Warta

PBNU: Khilafah Islamiyah Celakakan Muslim Minoritas di Negara Lain

Kam, 26 Juli 2007 | 13:04 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai, konsep atas kewajiban pendirian Pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) bagi setiap Muslim, merupakan gagasan yang tidak rasional. Menurutnya, hal itu jelas akan mencelakakan kaum Muslim minoritas yang berada di negara lain.

“Ambil contoh saja Jepang. Di sana itu, orang Islam, untuk salat Jumat saja tidak memenuhi quorum (syarat minimal). Lantas, bagaimana kalau mereka diwajibkan mendirikan Khilafah Islamiyah? Pasti tidak bisa. Kalau tidak bisa berarti dosa dan masuk neraka,” ujarnya pada Dialog Islam dan Negara di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (26/7).<>

Presiden World Conference on Religions for Peace itu mengatakan, terdapat kesalahan penafsiran atas pemahaman istilah Islam kaffah (menyeluruh) yang kemudian diterjemahkan lagi dalam bentuk kewajiban pendirian Pemerintahan Islam. Menurutnya, syariat atau hukum Islam memang harus ditegakkan, tapi tak perlu melalui pemerintahan Islam.

Kaum Muslim di sebuah negara, lanjutnya, berkewajiban menjalankan setiap ajaran Islam. Namun demikian, kewajiban itu tak berlaku bagi upaya pendirian pemerintahan Islam. “Ber-Islam dengan sungguh-sungguh tak harus dengan Khilafah Islamiyah. Mengakui dan taat pada pemerintahan yang sah dan berdaulat adalah wajib,” pungkasnya.

Menurutnya, dua kekuatan Islam moderat terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, hingga saat ini tak pernah menghendaki negeri ini dibangun dengan dasar sebuah agama tertentu, termasuk agama Islam.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur, itu, menilai bahwa saat ini mulai bermunculan tanda-tanda potensi disintegrasi bangsa sebagai akibat dari upaya penerapan hukum agama yang cenderung dipaksakan. Kasus paling mutakhir adalah munculnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Injil di Manokwari, Papua.

“Kalau di Tangerang ada Perda Syariat, di Manokwari ada Raperda Kota Injil. Ini merupakan bentuk balas membalas,” jelas Hasyim yang juga mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur.

Dialog dengan tema “Spirit Keagamaan dalam Politik Kebangsaan” tersebut dihadiri Rais Syuriah KH Ma’ruf Amin, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Yunahar Ilyas, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali, pimpinan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Pdt Andreas A Yewangoe (Ketua Umum) dan Pdt Richard M Daulay Sekretaris Umum) dan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Rm Benny Susetyo. (rif)