproses sebagai fatwa. “Tapi itu hanya masalah formal, hubungannya dengan pemerintah. Hasil-hasil bahtsul masail kemarin sudah disosialisasikan ke daerah-daerah,” kata Kholil Nafis. (nam)